
Newsletter
Bekal Positif untuk Awali Pekan
Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 February 2018 06:18

Sementara itu, Wall Street melanjutkan penguatannya pada penutupan perdagangan akhir pekan. Indeks Dow Jones naik 1,39% ke 25.309,99. Lalu S&P 500 ditutup menguat 1,6% menjadi 2.747,30 dan Nasdaq bertambah 1,77% ke 7.337,39. Indeks Dow Jones dan S&P 500 berhasil menyelesaikan pekan ini dengan menorehkan performa mingguan yang positif, dengan masing-masing tercatat menguat 0,4% dan 0,6%.
Meskipun demikian, dalam sepekan lalu Wall Street masih terlihat bergerak dengan volatilitas yang tinggi. Volatilitas Wall Street yang tinggi memang terjadi lantaran investor akhir-akhir ini merasa gelisah tentang pertumbuhan ekonomi yang berjalan terlalu panas dan apakah kondisi tersebut dapat menyebabkan The Fed menaikkan tingkat suku bunga lebih agresif dari yang direncanakan.
Namun pada akhir pekan lalu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun telah menurun ke 2,875% setelah beberapa hari sebelumnya mampu mencatat rekor tertinggi dalam 4 tahun yang sebesar 2,94%. Turunnya imbal hasil obligasi AS mungkin merupakan sebuah pertanda bahwa kenaikan suku bunga acuan secara agresif oleh the Federal Reserve telah usai dimasukkan dalam perhitungan (priced-in) pelaku pasar. Hal ini lantas memberikan kesempatan bagi bursa saham dunia, termasuk bursa regioanal, untuk kembali menguat.
Menurunnya imbal hasil obligasi AS turut dipicu oleh pernyataan Presiden The Fed St Louis James Bullard yang menyebutkan kenaikan suku bunga yang agresif membuat kebijakan The Fed terbatas. Oleh karena itu, Bullard memperkirakan kenaikan suku bunga acuan tahun ini tidak akan mencapai 120 basis poin.
Investor juga masih mencerna pernyataan lainnya dari anggota pemungutan suara di panel kebijakan The Fed. Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester menyampaikan bahwa inflasi akan sebesar 2% dan berkelanjutan hingga beberapa tahun ke depan.
Selain itu, Presiden The Fed New York William Dudley berpendapat bahwa pemangkasan neraca keuangan The Fed berjalan lancar. Seperti diketahui, neraca keuangan The Fed melonjak hingga lebih dari US$ 4 triliun menyusul terjadinya krisis finansial global 2007-2008. (aji/aji)
Meskipun demikian, dalam sepekan lalu Wall Street masih terlihat bergerak dengan volatilitas yang tinggi. Volatilitas Wall Street yang tinggi memang terjadi lantaran investor akhir-akhir ini merasa gelisah tentang pertumbuhan ekonomi yang berjalan terlalu panas dan apakah kondisi tersebut dapat menyebabkan The Fed menaikkan tingkat suku bunga lebih agresif dari yang direncanakan.
Namun pada akhir pekan lalu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun telah menurun ke 2,875% setelah beberapa hari sebelumnya mampu mencatat rekor tertinggi dalam 4 tahun yang sebesar 2,94%. Turunnya imbal hasil obligasi AS mungkin merupakan sebuah pertanda bahwa kenaikan suku bunga acuan secara agresif oleh the Federal Reserve telah usai dimasukkan dalam perhitungan (priced-in) pelaku pasar. Hal ini lantas memberikan kesempatan bagi bursa saham dunia, termasuk bursa regioanal, untuk kembali menguat.
Menurunnya imbal hasil obligasi AS turut dipicu oleh pernyataan Presiden The Fed St Louis James Bullard yang menyebutkan kenaikan suku bunga yang agresif membuat kebijakan The Fed terbatas. Oleh karena itu, Bullard memperkirakan kenaikan suku bunga acuan tahun ini tidak akan mencapai 120 basis poin.
Investor juga masih mencerna pernyataan lainnya dari anggota pemungutan suara di panel kebijakan The Fed. Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester menyampaikan bahwa inflasi akan sebesar 2% dan berkelanjutan hingga beberapa tahun ke depan.
Selain itu, Presiden The Fed New York William Dudley berpendapat bahwa pemangkasan neraca keuangan The Fed berjalan lancar. Seperti diketahui, neraca keuangan The Fed melonjak hingga lebih dari US$ 4 triliun menyusul terjadinya krisis finansial global 2007-2008. (aji/aji)
Next Page
Harga Minyak Melonjak
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular