Newsletter

Suka Tidak Suka, Trump Masih Jadi Market Mover Dunia

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
23 April 2018 06:28
Suka Tidak Suka, Trump Masih Jadi Market Mover Dunia
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
  • IHSG akhir pekan lalu melemah mengikut jatuhnya rupiah
  • Minim sentimen positif, Wall Street terkoreksi
  • Pasar akan memperhatikan nada kebijakan Trump
Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) terkoreksi 0,29% ke 6.337,7 pada perdagangan Jumat pekan lalu (20/4). Hari ini, bursa dunia diprediksi masih akan dipengaruhi aksi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang serampangan lewat cuitan dan kebijakannya.

Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga ditutup di zona merah: indeks Shanghai anjlok 1,47%, Nikkei surut 0,13%, Hang Seng minus 0,94%, Strait Times melemah 0,7%, Kospi turun 0,39%, dan indeks KLCI (Malaysia) terkoreksi 0,39%.

Transaksi di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berlangsung dengan nilai Rp 6,25 triliun dan volume sebanyak 7,4 miliar saham. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 372.490 kali.

Saham-saham yang berkontribusi paling besar bagi koreksi IHSG di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,87%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,62%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,06%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,53%), dan PT Vale Indonesia Tbk/INCO (-4,74%).

Momok bagi pergerakan IHSG datang dari pelemahan rupiah yang mencapai 0,69% di pasar spot ke level Rp 13.875/dolar AS. Ini merupakan titik terlemah sejak Januari 2016 silam.

Apabila direkapitulasi, pada perdagangan 16-20 April 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata adalah Rp 13.793/US$. Secara point to point, rupiah melemah 0,91% sepanjang perdagangan pekan ini.

Terkoreksinya rupiah merupakan hasil dari kembali munculnya ketakutan atas kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang lebih agresif dari perkiraan.

Mengutip Thomson Reuters, sebanyak 77% dari perusahaan anggota indeks S&P 500 yang telah mengumumkan kinerja keuangan sampai dengan Kamis pagi waktu setempat (19/4) mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Lantas, kinerja yang positif dari para emiten ditakutkan akan mendorong inflasi terakselerasi lebih kencang dan memaksa the Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih dari 3 kali pada tahun ini.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) tetap bersikeras menahan suku bunga acuan di angka 4,25%, di saat negara-negara tetangga seperti Malaysia, China, dan Singapura sudah mengikuti langkah the Fed dengan mengetatkan kebijakan moneternya.

Pelaku pasar lantas dibuat khawatir akan terjadi capital outflow yang besar dari Indonesia ke AS ataupun ke negara-negara kawasan Asia yang telah mengetatkan kebijakan moneternya. Benar saja, investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp 219,03 miliar di pasar saham, pada akhir pekan.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 84,18 miliar), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 63,14 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 59,44 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 50,29 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 45,45 miliar).

Terlebih, investor juga dibuat gelisah dengan imbal hasil Treasury Bond AS tenor 10 tahun yang mencapai level tertinggi sejak Januari 2014. Pada Jumat kemarin yieldnya sudah menyentuh 2,958% naik dari sehari sebelumnya di 2,914%. Perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah AS dan Indonesia yang semakin menipis berpotensi mendorong aliran modal keluar.
Seiring dengan meroketnya imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam, Wall Street pun bergerak ke zona merah pada akhir pekan lalu. Indeks Dow Jones turun 202,09 poin atau 0,82% ke 24.462,8, sedangkan S&P 500 terkoreksi 22,98 poin atau 0,85% jadi 2.670,15. Adapun Nasdaq Composite anjlok 91,93 poin atau 1,27% ke 7.146,13.

Lesunya Wall Street diwarnai oleh amblasnya saham Apple hingga 4,1%, pasca Morgan Stanley merilis riset yang menyebutkan penjualan iPhone pada kuartal-II tahun ini akan mengecewakan Wall Street.

Sepanjang pekan ini, investor global masih mencermati kinerja keuangan perusahaan multinasional yang tercatat di bursa saham AS, untuk mengukur outlook ekonomi dunia. Pekan ini, Facebook, Amazon, dan Google dijadwalkan merilis kinerja keuangannya.

Konsumsi ponsel pintar dunia diperkirakan melemah setelah Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSM) memangkas proyeksi pendapatannya. TSM adalah produsen semikonduktor terbesar di dunia untuk produk ponsel pintar.

Dari sisi perdagangan, kebijakan Trump tidak banyak membantu menenangkan pasar. Kementerian Keuangan AS justru sedang mempertimbangkan penggunaan undang-undang darurat (emergency law) untuk membatasi investasi asal China di sektor teknologi yang sensitif di AS. Hal ini diungkapkan oleh Heath Tarbert, salah seorang pegawai di kementerian tersebut.

Serupa dengan pengenaan bea masuk bagi senilai US$60 miliar barang impor asal China yang diumumkan pada 22 Maret lalu, langkah ini dimaksudkan AS untuk menghukum Negeri Tirai Bambu atas praktek bisnisnya yang dituding melanggar hak kekayaan intelektual dari korporasi asal Negeri Paman Sam.

Investor masih mencermati sedalam apa efek perang dagang terhadap perekonomian dunia, setelah AS dan China saling menghadang ekspor masing-masing dengan kenaikan tarif. Terakhir, AS melarang perusahaan-perusahaan AS memasok suku cadang ke ZTE selama 7 tahun karena ZTE berniaga dengan Iran.

"Jika investor tidak tahu mereka akan berdagang berdasarkan ketentuan apa, ketika mereka tidak tahu bagaimana mengorganisasikan rantai pasokan, mereka akan menahan investasi," tutur Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, sebagaimana dikutip Reuters, mengomentari efek perang dagang.

Kekhawatiran investor juga berpeluang bertambah jelang pertemuan Trump dengan pemimpin negara Prancis dan Jerman untuk membahas serangan gabungan terhadap Suriah baru-baru ini dan kemungkinan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran menyusul makin kuatnya pengaruh negara tersebut di Timur Tengah.

Jika retorika hawkish (agresif dan lebih mengedepankan aksi fisik) mengemuka dari para pemimpin negara tersebut jelang pertemuan, nyali para investor global dipastikan menciut sehingga memilih menahan aksi belinya di pasar.

Namun terlepas dari tekanan psikologi yang berpeluang menyerang pelaku pasar dunia, sentimen positif datang dari Asia setelah Korea Utara setuju menutup situs pengembangan nuklirnya, dan menghentikan uji coba nuklir maupun penembakan rudal balistik antar benua (ICBM). Kabar baik ini memangkas premi risiko regional, sehingga bisa mendorong investor lebih percaya diri untuk melakukan aksi beli saham di Kawasan.

Pidato Presiden European Cental Bank (ECB) Mario Draghi juga berpeluang memberi angin sejuk ke pasar dengan mempertahankan rencana bank sentral Uni Eropa tersebut untuk secara bertahap menanggalkan kebijakan stimulus moneternya yang agresif. ECB diestimasikan mengurangi program pembelian kembali obligasi senilai €2,55 triliun akhir tahun ini.

Beberapa ekonom telah menurunkan ekspektasi mereka terkait kenaikan suku bunga ECB setelah data ekonomi belum terlalu kuat, dan memperkirakan kenaikan baru akan terjadi pada semester kedua 2019. Bank of England juga diperkirakan menunda kenaikan suku bunganya dari target Mei setelah inflasi triwulan pertama melemah lebih cepat dari ekspektasi. Dari pasar komoditas, harga minyak cenderung dalam posisi stabil meski ada ancaman dari Trump. Mantan taipan properti itu tiba-tiba melemparkan kritikan pada Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) atas tindakan pengurangan produksi minyak yang membuat harga minyak dunia melonjak tajam.

"Sepertinya OPEC melakukannya lagi. Dengan jumlah produksi minyak yang mencapai rekor di mana-mana, termasuk kapal-kapal penuh minyak di lautan, harga minyak yang sangat tinggi saat ini dibuat-buat! Tidak bagus dan tidak akan bisa diterima," tulis Trump di akun media sosial, Twitter-nya.

Menyusul cuitan Trump tersebut, harga minyak dunia langsung anjlok hingga 1%, di mana pelaku pasar menangkap bahwa hal itu menjadi indikasi bahwa Trump mampu melakukan intervensi pada kebijakan minyak dunia.

Namun, ternyata jatuhnya harga sang emas hitam tak berlangsung lama. Harga brent dan light sweet sama-sama mampu menguat di akhir sesi, dan akhirnya menutup perdagangan akhir pekan dengan tumbuh tipis di kisaran 0,3%.

Sentimen yang datang dari Arab Saudi masih lebih kuat dibanding aksi Trump. Seperti diketahui, Saudi berekspektasi kenaikan harga minyak hingga di atas US$80/barel untuk mendukung pencatatan perdana raksasa perminyakan Saudi Aramco di pasar saham. Hal itu menjadi indikasi bahwa Negeri Padang Pasir, sebagai pemimpin OPEC, akan mengarahkan kebijakan pemangkasan produksi lebih ketat, meskipun saat ini stok minyak di negara-negara maju mulai terbatas.

Terlebih, kemarin Menteri Energi Arab Saudi Khalid-Al Falih menyatakan tidak terlena pada kenaikan harga minyak beberapa waktu terakhir, dan menyangkal bahwa OPEC sudah mencapai misinya. Hal ini semakin memperkuat masih akan berlanjutnya ikhtiar OPEC untuk mengetatkan produksi hingga akhir 2018.

"Kita harus bersabar. Kita tidak seharusnya bertindak terburu-buru, kita tidak boleh berpuas diri dan mendengarkan suara bahwa misi sudah tercapai,"tegas Al Falih pada CNBC International.

Harga minyak yang stabil menguat dapat menjadi energi positif bagi emiten-emiten dalam negeri, khususnya di sektor pertambangan. Namun, perlu dicatat bahwa bukan berarti risiko pelemahan harga minyak tidak menghantui.

Meski intervensi Trump terhadap kebijakan minyak dunia dinilai cenderung minim oleh para analis, tapi faktanya AS memang punya cadangan minyak melimpah yang bisa dipakai untuk mengguyur pasar kapan saja. Hanya perlu kebijakan frontal dari pemimpin impulsif seperti Trump untuk mengubah keadaan itu.

Sebagai catatan, produksi minyak mentah negeri Paman Sam saat ini kembali mencatatkan rekor di angka 10,54 juta bph. Padahal, di akhir tahun 2017, produksi minyak AS masih di bawah angka 10 juta bph.

Bahkan, dari perkembangan terbaru, Baker Hughes melaporkan bahwa kilang minyak aktif AS bertambah sebanyak 5 unit pekan lalu menjadi 820 unit, naik drastis dibandingkan 688 unit di periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, secara geopolitik, hubungan Saudi dan AS sebenarnya cukup dekat. Peluang Arab Saudi untuk melonggarkan skema pengetatan produksi minyaknya masih terbuka lebar, untuk menjaga hubungan baik dengan Negeri Paman Sam.

OPEC akan mengadakan pertemuan pada akhir Juni, untuk menentukan langkah selanjutnya dari kesepakatan pemangkasan produksi minyak, berdasarkan kondisi pasar global. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR dengan Dirut PT Bank Tabungan Negara Tbk (10:00)
  • Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR dengan Dirut PT Bank Mandiri Tbk (14:00)
  • Rilis data penjualan rumah AS periode Maret (21:00)
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini serta beberapa data perdagangan berikut ini:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)Analyst Meeting14:00
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)Analyst Meeting17:00
PT Trisula International Tbk (TRIS)RUPS Tahunan08:00
PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS)RUPS Tahunan10:00
PT Chitose Internasional Tbk (CINT)RUPS Tahunan10:00
PT Adaro Energy Tbk (ADRO)RUPS Tahunan10:30
PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL)RUPS Tahunan13:00
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA)RUPS Tahunan14:00
PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk (ABDA)RUPS Tahunan14:00
PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA)RUPS Tahunan/ RUPS Luar Biasa15:00
 
IndeksClosePrev. close% Change% YTD
IHSG6,337.76,355.9(0.29)(0.28)
LQ451,034.491,040.38(0.57)(4.16)
Dow Jones24,462.9424,664.89(0.82)(1.04)
CSI3003,760.853,881.84(1.34)(6.07)
Hang Seng30,418.3330,708.44(0.94)14941.67
NIKKEI22,162.2422,191.18(0.13)(2.65)
Strait Times3,573.383,598.73(0.7)5.01
 
Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)68.430.0739.05
Minyak Brent (USD/barel)73.981.943.33
Emas (USD/troy ons)1,335.28(0.68)4.76
CPO (MYR/ton)2,4100.92(8,5)
Batu bara (USD/ton)93.45011.38
Tembaga (USD/pound)3.1282(0.37)22.48
Nikel (USD/ton)14,775.5(1.63)60.49
Timah (USD/ton)21,6600.9810.23
Karet (JPY/kg)180.30.45(33.10)
Kakao (USD/ton)2,749(2.9)50.63
  
Mata Uang UtamaClosePrev. close% Change% Yearly
USD/IDR13,87513,7800.694.2
EUR/USD1.22811.2344(0.04)13.02
GBP/USD1.40041.40810.019.2
USD/CHF0.97440.97130.32(2.12)
USD/CAD1.27571.26640.69(5.5)
USD/JPY107.75107.420.1(2.04)
AUD/USD0.76670.7727(0.05)1.59
 
Indikator EkonomiTingkat
Rupiah (penutupan 20 April)Rp 13,804.00/USD
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY)5,07%
Inflasi (Maret 2017 YoY)3,40%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2,19% PDB
Transaksi berjalan (2017)-1,7% PDB
Neraca pembayaran (2017)US$11,6 miliar
Cadangan devisa (Maret 2018)US$126,00 miliar
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular