
Newsletter
Perang Betulan Reda, Ancaman Perang Dagang Muncul Lagi
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 April 2018 05:49

Untuk perdagangan hari ini, sentimen positif bagi IHSG bisa datang dari Wall Street yang menghijau. Biasanya penguatan maupun koreksi di Wall Street akan mewarnai bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Selain itu, sejak awal tahun IHSG mencatat minus 1,10% akibat koreksi berkepanjangan beberapa waktu lalu. Harga aset yang terkoreksi membuatnya menarik dan siap diborong. Aksi borong tentu akan menjadi suntikan tenaga bagi penguatan IHSG.
Perkembangan nilai tukar dolar AS juga perlu disimak oleh pelaku pasar. Saat ini greenback sedang dalam tren melemah di hadapan mata uang utama dunia. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, melemah 0,41%.
Momentum ini bisa dimanfaatkan rupiah untuk mencatat penguatan. Apresiasi rupiah membuat aset-aset berbasis mata uang ini menjadi menenarik sehingga berdampak positif bagi IHSG.
Sejumlah emiten juga dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan seperti MLBI, PPRO, PANS, dan BFIN. Bila ada kabar baik dari sana, misalnya dividen, maka bisa menjadi angin segar bagi investor di bursa domestik.
Namun, investor tetap perlu mencermati perkembangan harga minyak. Setelah bara Suriah mendingin, harga minyak pun ikut terkoreksi. Bahkan penurunannya lebih dari 1%.
Selain itu, tekanan bagi harga minyak juga datang dari peningkatan aktivitas pengeboran di AS. Perusahaan energi AS menambah tujuh kilang dalam sepekan hingga 13 April, menambah jumlah kilang total menjadi 815 unit. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak Maret 2015, dan nyaris meningkat 20% dari tahun lalu.
Pelaku pasar juga sepertinya layak menyimak perkembangan baru di Gedung Putih. Seperti biasa, Trump menumpahkan emosi dalam cuitannya di Twitter. Kali ini Rusia dan China yang menjadi target.
"Rusia dan China bermain dengan pelemahan kurs sementara AS menaikkan suku bunga. Tidak bisa diterima!" tegas Trump.
Ketika suku bunga di AS naik, maka dolar AS akan mendapat pijakan untuk menguat. Namun di sisi lain Trump menilai Rusia dan China sengaja melemahkan mata uangnya secara sistematis agar ekspor mereka tetap kompetifif.
Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, menyatakan bahwa Kementerian Keuangan AS sudah memasukkan China di daftar negara yang berpotensi dianggap memanipulasi kurs. Namun Sanders tidak menyebut soal Rusia.
Setelah ancaman perang sungguhan di Suriah mereda, kini potensi perang dagang mulai bangkit lagi. Tanda-tandanya nampak dari pelarangan masuknya ZTE di AS dan cuitan Trump soal negara-negara yang dianggap sebagai manipulator kurs untuk menyokong ekspor.
Beberapa waktu lalu, sentimen perang dagang sempat membuat bursa global (termasuk Indonesia) terjerembab ke zona merah. Oleh karena itu, setiap potensi yang mengarah ke perang dagang patut diwaspadai.
Namun secara umum, bursa saham sepertinya masih menjadi favorit investor pada hari ini. Terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi negara AS 10 tahun ke 2,8285% dari sebelumnya 2,8280%. Hal serupa bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia, seiring peningkatan minat investor terhadap instrumen yang berisiko (risk on).
Minimnya sentimen di dalam negeri membuat pasar kemungkinan akan digerakkan oleh faktor-faktor eksternal. Mari berdoa agar tidak ada kejadian aneh di luar sana yang bisa menjadi kabar buruk bagi pasar keuangan domestik. (aji/aji)
Selain itu, sejak awal tahun IHSG mencatat minus 1,10% akibat koreksi berkepanjangan beberapa waktu lalu. Harga aset yang terkoreksi membuatnya menarik dan siap diborong. Aksi borong tentu akan menjadi suntikan tenaga bagi penguatan IHSG.
Perkembangan nilai tukar dolar AS juga perlu disimak oleh pelaku pasar. Saat ini greenback sedang dalam tren melemah di hadapan mata uang utama dunia. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, melemah 0,41%.
Momentum ini bisa dimanfaatkan rupiah untuk mencatat penguatan. Apresiasi rupiah membuat aset-aset berbasis mata uang ini menjadi menenarik sehingga berdampak positif bagi IHSG.
Sejumlah emiten juga dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan seperti MLBI, PPRO, PANS, dan BFIN. Bila ada kabar baik dari sana, misalnya dividen, maka bisa menjadi angin segar bagi investor di bursa domestik.
Namun, investor tetap perlu mencermati perkembangan harga minyak. Setelah bara Suriah mendingin, harga minyak pun ikut terkoreksi. Bahkan penurunannya lebih dari 1%.
Selain itu, tekanan bagi harga minyak juga datang dari peningkatan aktivitas pengeboran di AS. Perusahaan energi AS menambah tujuh kilang dalam sepekan hingga 13 April, menambah jumlah kilang total menjadi 815 unit. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak Maret 2015, dan nyaris meningkat 20% dari tahun lalu.
Pelaku pasar juga sepertinya layak menyimak perkembangan baru di Gedung Putih. Seperti biasa, Trump menumpahkan emosi dalam cuitannya di Twitter. Kali ini Rusia dan China yang menjadi target.
"Rusia dan China bermain dengan pelemahan kurs sementara AS menaikkan suku bunga. Tidak bisa diterima!" tegas Trump.
Ketika suku bunga di AS naik, maka dolar AS akan mendapat pijakan untuk menguat. Namun di sisi lain Trump menilai Rusia dan China sengaja melemahkan mata uangnya secara sistematis agar ekspor mereka tetap kompetifif.
Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, menyatakan bahwa Kementerian Keuangan AS sudah memasukkan China di daftar negara yang berpotensi dianggap memanipulasi kurs. Namun Sanders tidak menyebut soal Rusia.
Setelah ancaman perang sungguhan di Suriah mereda, kini potensi perang dagang mulai bangkit lagi. Tanda-tandanya nampak dari pelarangan masuknya ZTE di AS dan cuitan Trump soal negara-negara yang dianggap sebagai manipulator kurs untuk menyokong ekspor.
Beberapa waktu lalu, sentimen perang dagang sempat membuat bursa global (termasuk Indonesia) terjerembab ke zona merah. Oleh karena itu, setiap potensi yang mengarah ke perang dagang patut diwaspadai.
Namun secara umum, bursa saham sepertinya masih menjadi favorit investor pada hari ini. Terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi negara AS 10 tahun ke 2,8285% dari sebelumnya 2,8280%. Hal serupa bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia, seiring peningkatan minat investor terhadap instrumen yang berisiko (risk on).
Minimnya sentimen di dalam negeri membuat pasar kemungkinan akan digerakkan oleh faktor-faktor eksternal. Mari berdoa agar tidak ada kejadian aneh di luar sana yang bisa menjadi kabar buruk bagi pasar keuangan domestik. (aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular