
Newsletter
BI Beri Dua Pelumas, Bisakah IHSG Memanfaatkan?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 June 2018 05:33

Untuk perdagangan hari ini, kinerja Wall Street yang kinclong bisa menjadi penyemangat IHSG. Biasanya performa Wall Street memang akan memberi warna kepada bursa Benua Kuning, termasuk Indonesia.
Meredanya kekhawatiran terhadap perang dagang juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Ketika perang dagang sirna, maka tidak ada lagi aksi saling proteksi sehingga arus perdagangan dunia akan lancar. Ini tentu membawa kabar baik bagi upaya perbaikan ekspor Indonesia.
Seperti diketahui, kinerja ekspor Tanah Air pada 2018 kurang menggembirakan. Sepanjang Januari-April 2018, neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit US$ 1,31 miliar. Jauh memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 5,43 miliar.
Perang dagang, apalagi dalam skala global, tentu akan menyulitkan ekspor Indonesia. Ketika ekspor terhambat, maka neraca perdagangan akan semakin tertekan. Ini tentu bukan berita baik, karena bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Oleh karena itu, Indonesia tentu diuntungkan dengan meredanya tensi perdagangan AS vs dunia. Diharapkan kinerja ekspor nasional akan membaik sehingga menstabilkan rupiah.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2018 yang sebesar 125,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 122,2.
"Peningkatan optimisme konsumen didorong oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE). Hal ini didorong oleh adanya THR (Tunjangan Hari Raya) dan menyambut Idul Fitri," sebut laporan BI.
Perkembangan ini berpeluang meredakan tekanan saham sektor barang konsumsi, sejak data inflasi yang meleset dari ekspektasi pasar. Apalagi BI juga mencatat masyarakat kini lebih hobi berbelanja.
Ini terlihat dari rata-rata porsi pendapatan konsumen untuk belanja sebesar 66,1% pada Mei, meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 66%. Rasio cicilan terhadap pendapatan juga meningkat yaitu dari 13,9% menjadi 14,2%. Sementara porsi pendapatan yang disimpan turun dari 20% menjadi 19,6%.
Masih dari dalam negeri dan masih dari BI, Gubernur Perry Warjiyo kembali mengutarakan komentar bernada hawkish. Menurut Perry, ke depan masih ada ruang untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate. Sebagai informasi, BI sudah dua kali menaikkan suku bunga acuan bulan lalu dengan total 50 basis poin.
"BI akan terus mempertimbangkan perkembangan domesik dan internasional untuk memanfaatkan kenaikan bunga secara terukur. Itu forward guidance. Kita lihat probabilitas kenaikan bunga memang ada, tapi tidak gila-gilaan. Terukur," tegas Perry.
Merespons pernyataan Perry, kemarin rupiah menguat 0,17% terhadap dolar AS. Pernyataan Perry lagi-lagi memunculkan persepsi bahwa BI ahead the curve. BI dinilai cukup baik mengantisipasi kebijakan moneter AS yang terus mengetat.
Jika penguatan rupiah berlanjut hari ini, maka diharapkan bisa membantu IHSG untuk rebound. Walau terkadang laju IHSG dan rupiah tidak sinkron, tetapi ada harapan IHSG menguat saat rupiah terapresiasi. Memegang aset berdenominasi rupiah akan menguntungkan saat mata uang ini menguat, karena nilainya naik.
Dua pelumas dari BI tersebut diharapkan bisa menjadi katalis yang membawa IHSG ke teritori positif. Semoga IHSG mampu bangkit dengan kekuatan dari dalam negeri.
(aji/aji)
Meredanya kekhawatiran terhadap perang dagang juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Ketika perang dagang sirna, maka tidak ada lagi aksi saling proteksi sehingga arus perdagangan dunia akan lancar. Ini tentu membawa kabar baik bagi upaya perbaikan ekspor Indonesia.
Seperti diketahui, kinerja ekspor Tanah Air pada 2018 kurang menggembirakan. Sepanjang Januari-April 2018, neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit US$ 1,31 miliar. Jauh memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 5,43 miliar.
Perang dagang, apalagi dalam skala global, tentu akan menyulitkan ekspor Indonesia. Ketika ekspor terhambat, maka neraca perdagangan akan semakin tertekan. Ini tentu bukan berita baik, karena bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Oleh karena itu, Indonesia tentu diuntungkan dengan meredanya tensi perdagangan AS vs dunia. Diharapkan kinerja ekspor nasional akan membaik sehingga menstabilkan rupiah.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2018 yang sebesar 125,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 122,2.
"Peningkatan optimisme konsumen didorong oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE). Hal ini didorong oleh adanya THR (Tunjangan Hari Raya) dan menyambut Idul Fitri," sebut laporan BI.
Perkembangan ini berpeluang meredakan tekanan saham sektor barang konsumsi, sejak data inflasi yang meleset dari ekspektasi pasar. Apalagi BI juga mencatat masyarakat kini lebih hobi berbelanja.
Ini terlihat dari rata-rata porsi pendapatan konsumen untuk belanja sebesar 66,1% pada Mei, meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 66%. Rasio cicilan terhadap pendapatan juga meningkat yaitu dari 13,9% menjadi 14,2%. Sementara porsi pendapatan yang disimpan turun dari 20% menjadi 19,6%.
Masih dari dalam negeri dan masih dari BI, Gubernur Perry Warjiyo kembali mengutarakan komentar bernada hawkish. Menurut Perry, ke depan masih ada ruang untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate. Sebagai informasi, BI sudah dua kali menaikkan suku bunga acuan bulan lalu dengan total 50 basis poin.
"BI akan terus mempertimbangkan perkembangan domesik dan internasional untuk memanfaatkan kenaikan bunga secara terukur. Itu forward guidance. Kita lihat probabilitas kenaikan bunga memang ada, tapi tidak gila-gilaan. Terukur," tegas Perry.
Merespons pernyataan Perry, kemarin rupiah menguat 0,17% terhadap dolar AS. Pernyataan Perry lagi-lagi memunculkan persepsi bahwa BI ahead the curve. BI dinilai cukup baik mengantisipasi kebijakan moneter AS yang terus mengetat.
Jika penguatan rupiah berlanjut hari ini, maka diharapkan bisa membantu IHSG untuk rebound. Walau terkadang laju IHSG dan rupiah tidak sinkron, tetapi ada harapan IHSG menguat saat rupiah terapresiasi. Memegang aset berdenominasi rupiah akan menguntungkan saat mata uang ini menguat, karena nilainya naik.
Dua pelumas dari BI tersebut diharapkan bisa menjadi katalis yang membawa IHSG ke teritori positif. Semoga IHSG mampu bangkit dengan kekuatan dari dalam negeri.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular