Newsletter

IHSG di Antara Perang Dagang, Semenanjung Korea, dan Kode BI

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 May 2018 06:03
Pekan Penuh Kewaspadaan di Wall Street
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Dari Wall Street, tiga indeks utama terkoreksi pada akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,2%, S&P 500 melemah 0,2%, dan Nasdaq berkurang 0,1%.  Namun secara mingguan, ketiga masih mencatatkan penguatan. DJIA naik 0,2%, S&P 500 bertambah 0,3%, dan Nasdaq surplus 1,1%. 

Dalam sepekan lalu, laju Nasdaq yang cukup impresif didukung oleh saham-saham pembuat chip seperti Broadcom (+2,7%) dan Intel (+1,3%). Sementara S&P 500 disokong oleh saham-saham barang konsumsi seperti Foot Locker yang naik sampai 20,2%. 

Namun sepanjang pekan lalu, investor di Wall Street memang cenderung waspada dan menahan diri. Sama seperti di Asia, sentimen perang dagang juga menjadi perhatian utama. 

Pemerintahan Presiden Trump resmi memulai proses investigasi terhadap impor mobil dan truk yang bisa berujung kepada penerapan bea masuk baru. Hal ini tentu semakin memperkeruh suasana di tengah tensi perdagangan yang sedang meninggi. 

"Sudah cukup bukti yang menyebutkan bahwa selama puluhan tahun produk impor telah merusak industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan investigasi secara menyeluruh, adil, dan transparan," tegas Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, seperti dikutip dari Reuters. 

Saat ini, AS menerapkan tarif bea masuk untuk mobil dan suku cadangnya sebesar 2,5%. Ross belum menyebut besaran tarif bea masuk yang baru, namun menyatakan bahwa tarif yang lama sudah tak sesuai. 

"Industri seperti otomotif dan suku cadangnya merupakan bagian penting dalam kekuatan nasional," tegas Presiden Trump. 

Merespons langkah AS, pemerintah Jepang dan Korea Selatan mengaku masih memantau situasi terlebih dulu. Namun China, yang menilai AS sebagai pasar otomotif yang potensial, sudah mulai bereaksi keras. 

"China menyayangkan penyalahgunaan penggunaan kalimat 'demi kepentingan nasional' yang berlebihan. Kebijakan ini bisa merusak perdagangan multilateral secara serius. Kami akan terus memantau perkembangannya, untuk kemudian mengevaluasi dampaknya dan tentu juga akan mempertahankan kepentingan kami sendiri," jelas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China. 

Bahkan asosiasi produsen mobil internasional merespons negatif langkah AS. industri otomotif tidak membutuhkan kebijakan proteksionistik, karena sudah menjadi industri dengan rantai pasok (supply chain) global. 

"Tidak ada yang meminta proteksi. Kebijakan ini justru akan membuat industri otomotif AS kekurangan pilihan, dan bisa berujung kepada kenaikan harga," tegas John Bozella, Chief Executive Global Automakers. 

Situasi ini membuat ancaman perang dagang kembali nyata. Satu risiko besar yang awalnya reda, kini kembali menghantui. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular