
Newsletter
BI Siap Naikkan Suku Bunga, Bagaimana Respons IHSG?
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 May 2018 06:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada perdagangan kemarin. Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi penyebab utama kejatuhan IHSG.
Kemarin, IHSG ditutup minus 1,88%. Pelemahan nilai tukar rupiah memakan korban yaitu aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Rupiah melemah 0,36% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kemarin. Akibatnya, memegang aset dalam mata uang rupiah menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun.
Investor pun ramai-ramai melakukan aksi jual. Investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 180,89 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing di antaranya TLKM (Rp 154,9 miliar), ADRO (Rp 45,66 miliar), PGAS (Rp 19,48 miliar), INTP (Rp 17,1 miliar), dan LPPF (Rp 15,99 miliar).
Dolar AS memang kembali berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, seperti dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan energi yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia lainnya.
Sentimen negatif dari dalam negeri berasal dari data pertumbuhan ekonomi yang jauh dari harapan. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 tercatat 5,06%, cukup jauh dari ekspektasi pasar yang mencapai 5,18%.
Sepertinya pasar 'menghukum' dengan cara melepas aset-aset rupiah. Ini karena ada pandangan bahwa ekonomi Indonesia belum bisa berlari sesuai dengan potensinya.
IHSG tidak seberuntung bursa saham regional yang mampu mengakhiri hari di teritori positif. Indeks Nikkei 225 naik 0,18%, SSEC menguat naik 0,8%, Hang Seng melaju 1,36%, Straits Times bertambah 0,29%, dan KLCI plus 1%.
Bursa regional mendapatkan angin segar dari data perdagangan China periode April yang melebihi ekspektasi. Impor Negeri Tirai Bambu meningkat 21,5% year-on-year (YoY), sementara ekspor juga tumbuh 12,9% YoY. Capaian tersebut mampu melampaui konsensus Reuters yang meramalkan pertumbuhan impor dan ekspor China masing-masing sebesar 16% YoY dan 6,3% YoY.
Kemarin, IHSG ditutup minus 1,88%. Pelemahan nilai tukar rupiah memakan korban yaitu aset-aset berbasis mata uang tersebut.
Rupiah melemah 0,36% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kemarin. Akibatnya, memegang aset dalam mata uang rupiah menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun.
Investor pun ramai-ramai melakukan aksi jual. Investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 180,89 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing di antaranya TLKM (Rp 154,9 miliar), ADRO (Rp 45,66 miliar), PGAS (Rp 19,48 miliar), INTP (Rp 17,1 miliar), dan LPPF (Rp 15,99 miliar).
Dolar AS memang kembali berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, seperti dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan energi yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia lainnya.
Sentimen negatif dari dalam negeri berasal dari data pertumbuhan ekonomi yang jauh dari harapan. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 tercatat 5,06%, cukup jauh dari ekspektasi pasar yang mencapai 5,18%.
Sepertinya pasar 'menghukum' dengan cara melepas aset-aset rupiah. Ini karena ada pandangan bahwa ekonomi Indonesia belum bisa berlari sesuai dengan potensinya.
IHSG tidak seberuntung bursa saham regional yang mampu mengakhiri hari di teritori positif. Indeks Nikkei 225 naik 0,18%, SSEC menguat naik 0,8%, Hang Seng melaju 1,36%, Straits Times bertambah 0,29%, dan KLCI plus 1%.
Bursa regional mendapatkan angin segar dari data perdagangan China periode April yang melebihi ekspektasi. Impor Negeri Tirai Bambu meningkat 21,5% year-on-year (YoY), sementara ekspor juga tumbuh 12,9% YoY. Capaian tersebut mampu melampaui konsensus Reuters yang meramalkan pertumbuhan impor dan ekspor China masing-masing sebesar 16% YoY dan 6,3% YoY.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular