
Special Interview
Garuda Buka-Bukaan Soal KSO dengan Sriwijaya & Air Asia
tahir saleh, CNBC Indonesia
21 January 2019 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi perusahaan maskapai penerbangan atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyatakan dampak penurunan tarif penerbangan sangat terasa di rute-rute gemuk dengan tingkat permintaan tinggi.
Demikian diungkapkan Ketua INACA I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dalam wawancara eksklusif CNBC TV Indonesia yang dipandu Juanita 'Aline' Waratmaja, Selasa (15/1/2019).
Mantan Dirut PT Pelindo (Perserp) III yang akrab disapa Ari Askhara ini juga mengungkapkan bagaimana kondisi industri penerbangan dan maskapai BUMN yang dia pimpin saat ini, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), setelah kerja sama operasi (KSO) dengan Sriwijaya Air.
Berikut petikannya:
Apakah penurunan harga tiket sudah dinikmati penumpang?
Kami berharap sudah dinikmati. Kami sudah pantau, sudah turun, dan lebih dari 60%, dari semua flight. Memang kapasitas [tiket murah] berkisar 10-30 persen, namun pada jam-jam prime tidak diturunkan. Memang penurunan di jam-jam yang kurang peminatnya, tapi overall sudah turun semua.
Kenapa di jam-jam prime tidak diturunkan harga?
Iya, karena memang demand-nya masih tinggi dan ini sesuai dengan mekanisme supply and demand.
Rute mana saja yang diturunkan?
Rute yang terasa paling banyak peminat dan ini sudah diperhitungkan. Misalnya, Denpasar, Surabaya, kemudian Jogjakarta, dan Bandung. Untuk Aceh, ada beberapa yang di jam tertentu diturunkan 60% [harga], tapi ada juga yang harganya normal. Surabaya paling terasa, sekitar Rp 300.000 penurunan.
Bagaimana pantauan semua anggota INACA?
Saya sudah pantau dan selama dua hari terakhir kami komunikasikan, cek satu-satu dan cek ke Kementerian Perhubungan untuk harga setiap harinya.
Bagaimana ketika fakta di lapangan berbeda?
Kami dapatkan laporan, Kemenhub akan merespons. Akan ditegur jika di luar komitmen bersama, ada monitoring, harga tidak boleh lebih dari TBA [tarif batas atas].
Alokasi tiket murah 30 persen, bagaimana carinya?
Untuk cari tiket murah, cari di travel agent online, bisa bandingkan, di-filter harga termurah pada jam-jam tertentu. Contoh, Jakarta-Surabaya, itu jam 3 lewat [subuh] murah. Kalau enggak ketemu hari itu, bisa dicek hari berikutnya, atau minggu depannya. Dan memang kami sampaikan, yang bepergian bisa pesan jauh-jauh hari. Itu kapasitas 30 persen dari semua flight alokasinya diberikan ke tiket murah dan bisa dijangkau, tapi bila demand naik, di atas 30 persen, maka harga tiket akan naik secara bertahap. Misalnya, sampai berangkat, lalu esok harinya jadi mahal kalau beli lagi.
Jangka waktu pemesanan?
Itu [alokasi 30%] pasti akan dijual untuk kapasitas seminggu ke depan sampai 3 bulan ke depan. Bisa dipersiapkan untuk variasi waktu jauh-jauh hari sebelumnya, untuk semua rute. Tapi di jam-jam tertentu. Bisa dilihat langsung di travel agent online, misalnya Traveloka, Tiket.com, atau Bukalapak. Kami tidak ada sembunyikan atau gimmick seperti itu. Kami sampaikan bahwa ada 30% kapasitas flight yang tiketnya akan dijual murah hingga 60 persen.
Dengan penurunan, apakah keuangan maskapai lebih 'berdarah'?
Maskapai sudah mengalami kesulitan sejak akhir 2016 hingga 2018. Saat ini ada 11 maskapai penerbangan berjadwal, semua mengeluhkan. Kami di INACA berkomitmen hanya mengalokasikan 30% dari kapasitas penerbangan untuk tiket murah. Kami tidak buka semua karena tidak mungkin, karena itu jelas akan mempercepat kinerja kami semakin memburuk. Namun dengan kapasitas 30% flight, kami bisa maintenance safety dan servis kepada penumpang.
Untuk komitmen, berapa lama penurunan ini?
Ya belum ada batas waktu, tapi kami berharap pemerintah dan stakeholders memberikan penurunan tarif juga bagi maskapai untuk cost tarif, fuel avtur, dan kurs. Biaya-biaya itu berkisar antara 4-45 persen dari cost semua maskapai.
Harapan maskapai penerbangan ke depan?
Kami berharap ada penurunan harga avtur. Kalau Pertamina enggak bisa kasih 10 persen turun, maka perlu ada komitmen dan dukungan pemerintah agar harga fuel avtur lebih kompetitif. Memang tidak mudah, karena komponennya cukup banyak. Tapi ada satu hal juga yang kami minta agar Angkasa Pura (AP) 1 dan Angkasa Pura 2, bisa menurunkan charge fuel yang masuk ke pesawat. Kami sudah kirimkan surat ke AP 1 dan AP 2, serta Pertamina dan juga kami tembuskan pula ke regulator [Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub].
Bagaimana dengan komitmen lain Pak? Parkir?
Kami sudah minta juga ke AP, juga secara verbal minta komitmen AP, juga Airnav Indonesia, untuk penurunan biaya kebandaraan dan navigasi seperi landing fee, pair fee, dan charge ruangan. Katanya kami akan diberikan cash back sehingga mereka enggak nurunin tarif, tapi kami akan diberikan diskon, kami sudah buat surat. Untuk sementara kami tunggu perhitungan berapa besar cash back-nya.
Setelah penurunan harga tiket, seperti apa bisnis maskapai?
Kami harap pemerintah bisa support untuk proteksi maskapai penerbangan. Pemerintah juga agar tidak menambah jumlah maskapai dari saat ini 11 [maskapai berjadwal]. Dan sekali lagi, soal regulator yang mudah memberikan slot bagi maskapai asing untuk hub-hub [rute pengumpul] kita di Medan, Jakarta, Balikpapan, Jogyakarta, dan Denpasar dan Makassar, sehingga mereka bisa mudah menambah frekuensi domestik untuk hub-hub tersebut.
Apa yang ingin diutarakan kepada regulator?
Kami sangat kesulitan dapat slot penerbangan internasional, terutama di hub-hub seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Istanbul. Kami susah dapat slot, sementara kami lihat penambahan slot untuk maskapai asing di Jakarta dan Denpasar begitu mudah. Seperti itu, regulator mestinya membatasi, kami dari INACA akan berbicara soal itu.
Seberapa kompetitif avtur di luar negeri?
Avtur di Indonesia cukup banyak, bisa ditanya ke Pertamina. Ada komponen konsesi yang diberikan AP 1 dan AP 2 kepada kami, yang pasti dengan begitu ada cost yang berkurang dan harga tiket.
Perlukah avtur di jual selain Pertamina?
Seharusnya begitu, sama seperti yang [di negara] lainnya, tapi itu domainnya pemerintah dan Pertamina.
Halaman Berikutnya >>>
Demikian diungkapkan Ketua INACA I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dalam wawancara eksklusif CNBC TV Indonesia yang dipandu Juanita 'Aline' Waratmaja, Selasa (15/1/2019).
Mantan Dirut PT Pelindo (Perserp) III yang akrab disapa Ari Askhara ini juga mengungkapkan bagaimana kondisi industri penerbangan dan maskapai BUMN yang dia pimpin saat ini, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), setelah kerja sama operasi (KSO) dengan Sriwijaya Air.
Berikut petikannya:
Apakah penurunan harga tiket sudah dinikmati penumpang?
Kami berharap sudah dinikmati. Kami sudah pantau, sudah turun, dan lebih dari 60%, dari semua flight. Memang kapasitas [tiket murah] berkisar 10-30 persen, namun pada jam-jam prime tidak diturunkan. Memang penurunan di jam-jam yang kurang peminatnya, tapi overall sudah turun semua.
Kenapa di jam-jam prime tidak diturunkan harga?
Iya, karena memang demand-nya masih tinggi dan ini sesuai dengan mekanisme supply and demand.
Rute mana saja yang diturunkan?
Rute yang terasa paling banyak peminat dan ini sudah diperhitungkan. Misalnya, Denpasar, Surabaya, kemudian Jogjakarta, dan Bandung. Untuk Aceh, ada beberapa yang di jam tertentu diturunkan 60% [harga], tapi ada juga yang harganya normal. Surabaya paling terasa, sekitar Rp 300.000 penurunan.
Bagaimana pantauan semua anggota INACA?
Saya sudah pantau dan selama dua hari terakhir kami komunikasikan, cek satu-satu dan cek ke Kementerian Perhubungan untuk harga setiap harinya.
Bagaimana ketika fakta di lapangan berbeda?
Kami dapatkan laporan, Kemenhub akan merespons. Akan ditegur jika di luar komitmen bersama, ada monitoring, harga tidak boleh lebih dari TBA [tarif batas atas].
Alokasi tiket murah 30 persen, bagaimana carinya?
Untuk cari tiket murah, cari di travel agent online, bisa bandingkan, di-filter harga termurah pada jam-jam tertentu. Contoh, Jakarta-Surabaya, itu jam 3 lewat [subuh] murah. Kalau enggak ketemu hari itu, bisa dicek hari berikutnya, atau minggu depannya. Dan memang kami sampaikan, yang bepergian bisa pesan jauh-jauh hari. Itu kapasitas 30 persen dari semua flight alokasinya diberikan ke tiket murah dan bisa dijangkau, tapi bila demand naik, di atas 30 persen, maka harga tiket akan naik secara bertahap. Misalnya, sampai berangkat, lalu esok harinya jadi mahal kalau beli lagi.
Jangka waktu pemesanan?
Itu [alokasi 30%] pasti akan dijual untuk kapasitas seminggu ke depan sampai 3 bulan ke depan. Bisa dipersiapkan untuk variasi waktu jauh-jauh hari sebelumnya, untuk semua rute. Tapi di jam-jam tertentu. Bisa dilihat langsung di travel agent online, misalnya Traveloka, Tiket.com, atau Bukalapak. Kami tidak ada sembunyikan atau gimmick seperti itu. Kami sampaikan bahwa ada 30% kapasitas flight yang tiketnya akan dijual murah hingga 60 persen.
Dengan penurunan, apakah keuangan maskapai lebih 'berdarah'?
Maskapai sudah mengalami kesulitan sejak akhir 2016 hingga 2018. Saat ini ada 11 maskapai penerbangan berjadwal, semua mengeluhkan. Kami di INACA berkomitmen hanya mengalokasikan 30% dari kapasitas penerbangan untuk tiket murah. Kami tidak buka semua karena tidak mungkin, karena itu jelas akan mempercepat kinerja kami semakin memburuk. Namun dengan kapasitas 30% flight, kami bisa maintenance safety dan servis kepada penumpang.
Untuk komitmen, berapa lama penurunan ini?
Ya belum ada batas waktu, tapi kami berharap pemerintah dan stakeholders memberikan penurunan tarif juga bagi maskapai untuk cost tarif, fuel avtur, dan kurs. Biaya-biaya itu berkisar antara 4-45 persen dari cost semua maskapai.
Harapan maskapai penerbangan ke depan?
Kami berharap ada penurunan harga avtur. Kalau Pertamina enggak bisa kasih 10 persen turun, maka perlu ada komitmen dan dukungan pemerintah agar harga fuel avtur lebih kompetitif. Memang tidak mudah, karena komponennya cukup banyak. Tapi ada satu hal juga yang kami minta agar Angkasa Pura (AP) 1 dan Angkasa Pura 2, bisa menurunkan charge fuel yang masuk ke pesawat. Kami sudah kirimkan surat ke AP 1 dan AP 2, serta Pertamina dan juga kami tembuskan pula ke regulator [Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub].
Bagaimana dengan komitmen lain Pak? Parkir?
Kami sudah minta juga ke AP, juga secara verbal minta komitmen AP, juga Airnav Indonesia, untuk penurunan biaya kebandaraan dan navigasi seperi landing fee, pair fee, dan charge ruangan. Katanya kami akan diberikan cash back sehingga mereka enggak nurunin tarif, tapi kami akan diberikan diskon, kami sudah buat surat. Untuk sementara kami tunggu perhitungan berapa besar cash back-nya.
Setelah penurunan harga tiket, seperti apa bisnis maskapai?
Kami harap pemerintah bisa support untuk proteksi maskapai penerbangan. Pemerintah juga agar tidak menambah jumlah maskapai dari saat ini 11 [maskapai berjadwal]. Dan sekali lagi, soal regulator yang mudah memberikan slot bagi maskapai asing untuk hub-hub [rute pengumpul] kita di Medan, Jakarta, Balikpapan, Jogyakarta, dan Denpasar dan Makassar, sehingga mereka bisa mudah menambah frekuensi domestik untuk hub-hub tersebut.
Apa yang ingin diutarakan kepada regulator?
Kami sangat kesulitan dapat slot penerbangan internasional, terutama di hub-hub seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Istanbul. Kami susah dapat slot, sementara kami lihat penambahan slot untuk maskapai asing di Jakarta dan Denpasar begitu mudah. Seperti itu, regulator mestinya membatasi, kami dari INACA akan berbicara soal itu.
Seberapa kompetitif avtur di luar negeri?
Avtur di Indonesia cukup banyak, bisa ditanya ke Pertamina. Ada komponen konsesi yang diberikan AP 1 dan AP 2 kepada kami, yang pasti dengan begitu ada cost yang berkurang dan harga tiket.
Perlukah avtur di jual selain Pertamina?
Seharusnya begitu, sama seperti yang [di negara] lainnya, tapi itu domainnya pemerintah dan Pertamina.
Halaman Berikutnya >>>
Next Page
Soal Peluang Membeli Saham Sriwijaya
Pages
Most Popular