Newsletter

Pekan Ini Milik Bank Sentral

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 March 2018 05:53
Pekan Ini Milik Bank Sentral
Foto: REUTERS/Jason Lee
  • IHSG melemah hampir 2% sepanjang pekan lalu.
  • Bursa utama Asia bergerak variatif.
  • Wall Street terkoreksi sepekan kemarin.
  • Pekan ini, sejumlah bank sentral akan memutuskan suku bunga acuan. 
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mengalami tekanan. Akhirnya "tabungan" penguatan IHSG sejak awal tahun habis, dan kini sudah minus. 

Akhir pekan lalu, IHSG ditutup melemah 0,27% ke 6.304,95. Sepanjang pekan lalu, IHSG terkoreksi 1,99%. 

Rata-rata nilai transaksi harian selama pekan kemarin naik 10,28% dibandingkan pekan sebelumnya menjadi Rp 8,9 triliun. Volume transaksi pun meningkat 8,65% menjadi 11,05 miliar unit saham. 

Namun sayangnya, transaksi yang ramai justru aksi jual. Akibatnya, kapitalisasi pasar modal Indonesia turun nyaris 2% menjadi Rp 7.014,24 triliun. Investor asing pun masih melakukan jual bersih Rp 2,85 triliun dalam sepekan terakhir, sehingga sejak awal tahun nilai jual bersih asing mencapai Rp 17,29 triliun. 

Seluruh sektor saham melemah sepanjang pekan lalu, dengan koreksi terdalam dialami sektor infrastruktur yang mencapai 6,06%. Pemberat sektor infrastruktur adalah saham TLKM yang banyak dilepas investor, termasuk asing. 

Rilis laporan keuangan perusahaan kemungkinan menjadi penyebab investor asing begitu gencar melepas saham TLKM. Sepanjang 2017, laba bersih perusahaan diketahui tumbuh sebesar 14,4% menjadi Rp 22,15 triliun, dari Rp 19,35 triliun pada 2016. Pendapatan perusahaan naik 10,25% menjadi Rp 128,26 triliun, dari sebelumnya Rp 116,33.

Namun, pertumbuhan pendapatan dan laba bersih tahun lalu melandai dari capaian tahun 2016. Kala itu, pendapatan tumbuh sebesar 13,5%, sementara laba bersih meroket hingga 24,9%. 

Sektor agrikultur juga terkoreksi lumayan, mencapai 3,45% selama pekan lalu. Penurunan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global menjadi salah satu alasan dilepasnya saham-saham agrikultur. Sejak awal tahun, harga CPO sudah anjlok 3,6%. 

Sementara bursa regional ditutup variatif. Sepanjang pekan lalu, indeks Nikkei 225 menguat 1% dan Kospi naik 1,4%. Namun Hang Seng melemah 0,12%, Shanghai Composite turun 1,51%, dan Straits Times berkurang 0,45%. 

Secara umum, sebenarnya pekan lalu bukan periode yang menyenangkan buat investor. Berbagai sentimen negatif melanda, salah satunya kecemasan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) vs China. 

Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan mengenak bea masuk bagi produk-produk China atas nama perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Tidak hanya itu, pemerintah AS juga disebut-sebut akan membatasi kedatangan warga China dan investasi dari Negeri Tirai Bambu. 

Bila kebijakan ini terwujud, maka akan menjadi pukulan berat bagi perdagangan dunia. Meski AS menargetkan produk-produk made in China, tetapi produk tersebut bukan tidak mungkin menggunakan bahan baku dari berbagai negara.  

Ketika produk China sulit masuk AS, maka permintaannya akan menurun sehingga produksinya pun terganggu. Hambatan produksi juga menghambat pasokan bahan baku. Maka yang terjadi adalah distrupsi di rantai pasok dunia (global supply chain).
Sementara di Wall Street, tiga indeks utama mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,29%, S&P 500 menguat 0,17%, dan Nasdaq bertambah 0,003%. 

Namun secara mingguan, Wall Street mengalami koreksi cukup signifikan. DJIA turun 1,57%, S&P 500 melemah 1,04%, dan Nasdaq berkurang 1,27%. 

Faktor perang dagang dengan China menjadi salah satu perhatian investor. Selain itu, kegaduhan politik dalam negeri AS juga menjadi kekhawatiran. 

Pekan lalu, Trump memecat Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dan menggantikannya dengan Mike Pompeo, eks Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA). Pompeo merupakan orang dekat sang presiden. 

Trump juga dikabarkan akan memecat penasihat pertahanan Gedung Putih HR McMaster. Washington Post mengabarkan, ada beberapa kandidat pengganti McMaster seperti Keith Kellog yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dewan Pertahanan Nasional. 

Menurut pemberitaan The Post, Trump menilai McMaster terlalu kaku. Setiap kali McMaster memberikan pengarahan juga dirasa terlalu lama. 

Kegaduhan politik Negeri Paman Sam bertambah setelah New York Times melaporkan Kepala Badan Investigasi AS (US Special Counsel) Robert Mueller meminta dokumen-dokumen yang terkait dengan Trump. Termasuk dokumen yang mengaitkan Rusia dengan kemenangan Trump dalam pemilihan presiden. 

Kementerian Keuangan AS diketahui memberikan sanksi bagi beberapa warga negara dan entitas asal Rusia terkait keterlibatannya dalam pemilihan presiden 2016 yang dimenangkan oleh Trump. Sanksi ini menutup akses terhadap properti yang berada dalam wilayah AS, serta melarang seluruh warga negara AS untuk melakukan transaksi dengan mereka. Pihak Rusia telah menegaskan akan mengambil langkah balasan terhadap sanksi dari AS ini.

Pekan ini, perhatian investor akan tertuju ke The Federal Reserve/The Fed yang akan menggelar pertemuan pada 21 Maret waktu setempat. Pasar memprediksi hasil pertemuan ini adalah kenaikan suku bunga acuan. 

CME Group, yang menyediakan Federal Funds Futures (instrumen yang mempertaruhkan suku bunga acuan di AS), menyebutkan probabilitas kenaikan Fed Fund Rate pada pertemuan tersebut mencapai 94,4%. Pelaku pasar memperkirakan terjadi kenaikan suku bunga dari 125-150 basis poin menjadi 150-175 basis poin, atau naik 25 basis poin. 

Sambil menunggu pertemuan The Fed, investor pun memburu dolar AS. Sejak akhir pekan lalu, mata uang ini bergerak menguat karena tingginya minat pelaku pasar. 

Ketika suku bunga acuan AS naik, maka greenback (teorinya) akan menguat karena tekanan inflasi mata uang ini akan terjangkar oleh kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, investor mengoleksi dolar AS sebelum harganya naik ketika suku bunga dinaikkan. Tingginya permintaan membuat dolar AS menguat terlebih dulu, mendahului kenaikan suku bunga (kalau terjadi). Untuk perdagangan awal pekan ini, Senin (19/3/2018), terdapat sejumlah sentimen yang bisa membuat IHSG berbalik arah ke zona hijau. Pertama adalah aksi jual sepanjang pekan lalu sudah membuat IHSG minus 0,8% sejak awal tahun.

Harga aset kini lebih murah, dan bisa dimanfaatkan investor untuk kembali berburu saham. Ini bisa menjadi suntikan energi bagi IHSG. 

Perkembangan harga komoditas juga sepertinya positif buat IHSG. Akhir pekan lalu, harga minyak naik seiring dengan penguatan Wall Street. Diharapkan penguatan ini bisa bertahan dan menjadi motor penggerak saham-saham migas dan pertambangan. 

Namun, penguatan harga minyak sepertinya agak rapuh karena kenaikan permintaan dibarengi oleh bertambahnya produksi. Proyeksi International Energy Agency (IEA) menyebutkan permintaan minyak dunia tahun ini adalah 99,3 juta barel/hari, naik 1,53% dibandingkan 2017. Namun produksi naik 3,09% pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan produksi yang lebih kencang dibandingkan permintaan membuat kenaikan harga minyak akan sedikit terhambat. 

Sementara faktor yang bisa membuat IHSG masih terjebak di zona merah adalah sikap investor (terutama asing) yang cenderung wait and see. Pekan ini akan ada dua pertemuan bank sentral besar, yaitu The Fed dan Bank Sentral Inggris (BoE). 

Tidak hanya The Fed, BoE pun sudah siap untuk menerapkan kebijakan moneter ketat. Pada pertemuan sebelumnya, Gubernur BoE Mark Carney menyatakan sepertinya kenaikan suku bunga acuan tahun ini akan lebih awal dan lebih besar dibandingkan perkiraan. 

Bank Indonesia (BI) pun akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur pada 21-22 Maret untuk memutuskan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate. Pasar melihat BI masih akan menahan suku bunga acuan di 4,25% dengan pertimbangan nilai tukar rupiah yang masih mengalami tekanan. 

Perkembangan ini akan membuat investor bergerak waspada dan cenderung konservatif. Pelaku pasar akan memilih bermain aman dan menghindari risiko (risk off) sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Pekan ini bisa dibilang miliknya bank sentral, karena pergerakan pasar akan ditentukan oleh arah kebijakan bank sentral. 

Selain itu, meski secara umum IHSG sudah minus tetapi beberapa sektor masih membukukan penguatan sejak awal tahun. Bahkan di antaranya masih menyimpan penguatan yang cukup besar, seperti sektor pertambangan (14,47%).  

Di luar pertambangan, sektor keuangan juga masih punya "tabungan" 2,22%, kemudian sektor properti 2,87%, agrikultur 1,25%, industri dasar 8,41%, perdagangan 0,19%, dan aneka industri 0,17%. Ini membuat aksi ambil untung masih menjadi risiko yang patut diwaspadai. 

Investor juga perlu menyimak pergerakan saham WSKT. Terjadi insiden di proyek rumah susun perseroan di Pasar Rumput (Jakarta Selatan), yang memakan korban jiwa. Setelah kejadian ini, WSKT menghentikan sementara pembangunan proyek sambil melakukan investigasi. 

Ini merupakan kesekian kalinya proyek WSKT mengalami insiden. Belum lama ini, pier head proyek tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) runtuh dan melukai sejumlah pekerja. Kecelakaan ini menyebabkan proyek-proyek infrastruktur layang (elevated) di seluruh Indonesia sempat dihentikan sementara. Berikut sejumlah peristiwa untuk hari ini:
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan WTON (14.00 WIB).
  • Pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral AnggotaG20 di Argentina (19-20 Maret 2018).
Berikut perkembangan sejumlah bursa utama:
 IndeksClose% Change% YTD
IHSG6,304.95(0.27)(0.80)
LQ451,037.28(0.21)(3.90)
DJIA24,946.510.290.92
CSI3004,056.79(0.96)0.64
Hang Seng31,501.97(0.12)5.29
Nikkei 225 21,676.51(0.58)(4.78)
Straits Times3,512.14(0.16)3.21

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR13,765.000.123.25
EUR/USD1.23(0.14)14.38
GBP/USD1.390.0212.56
USD/CHF0.950.06(4.66)
USD/CAD1.310.33(1.89)
USD/JPY106.00(0.31)(5.94)
AUD/USD0.77(1.06)0.09

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)62.25(0.14)28.01
Minyak Brent (USD/barel)66.211.6728.09
Emas (USD/troy ons)1,313.00(0.22)6.48
CPO (MYR/ton)2,438.000.16(17.05)
Batu bara (USD/ton)92.35(0.41)14.15
Tembaga (USD/pound)3.090.1016.59
Nikel (USD/ton)13,569.00(0.05)34.29
Timah (USD/ton)21,000.00(0.12)3.19
Karet (JPY/kg)182.60(1.72)(32.24)
Kakao (USD/ton)2,522.00(1.55)19.19
 Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Tenor Yield (%)
5Y6.16
10Y6.73
15Y6.99
20Y7.34
30Y7.47
Berikut sejumlah indikator perekonomian Indonesia:
IndikatorTingkat
Kurs (16 Maret 2018)Rp 13.765/US$
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY)5,07%
Inflasi (Februari 2018 YoY)3,18%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2,19% PDB
Transaksi berjalan (2017)-1,7% PDB
Neraca pembayaran (2017)US$ 11,6 miliar
Cadangan devisa (Februari 2017) US$ 128,06 miliar
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular