
Newsletter
Lagi-lagi Perang Dagang
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 March 2018 06:08

Untuk perdagangan hari ini, sentimen dari Wall Street akan menjadi kabar yang kurang sedap bagi bursa Asia, termasuk Indonesia. Koreksi di Wall Street bisa menjadi virus yang menular ke Asia.
Potensi perang dagang AS-China juga bukan hal positif bagi IHSG. Kala produk China sulit masuk ke AS, maka akan menghambat produksinya. Meski targetnya adalah produk made in China, bukan tidak mungkin bahan baku produk tersebut berasal dari banyak negara termasuk Indonesia. Rantai pasok dunia (global supply chain) pun akan terganggu dan bisa menjadi sentimen negatif buat IHSG.
Risiko ambil untung alias profit taking juga masih harus diwaspadai. Meski terkoreksi selama 2 hari perdagangan berturut-turut, IHSG masih menyimpan "tabungan" penguatan 0,42% sejak awal tahun. Masih ada sisa keuntungan yang bisa dicairkan investor kapan saja.
Pasar juga menantikan rilis data perdagangan internasional periode Februari 2018 yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, pertumbuhan ekspor Februari 2018 diperkirakan 12,35% year on year (YoY) sementara impor naik 25,19% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan diramalkan mengalami defisit US$ 111,8 juta.
Bila ini terealisasi, maka neraca perdagangan Indonesia sudah defisit selama tiga bulan berturut-turut. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG, dan juga nilai tukar rupiah.
Sementara sentimen positif yang bisa membuat IHSG kembali ke jalur hijau adalah perkembangan harga minyak. Harga si emas hitam mulai merangkak naik setelah terkoreksi akibat kekhawatiran melimpahnya pasokan minyak AS. Ini bisa menjadi angin segar bagi emiten pertambangan yang tengah mengalami tekanan jual.
Namun kenaikan harga minyak masih rapuh, karena bagaimanapun pasokan minyak AS cukup melimpah. Pada pekan kedua Maret, cadangan minyak Negeri Paman Sam bertambah 5 juta barel, lebih tinggi dari estimasi pasar yaitu 2 juta barel.
Kinerja emiten yang masih solid juga bisa mendukung kenaikan IHSG. Laba bersih WEGE naik 104,3% menjadi Rp 287,09 miliar pada akhir 2017. Sementara laba TLKM naik 14,41% ke Rp 22,15 triliun.
Kemudian, IHSG sudah terjerembab di zona merah selama dua hari terakhir. Harga aset yang lebih murah bisa mendorong aksi borong yang menaikkan IHSG.
(aji/aji)
Potensi perang dagang AS-China juga bukan hal positif bagi IHSG. Kala produk China sulit masuk ke AS, maka akan menghambat produksinya. Meski targetnya adalah produk made in China, bukan tidak mungkin bahan baku produk tersebut berasal dari banyak negara termasuk Indonesia. Rantai pasok dunia (global supply chain) pun akan terganggu dan bisa menjadi sentimen negatif buat IHSG.
Risiko ambil untung alias profit taking juga masih harus diwaspadai. Meski terkoreksi selama 2 hari perdagangan berturut-turut, IHSG masih menyimpan "tabungan" penguatan 0,42% sejak awal tahun. Masih ada sisa keuntungan yang bisa dicairkan investor kapan saja.
Pasar juga menantikan rilis data perdagangan internasional periode Februari 2018 yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, pertumbuhan ekspor Februari 2018 diperkirakan 12,35% year on year (YoY) sementara impor naik 25,19% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan diramalkan mengalami defisit US$ 111,8 juta.
Bila ini terealisasi, maka neraca perdagangan Indonesia sudah defisit selama tiga bulan berturut-turut. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG, dan juga nilai tukar rupiah.
Sementara sentimen positif yang bisa membuat IHSG kembali ke jalur hijau adalah perkembangan harga minyak. Harga si emas hitam mulai merangkak naik setelah terkoreksi akibat kekhawatiran melimpahnya pasokan minyak AS. Ini bisa menjadi angin segar bagi emiten pertambangan yang tengah mengalami tekanan jual.
Namun kenaikan harga minyak masih rapuh, karena bagaimanapun pasokan minyak AS cukup melimpah. Pada pekan kedua Maret, cadangan minyak Negeri Paman Sam bertambah 5 juta barel, lebih tinggi dari estimasi pasar yaitu 2 juta barel.
Kinerja emiten yang masih solid juga bisa mendukung kenaikan IHSG. Laba bersih WEGE naik 104,3% menjadi Rp 287,09 miliar pada akhir 2017. Sementara laba TLKM naik 14,41% ke Rp 22,15 triliun.
Kemudian, IHSG sudah terjerembab di zona merah selama dua hari terakhir. Harga aset yang lebih murah bisa mendorong aksi borong yang menaikkan IHSG.
(aji/aji)
Next Page
Cermati Peristiwa dan Data Berikut
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular