Wawancara Soebronto Laras

Bos Indomobil Pusing Gegara Industri Otomotif RI Megap-megap

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 September 2020 06:00
Soebronto Laras (Ist PT Suzuki Indomobil Motor)
Foto: Soebronto Laras (Dokumentasi Suzuki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 telah memukul seluruh sektor perekonomian dalam negeri, tidak terkecuali sektor otomotif. Hal itu tergambar dari tingkat penjualan yang sempat anjlok hingga 95% per Mei 2020.

Perlahan, level penjualan mulai menunjukkan perbaikan, tapi tentu masih jauh dari harapan pelaku industri otomotif.

Dalam program Closing Bell, CNBC Indonesia Selasa (15/09/2020), Presiden Komisaris Indomobil Sukses Internasional Soebronto Laras buka-bukaan soal masa depan industri yang digelutinya.

"Rasanya sih apa yang kita rasakan sejak bulan April ya luar biasa. Saya pikir itu problem so big ya kemarin. Karena bukan itu saja ya, kita bicara cashflow saja susah untuk menutupi ongkos bayar gaji dan lain sebagainya. This is big, big problem," katanya.



Berikut adalah petikan lengkap wawancara tersebut:

Bagaimana Anda melihat tantangan otomotif di masa pandemi Covid-19?
Rasanya sih apa yang kita rasakan sejak bulan April ya luar biasa. Saya pikir itu problem so big ya kemarin. Karena bukan itu saja ya. Kita bicara cashflow saja susah untuk menutupi ongkos bayar gaji dan lain sebagainya. This is big, big problem. Memang kalau kita lihat sampai bulan lalu kan tadi dipaparkan juga ya memang ini juga kira-kira di atas 50% kan down dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kita dari industri otomotif sudah memperkirakan tahun ini, sejak adanya pandemi, paling enggak kita perkirakan kalau bisa di bawah 40% saja sudah bagus itu. Kita tahu tahun lalu (penjualan) sekitar 1 juta di atas dikit. 1,5 juta kira-kira.

Belakangan ada wacana pajak mobil baru akan dinolkan. Apakah efektif mendorong daya beli masyarakat untuk kemudian membeli mobil baru?
Saya sendiri sudah hampir 50 tahun waktu kita dirangsang bikin industri mobil itu. Waktu itu ada insentif luar biasa. Misal sedan belum kita impor waktu itu. diizinkan full CKD (completely knock down) dengan bea masuk 100% malah. Commercial car dikasih 0% waktu itu dengan harapan semua orang akan beranjak membuat mobil komersial yang relatif lebih murah.

Nah sekarang kalau mau bicara soal pajak ya. Ada misalnya ada niatan pemerintah untuk ke menolkan pajak. Kita mesti ingat juga menyadari orang beli mobil itu menyadari 30% sampai 40% itu adalah harga mobil itu adalah pajak pemerintah. Mulai dari yang namanya pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah sama bea balik nama.

Jadi itu kalau mau dihitung betul, kalau mau beli harganya misalnya Rp 100 juta, Rp 40 juta itu revenue (pendapatan) pemerintah. Ini dari dulu sudah dijadikan target kaya gitu. Karena mungkin komoditas high level ya. Kita 270 juta orang tapi yang beli mobil waktu yang tertinggi 1, 2 juta. kita memang masih masih jauh dari kenyataan gitu.

Ketika dihilangkan otomatis harga mobil turun? Kalau memang ada kemungkinan ya kita happy betul ya kalau misalnya betul-betul akan dihilangkan semua perpajakan yang sekarang ini ada di industri otomotif. Ya penjualan mobil itu yang saya katakan tadi yang paling sedikit paling enggak 35%-40% itu adalah bisa menjadi cost reduction orang juga akan happy.

Ini jadi problem buat kita. Kita udah marketnya jatuh tetapi kita kan yang namanya pajak itu kan jalan terus. This is problem juga. Apalagi rencana awalnya kan memang kita mau memproduksi satu juta lebih ini tahun 2020 tapi kenyataannya kan cuma berhasil Januari, Februari, Maret yang kira-kira 80.000 itu perbulannya. Begitu April sampai sekarang ini langsung anjlok ya kan yang total kita membandingkan ya kira-kira mendekati 55% lah sekarang ini. This is the problem gitu.

Ketika ini dilakukan pemerintah seberapa besar akan mengerek penjualan industri otomotif? 
Saya nggak terlalu yakin ya karena begitu besar kita masih melihat ini. Kalau dalam keadaan normal ya itu revenue orang jual mobil tahun lalu itu kayaknya kan sekitar Rp 240 triliun dan Rp 84 triliun itu adalah pajak pemerintah. Jadi ini jadi masalah kalau kita bicara di otomotif. Ditambah lagi sama motor itu Rp 175 triliun. Memang pajaknya lebih kecil karena di motor nggak ada pajak barang mewahnya.

Petugas melakukan pengecekan fisik kendaraan sebelum di kirimkan ke pelanggan di Dealer Honda Sawangan, Depok, Jawa Barat (17/9/2020). Kementerian Perindustrian mengusulkan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar 0 persen atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor (PKB). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)Foto: Ilustrasi penjualan mobil baru (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)



Tapi ya problematik ya apakah pemerintah siap untuk ke membantu industri otomotif dengan misalnya revenue yang saya katakan tadi sebesar itu rela untuk dihapuskan? ini yang buat saya tanda tanya besar. Karena terus terang, pajak dari dulu jadi rules of the games untuk bermain di otomotif.

Misalnya mobil LCGC kan. Harga Rp 100 juta itu juga nggak ada pajak barang mewah. Ttu dihapuskan tetapi diharuskan dalam waktu 5 tahun mobil itu sudah 92% harus dibuat di dalam negeri komponennya. Jadi insentif itu diberikan untuk supaya nilai tambah dalam negerinya bertambah gitu. Kita lihat juga sebagai kenyataannya misalnya konsep itu berhasil apa nggak.

Pada waktu misalnya ada mau lahir mobil nasional Timor. Ingat kan? Waktu itu mobil itu berbentuk sedan diimpor CBU yang tadinya misal impor CBU dengan bea masuk 100% pajak barang mewahnya 40%, waktu itu di nolkan oleh pemerintah. Kebetulan saya menjadi Ketua Gaikindo pada waktu itu. Ya kita kalang kabut juga waktu itu.

Karena kita bikin mobil sederhana yang based-nya adalah kendaraan komersial dan itu dibebaskan dari pajak waktu itu. Waktu itu that is the biggest problem yang kita alami dalam perjalanan industri otomotif nasional.

Jadi realistiskah kalau pajak mobil baru dinolkan?
Rasanya kembali lagi, kalau dulu ya karena itu dikaitkan-kaitkan sama model mobil. Makanya kalau kita melihat semisalnya pajak yang paling mahal, PPnBM itu adalah di kendaraan sedan ya kan. Sedan itu makanya waktu itu ada 30% dan 40% dia masuknya. Bahkan sekarang ini kalau kita impor yang mewah sekali kan di atas 100%.

Kalau yang dibuat di dalam negeri memang rata-rata kendaraan sekarang ini disebut 4x2 itu adalah minibus. Minibus itu yang 10% ya kan. Dan itu sudah mulai digeser-geser karena ada semacam bentuk SUV yang bergerak dari 4x2 yang menjadi 15%. Nah ini yang menjadi masalah. Tapi tetap saja sedan masih dipertahankan di 30%. Padahal kalau mau bicara mesinnya, cc-nya itu saya rasa sama. Tetapi karena jenisnya appearance-nya itu adalah sedan ya udah nggak main-main gitu

Saya pribadi juga sempat kerepotan luar biasa waktu kita membikin mobil nasional MR90. Mobil Rai 90 itu berbentuk sedan yang awalnya sih dijanjikan kalau saya bikin di dalam negeri itu akan dibebaskan karena bentuk sedan pajak 40% waktu itu.

Saya bilang "Pak hati-hati" dijawab "Sudah enggak apa-apa, kalau you berhasil bikin dalam negeri dengan kandungan lokal yang cukup tinggi kita akan nol kan". Tapi waktu itu mobilnya jadi saya perkenalkan ke Pak Harto (Presiden ke-2 RI Suharto) ya kan dites Pak Harto atau segala macam.. Begitu mau dijual nggak bisa karena definisinya mobil itu adalah sedan. Sehingga kembali lagi kami dikenakan 40%. Terus terang saja itu hancurlah kita. Hancurlah proyek itu sama sekali nggak bisa jalan.

Bagaimana harapan industri otomotif terkait wacana pajak 0% untuk mobil baru?


Pada saat ini sih sebetulnya memang karena kita sudah berjalan terlampau lama ya bahwa memang kebetulan industri yang kita geluti ini adalah menjadi the biggest revenue pemerintah. Kalau memang sekarang ada pemikiran katakanlah ini akan dinol kan ya pajak barang mewahnya itu baru sebagian saja. Yang saya katakan tadi, mungkin diantara 30%, 35% atau 40% itu baru 15% yang dihapuskan. Kalau mobil yang paling banyak ya 75% adalah kendaraan penumpang yang berbasis lokal 4x2 itu.

Kita melihat apakah 10% itu worth it atau nggak pastilah setiap penurunan akan tentunya ada nilainya. Ya tentu sangat menghargai tapi problematik itu. Ketika nanti keadaan normal lagi, mau dinaikkan lagi kan sama juga. This is the problem. Kembali lagi kita harus melihat itu sebagai kenyataan ya apa yang kita bisa lakukan.

Sampai Desember 2020 akankah kebijakan itu bisa membantu penjualan? 


Saya masih belum bisa meliha. Begini, karena sekarang ini industrinya juga tertatih-tatih. Khususnya mid car yang dibuat di Indonesia itu kita juga masih tergantung dari pada komponen impor ya kan, komponen dari domestik supplier.

Itu banyak sekali yang terlibat jadi satu dengan yang lain itu juga sekarang ini nggak berjalan seiring. Ada yang punya problem. Ini yang menjadi masalah apakah rencana misalnya kita the next misal mau sampai akhir 2020 ya kita bicara kuartal IV, masuknya 3 bulan. Kemudian 3 bulan itu kalau kita bisa menjual seperti yang Januari, Februari, Maret penjualan 80.000 unit dan kekuatan yang kita katakan normal begitu, itu kan baru kita berbicara 240.000 lagi.

Nah ini yang tentunya masih big question. Tapi saya pribadi menghargai sekali kalau bapak menteri perindustrian bisa ikut membantu karena problematik sekarang ini semua pabrik rasanya pabrik otomotif, pabrik komponen yang terlibat, semuanya itu mengalami kerugian yang nggak kecil terus terang saja. Kami melibatkan kira-kira 12 komponen semuanya merugi. Pabrik komponen yang masih untung cuma pabrik ban karena pabrik ban itu membuat aftermarket.

Jadi kita mesti sadar memang ada 20 juta mobil di dalam yang berjalan di negara kita. Dia butuh ban misalnya. Jadi itu yang masih menjadi kekuatan tapi kalau pabrik ban men-supply kepada pabrik mobil dalam keadaan normal kan cuman satu juta mobil kali 5 ban ya 5 juta kan. Tapi kalau untuk membuatnya after market itu jauh lebih besar. Jadi memang semuanya sekarang ini sedang menghadapi masalah besar semua pabrik yang membuat komponen itu menghadapi masalah.



Bagaimana utilisasi pabrik otomotif sekarang?


Kita total market ya, sebetulnya punya rencana produksi kemampuannya 250.000. Kira-kira begitu. Kami sendiri Suzuki misalnya kita punya pabrik yang agak lama di Tambun Bekasi itu 130.000. Yang baru kita bangun lagi di Cikampek itu juga 130.000, jadi 260.000.

Sekarang itu kalau kita misalnya Suzuki bisa menjual 100.000 saja sudah bagus tuh keadaanya. Jadi bisa dibayangkan, apa yang terjadi dengan investasi yang baru kita lakukan itu. Karena pabrik yang baru di Cikarang itu ya robotik dan lain sebagainya yang kita siapkan untuk ekspor dan lain sebagainya itu sekarang berjalan tertatih-tatih gitu dan this is the big investment ya.

Karena kita investasi kira-kira hampir US$ 1 miliar tuh yang di Cikarang. Sekarang ini tertatih-tatih belum lagi sekarang ada pandemi segala macam merumahkan karyawan. This is the big-big problem yang kita harus hadapi.

Bagaimana tanggapan Anda dengan tingkat suku bunga saat ini?
Yang juga menjadi problematik itu adalah misalnya retail financing ya. Itu kan sekarang ini orang beli mobil, sepeda motor segala macam itu kebanyakan kan kredit. Malah ada kemudahan ada semacam relaksasi OJK memberikan kalau bisa down payment 0% itu diizinkan sekarang, dulu nggak boleh.

Dulu tuh paling enggak 30% down payment untuk penjualan kredit. Sekarang itu dikasih tapi problematiknya di negara kita ini kan juga ada banyak masalah. Yang namanya akhirnya menjadi non performing loan ya. Apalagi sekarang yang namanya kasih customer enggak bisa bayar ya kan.

Lalu seolah-olah ada izin pemerintah untuk relaksasi sampai dengan bulan Februari tahun depan ya kan. Jadi orang juga kalau ditagih kadang-kadang "lho katanya pemerintah boleh-boleh ditangguhkan dulu". Jangan dibayar gitu.

Ini juga ini banyak sekali statement-statement yang akhirnya terus terang saja membuat kita pusing. Kalau kita melihat apa yang terjadi sekarang ya laporan OJK itu yang namanya NPL daripada financial company yang khususnya di otomotif itu naik tinggi sekarang. Sudah berada di atas 5% berat buat kita.

Pandangan industri otomotif sampai akhir 2020 bagaimana?


Ya Insya Allah lah. Kita pikir kalau bulan lalu sudah naik ke 37.000, saya katakan tadi kan kalau bisa itu tiga bulan pertama tahun ini yang 80.000 Itu bisa kita capai, mudah-mudahan kuartal keempat ini bisa. Tetapi kalau melihat situasinya kaya begini, ada PSBB segala macam, ini kan susah. Showroom juga sekarang dijagain terus, kalau kelebihan ditangkap, nggak boleh jualan. Bengkel juga begitu. Kadi problematik buat kita.

Kita lihat situasinya kaya begini ya tentunya harapan kita ya mudah-mudahan pemerintah aware problematik yang terjadi. Karena terus terang di otomotif ini cukup banyak yang terlibat bukan cuma kita-kita yang di industri downstream akan tetapi upstream juga banyak, yaitu pabrik-pabrik. Belum lagi diler-diler. Itu total di Indonesia tuh mungkin hampir 2.000 showroom yang jualan mobil itu mati semua kalau begini keadaannya. This is problem.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular