
Newsletter
Korea Membara
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 May 2018 05:56

Untuk perdagangan hari ini, koreksi Wall Street bisa menjadi risiko bagi IHSG. Biasanya dinamika di New York akan memberi warna kepada bursa Asia, tidak terkecuali Indonesia. Investor perlu waspada.
Selain itu, pelaku pasar juga perlu terus menyimak perkembangan gesekan di Semenanjung Korea. Keputusan Trump untuk membatalkan pertemuan dengan Kim, dan bahkan berlanjut ke ancaman perang, bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar saham Asia.
Dalam situasi tidak pasti seperti ini, investor akan cenderung enggan mengambil risiko dan memilih aset-aset aman, misalnya emas. Merespons perkembangan ketegangan AS- Korea Utara, harga emas naik nyaris 1%.
Ketika investor memilih bermain aman, maka instrumen berisiko seperti saham (apalagi di negara berkembang) akan ditinggalkan. Apalagi dalam dua hari terakhir modal asing sudah sangat deras masuk ke bursa saham Indonesia. lebih dari Rp 1 triliun.
Oleh karena itu, tidak akan mengherankan bila investor asing akan keluar dari pasar Indonesia dalam rangka mencairkan keuntungan (profit taking) sekaligus mengamankan dana mereka di tengah situasi geopolitik yang memanas. Ketika investor asing kembali keluar, maka itu akan menjadi risiko besar bagi IHSG.
Perkembangan harga minyak juga kurang suportif bagi IHSG. Harga si emas hitam anjlok sampai lebih dari 1% karena rencana Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang ingin menghentikan program pemotongan produksi yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.
Rencana ini muncul seiring perkembangan di Venezuela dan Iran. Venezuela tengah menghadapi krisis ekonomi-sosial-politik yang terbukti telah berdampak kepada produksi minyak. Selain itu, Caracas juga diambang pengenaan sanksi ekonomi setelah kembali terpilihnya Presiden Nicolas Maduro untuk masa jabatan 6 tahun ke depan. Maduro memang dianggap ancaman oleh negara-negara barat.
Seperti halnya Venezuela, Iran juga kemungkinan akan dikenai sanksi oleh AS atas tuduhan pengayaan uranium. Ini karena AS di bawah pimpinan Trump sudah keluar dari perjanjian nuklir dengan Iran yang dibuat pada masa pemerintahan Barack Obama.
Kesulitan di dua negara tersebut bisa membuat pasokan minyak dunia seret. Oleh karena itu, OPEC kemudian mempertimbangkan untuk menghentikan program pemotongan produksi. Hal ini kemudian membuat harga minyak terkoreksi cukup dalam, karena selama ini pemangkasan produksi terbukti mampu menjaga harga tetap tinggi.
Penurunan harga minyak bukan kabar baik untuk IHSG. Biasanya emiten migas dan pertambangan kurang diapresiasi saat harga minyak turun.
Namun, masih ada harapan yang bisa menolong IHSG yaitu perkembangan nilai tukar dolar AS. Greenback saat ini tengah tertekan, terlihat dari Dollar Index yang terkoreksi 0,24%.
Depresiasi dolar AS terjadi setelah adanya rilis data yang kurang memuaskan. Jumlah warga yang mengajukan tunjangan pengangguran dalam sepekan hingga 24 Mei tercatat mengalami peningkatan sebesar 11.000 menjadi 234.000 orang. Jumlah itu melebihi konsensus yang dihimpun Reuters, yang mengestimasikan penurunan sebesar 3.000 ke 220.000 orang.
Artinya, situasi pasar ketenagakerjaan di Negeri Paman Sam belum pulih sepenuhnya meski angka pengangguran terakhir berada di 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir. Oleh karena itu, benar adanya pernyataan The Federal Reserve/The Fed bahwa belum ada potensi overheating dalam perekonomian. Masih belum ada cukup bukti bahwa pasar tenaga kerja sudah pulih sepenuhnya sehingga bisa menimbulkan tekanan inflasi.
Oleh karena itu, untuk saat ini ekspektasi bahwa The Fed akan agresif menaikkan suku bunga acuan menjadi mereda. Sepertinya The Fed masih pada rencana awal yaitu menaikkan suku bunga tiga kali sepanjang 2018, belum sampai empat kali.
Hal ini menjadi sentimen negatif bagi dolar AS, yang menjadikan kenaikan suku bunga sebagai doping untuk penguatan. Akhirnya, dolar AS pun bergerak melemah, setidaknya untuk saat ini.
Rupiah bisa mengambil peluang dari depresiasi dolar AS dengan kembali mencetak apresiasi. Saat rupiah menguat, maka memegang aset dalam mata uang ini menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Ini bisa menjadi insentif bagi investor (terutama asing) untuk masuk ke bursa saham Indonesia dan memperkuat IHSG.
(aji/aji)
Selain itu, pelaku pasar juga perlu terus menyimak perkembangan gesekan di Semenanjung Korea. Keputusan Trump untuk membatalkan pertemuan dengan Kim, dan bahkan berlanjut ke ancaman perang, bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar saham Asia.
Dalam situasi tidak pasti seperti ini, investor akan cenderung enggan mengambil risiko dan memilih aset-aset aman, misalnya emas. Merespons perkembangan ketegangan AS- Korea Utara, harga emas naik nyaris 1%.
Ketika investor memilih bermain aman, maka instrumen berisiko seperti saham (apalagi di negara berkembang) akan ditinggalkan. Apalagi dalam dua hari terakhir modal asing sudah sangat deras masuk ke bursa saham Indonesia. lebih dari Rp 1 triliun.
Oleh karena itu, tidak akan mengherankan bila investor asing akan keluar dari pasar Indonesia dalam rangka mencairkan keuntungan (profit taking) sekaligus mengamankan dana mereka di tengah situasi geopolitik yang memanas. Ketika investor asing kembali keluar, maka itu akan menjadi risiko besar bagi IHSG.
Perkembangan harga minyak juga kurang suportif bagi IHSG. Harga si emas hitam anjlok sampai lebih dari 1% karena rencana Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang ingin menghentikan program pemotongan produksi yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.
Rencana ini muncul seiring perkembangan di Venezuela dan Iran. Venezuela tengah menghadapi krisis ekonomi-sosial-politik yang terbukti telah berdampak kepada produksi minyak. Selain itu, Caracas juga diambang pengenaan sanksi ekonomi setelah kembali terpilihnya Presiden Nicolas Maduro untuk masa jabatan 6 tahun ke depan. Maduro memang dianggap ancaman oleh negara-negara barat.
Seperti halnya Venezuela, Iran juga kemungkinan akan dikenai sanksi oleh AS atas tuduhan pengayaan uranium. Ini karena AS di bawah pimpinan Trump sudah keluar dari perjanjian nuklir dengan Iran yang dibuat pada masa pemerintahan Barack Obama.
Kesulitan di dua negara tersebut bisa membuat pasokan minyak dunia seret. Oleh karena itu, OPEC kemudian mempertimbangkan untuk menghentikan program pemotongan produksi. Hal ini kemudian membuat harga minyak terkoreksi cukup dalam, karena selama ini pemangkasan produksi terbukti mampu menjaga harga tetap tinggi.
Penurunan harga minyak bukan kabar baik untuk IHSG. Biasanya emiten migas dan pertambangan kurang diapresiasi saat harga minyak turun.
Namun, masih ada harapan yang bisa menolong IHSG yaitu perkembangan nilai tukar dolar AS. Greenback saat ini tengah tertekan, terlihat dari Dollar Index yang terkoreksi 0,24%.
Depresiasi dolar AS terjadi setelah adanya rilis data yang kurang memuaskan. Jumlah warga yang mengajukan tunjangan pengangguran dalam sepekan hingga 24 Mei tercatat mengalami peningkatan sebesar 11.000 menjadi 234.000 orang. Jumlah itu melebihi konsensus yang dihimpun Reuters, yang mengestimasikan penurunan sebesar 3.000 ke 220.000 orang.
Artinya, situasi pasar ketenagakerjaan di Negeri Paman Sam belum pulih sepenuhnya meski angka pengangguran terakhir berada di 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir. Oleh karena itu, benar adanya pernyataan The Federal Reserve/The Fed bahwa belum ada potensi overheating dalam perekonomian. Masih belum ada cukup bukti bahwa pasar tenaga kerja sudah pulih sepenuhnya sehingga bisa menimbulkan tekanan inflasi.
Oleh karena itu, untuk saat ini ekspektasi bahwa The Fed akan agresif menaikkan suku bunga acuan menjadi mereda. Sepertinya The Fed masih pada rencana awal yaitu menaikkan suku bunga tiga kali sepanjang 2018, belum sampai empat kali.
Hal ini menjadi sentimen negatif bagi dolar AS, yang menjadikan kenaikan suku bunga sebagai doping untuk penguatan. Akhirnya, dolar AS pun bergerak melemah, setidaknya untuk saat ini.
Rupiah bisa mengambil peluang dari depresiasi dolar AS dengan kembali mencetak apresiasi. Saat rupiah menguat, maka memegang aset dalam mata uang ini menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Ini bisa menjadi insentif bagi investor (terutama asing) untuk masuk ke bursa saham Indonesia dan memperkuat IHSG.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular