Newsletter

Cermati Peringatan S&P

Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
14 March 2018 06:05
Cermati Peringatan S&P
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
  • IHSG ditutup melemah 1,35% pada perdagangan kemarin.
  • Bursa utama Asia berakhir di zona positif.
  • Wall Street ditutup terkoreksi.
  • S&P memperingatkan soal perkembangan rupiah dan neraca BUMN.

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun cukup signifikan kemarin. Sentimen domestik lebih mewarnai pergerakan bursa, karena pasar regional justru menghijau.

IHSG ditutup melemah 1,35% ke 6.412,85 poin pada perdagangan kemarin. Seluruh sektor saham berakhir di zona merah, dipimpin oleh sektor barang konsumsi yang anjlok hingga 2,35%.

Transaksi berlangsung moderat senilai Rp 8,88 triliun dengan volume 11,73 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 389.755 kali. Sebanyak 104 saham mencatatkan kenaikan harga, 231 saham melemah, sementara 219 stagnan.

Investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp 701,9 miliar. BBRI (Rp 145,03 miliar), TLKM (Rp 143,91 miliar), BMRI (Rp 100,07 miliar), PGAS (Rp 78,8 miliar), dan HMSP (Rp 71,99 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.

IHSG dibebani oleh lemahnya penjualan ritel pada Januari silam. Survei penjualan ritel yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) akhir pekan lalu menujukkan penurunan 1,8% year on year (YoY) pada periode Januari 2018. Pada periode yang sama tahun lalu, penjualan ritel tumbuh 6,3% YoY.

Pelemahan penjualan paling besar terjadi pada komponen makanan, minuman & tembakau. Saham-saham emiten rokok pun dilepas oleh pelaku pasar. GGRM turun 4,18%, HMSP turun 3,88%. GGRM menjadi saham dengan kontribusi terbesar ke-3 bagi pelemahan IHSG.

Selain emiten-emiten produsen rokok, aksi jual pada saham-saham emiten operator telekomunikasi ikut menekan laju pasar saham domestik. TLKM turun 2,62% dan EXCL turun 2,93%. Bahkan, saham TLKM merupakan kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.

Pelemahan saham TLKM nampak disebabkan oleh aksi ambil untung, setelah sempat menguat hingga 5% hanya dalam waktu 3 hari. Untuk EXCL, kinerja saham perusahaan terus berada dalam tekanan semenjak mempublikasikan laporan keuangan pada awal Februari silam. Sepanjang 2017, EXCL membukukan laba bersih Rp 357,22 miliar, turun 0,08% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Indeks sektor pertambangan juga melemah cukup signifikan, yakni sebesar 1,75%. Saham-saham perusahaan batu bara dengan kapitalisasi pasar besar di sektor ini kompak ditutup melemah, seperti ITMG (-3,11%), PTBA (-2,33%), ADRO (-2,25%), dan BUMI (-2,01%).

Harga batu bara global yang terkoreksi lebih dari 1% pada perdagangan kemarin nampaknya menjadi pemberat sektor ini. Selain itu, aturan baru mengenai penetapan batas harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri juga masih menghantui sektor pertambangan. Meskipun kemarin pemerintah merevisi aturan tersebut di mana penetapan harga batu bara tidak jadi berlaku surut, tetapi hal tersebut belum bisa memberikan energi positif bagi saham-saham sektor pertambangan.

Pelemahan IHSG terjadi di tengah penguatan mayoritas bursa saham regional. Indeks Nikkei 225 menguat 0,66%, Hang Seng naik 0,02%, Strait Times bertambah 0,38%, Kospi tumbuh 0,42%, dan FTSE Bursa Malaysia KLCI surplus 0,15%.
Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup melemah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,68%, S&P 500 terkoreksi 0,64%, dan Nasdaq berkurang 1,02%.

Bursa saham Negeri Paman Sam terhempas oleh isu domestik yaitu dicopotnya Menteri Luar Negeri Rex Tillerson. Presiden Donald Trump menggantikan Tillerson dengan Mike Pompeo, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Badan Intelejen Pusat (CIA). Pergantian ini membuat pasar sedikit gusar, karena menebak-nebak bagaimana kebijakan luar negeri AS ke depan.

Selain itu, Wall Street juga terimbas sentimen negatif akibat pemberitaan Politico yang menyebutkan Trump akan mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk-produk China terkait kekayaan intelektual. Bea masuk tersebut dikabarkan akan keluar pekan depan.

Disebutkan bahwa pemerintah AS akan menerapkan bea masuk bagi lebih dari 100 produk China. Akan diatur juga mengenai kemungkinan pembatasan visa bagi warga China atau control yang lebih ketat atas ekspor ke Negeri Tirai Bambu untuk mencegah pencurian kekayaan intelektual.

Kedua faktor ini mampu membuat Wall Street mengalami mood swing. Padahal Wall Street dibuka dengan penuh optimisme karena rilis data inflasi yang sesuai perkiraan.

Inflasi AS periode Februari tercatat sebesar 0,2% month to month (MtM) dan 2,2% YoY, sesuai dengan ekspektasi pasar. Investor nampaknya bisa sedikit bernafas lega setelah rangkaian rilis data ekonomi AS yang mampu menahan The Federal Rerseve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Sebelumnya, data ketenagakerjaan juga di bawah ekspektasi dengan kenaikan upah per jam yang hanya 0,1%. Untuk perdagangan hari ini, perkembangan di Wall Street bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Koreksi Wall Street bisa menular ke Asia, termasuk Indonesia.

Kabar bahwa AS akan memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk China juga bisa menjadi kabar kurang sedap bagi pasar keuangan Asia. Meski targetnya adalah produk-produk made in China, tetapi bahan baku pembuatan produk tersebut bisa berasal dari banyak negara, termasuk Indonesia.

Sentimen negatif lain adalah pernyataan Analis Standard and Poor's (S&P) Global Ratings, Xavier Jean, bahwa Indonesia perlu mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah yang bisa mengarah ke Rp 15.000/US$. Level tersebut adalah ambang psikologis yang jika tertembus maka akan menyulitkan dunia usaha untuk menjalankan aktivitasnya.

Jean juga menyebutkan kekhawatiran soal neraca Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang infrastruktur. BUMN karya dan energi banyak mengambil utang demi memenuhi target pembangunan yang dicanangkan pemerintah sehingga neraca mereka melemah cukup signifikan.

"Ada tren yang akan terus kami pantau. Kami menilai situasi ini akan terus berjalan sampai Pemilu 2019," ungkap Jean, dikutip dari Reuters.

Peringatan dari S&P tersebut menjadi faktor yang perlu dicermati. S&P merupakan lembaga yang cukup konservatif, sehingga ketika mereka menggaribawahi sesuatu berarti memang ada yang perlu mendapat perhatian.

Sentimen negatif lainnya bisa datang dari harga komoditas. Harga minyak masih mengalami tekanan. Investor khawatir pasokan minyak dari AS yang melimpah, setelah konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan cadangan minyak Negeri Paman Sam pada pekan ke-2 Maret akan bertambah 1,5 juta barel dari posisi 425,9 juta barel pada pekan sebelumnya.

Ambil untung alias profit taking juga masih menjadi risiko yang membayangi IHSG. Meski turun cukup dalam kemarin, IHSG masih surplus 0,9% sejak awal tahun. Masih ada sisa keuntungan yang bisa dicairkan investor.

Sementara faktor yang bisa mengembalikan IHSG ke zona hijau adalah koreksi signifikan yang terjadi kemarin membuat harga aset menjadi lebih murah. Ini bisa menyebabkan aksi borong yang mendukung penguatan IHSG.

Perkembangan dolar AS juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Greenback masih dalam mode defensif setelah rilis data inflasi AS yang sesuai ekspektasi pasar. Sepertinya keenaikan suku bunga acuan tidak akan terlalu agresif, yang membuat dolar AS sulit menguat signifikan.

Dolar AS masih melanjutkan pelemahannya, yang terjadi sejak akhir pekan lalu. Momentum ini bisa dimanfaatkan rupiah untuk terapresiasi, dan berpengaruh positif buat IHSG.

Sentimen positif juga berhembus dari pasar obligasi negara. Kemarin, pemerintah melelang enam seri Surat Berharga Negara (SBN) yang hasilnya cukup menggembirakan.

Penawaran yang masuk mencapai Rp 46,47 triliun, lebih tinggi dibandingkan lelang-lelang sebelumnya meski belum menyamai pencapaian awal tahun. Ini bisa menjadi pertanda bahwa risk appetite investor, terutama asing, sudah kembali, walau masih sangat dini. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat koordinasi membahas perkembangan proyek Light Rail Transit (10.30 WIB).
  • Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat koordinasi membahas Ease of Doing Business (16.00 WIB).
  • Rilis data produksi industri China periode Februari 2018 (09.00).
  • Testimoni Presiden Bank Sental Uni Eropa (ECB) Mario Draghi (15.00).
  • Rilis data pertumbuhan penjualan ritel AS periode Februari 2018 (19.30).
  • Rilis data perubahan cadangan minyak AS pekan ke-2 Maret 2018 (21.30).
Berikut perkembangan sejumlah bursa utama dunia:
Cermati Peringatan S&P
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Cermati Peringatan S&P
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Cermati Peringatan S&P
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Cermati Peringatan S&P
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Cermati Peringatan S&P
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular