Special Interview

Eksklusif: Blak-blakan Kemendag Soal Tuntutan Trump Rp 5 T

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
10 August 2018 12:09
RI dituntut AS ganti rugi Rp 5 triliun.
Foto: Ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia tengah menghadapi tuntutan Rp 5 triliun dari Amerika Serikat.

Tuntutan itu berawal dari kebijakan impor hortikultura, hewan dan produk hewan yang ditetapkan Indonesia. Kemudian, AS dan Selandia Baru menggugat karena kebijakan itu dinilai membatasi dan melarang impor.

Sengketa berlanjut di WTO, yang kemudian dimenangkan AS dan Selandia Baru. Dengan kata lain, RI diminta mengubah peraturan itu.

Indonesia pun lalu mengubah peraturan tersebut, namun ternyata AS masih belum puas hingga keluar tuntutan Rp 5 yang dihitung dari kerugian industri Negeri Paman Sam akibat kebijakan RI.

Untuk mengetahui bagaimana RI menghadapi kasus ini, pada Kamis (9/8/2018), CNBC Indonesia mewawancarai Dirjen Perdangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan.

Bagaimana latar belakang hingga gugatan terbaru dari AS di WTO?

Iya itu awalnya memang soal hortikultura. Jadi, [berkas] kasusnya kita itu di DS477 dan DS478, di mana kita dianggap restriktif.

Dan, kemudian sudah berproses, pertama kita kalah, kemudian kita banding, dan kemudian kalah lagi.

Sehingga, putusan panel ini harus segera diikuti, ada 18 measures yang harus dirubah.

Dari 18 measures soal impor hortikultura ini, apa saja Pak?

Dari 18 measures, yang lainnya saya pikir kita sudah bisa penuhi, tinggal intinya bahwa ada pembatasan pengajuan perizinandan pembatasan masuknya barang. Ini dua yang utama, yang lainnya sudah.

Pembatasan waktu ini, contohnya seperti apa?

Pengajuan izin yang mereka permasalahkan adalah bahwa pengajuan permohonan izin dari para importir di sini tidak bisa diproses karena belum masuk masa pengajuannya. Jadi, pintu pengajuannya dibatasi. Harusnya pintu pengajuan itu bisa sepanjang tahun. Jadi, misalnya kalau mau impor apel, tidak bisa mengajukan izin pada bulan-bulan tertentu. Nah itu tidak boleh, harus sepanjang waktu dibuka menurut putusan WTO. Lalu pemasukan barang pun tidak boleh dibatasi waktunya. Ini menurut mereka melanggar free trade.

Intinya, bahasa restriktifnya adalah bahwa kita tidak boleh lagi ada pembatasan tentang pengajuan perizinan impornya dan pembatasan jangka waktu importasi barangnya. Itu sudah tidak boleh.

Kemudian, kita segera melakukan perubahan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Permentan serta Permendag itu sudah kita selesaikan, kita sudah sampaikan bahwa Permendag dan Permentan itu sudah selesai.

Cuma mungkin pihak AS masih mempelajari dan dianggap, masih melihat ada inkonsistensi. Mungkin begitu. Sehingga pihak AS belum menyatakan puas dan karena batasan waktu, AS ingin tetap menjaga haknya untuk bisa melakukan langkah pre-emptive nya. Sehingga AS segera mendaftarkan [gugatan terakhir].

Jadi ini sebenarnya hanya upaya AS mengawal kasusnya supaya tidak berhenti?

Betul. Karena kan masih panjang, karena Indonesia menjanjikan perubahan untuk dua hal, reasonable period of time-nya ada dua yang diajukan Indonesia yaitu 8 bulan untuk peraturan di tingkat menteri (Permen) dan 20 bulan untuk perubahan Undang-Undang.

Berarti perubahan UU itu masih dalam proses di pemerintah RI?

Masih berlangsung. Iya. Jadi, AS mau mengawal kasusnya supaya tetap terus berjalan sehingga dia mendaftarkan. Begitu.

Bapak pernah sampaikan bahwa perubahan Permentan dan Permendag sudah diinformasikan oleh Mendag dalam kunjungan ke AS, termasuk ke Wakil Menteri Pertanian AS?

Sudah sudah.

Namun, kemungkinan perwakilan AS di WTO belum menerima notifikasi?

Memang perubahan Permentan dan Permendagnya sudah selesai di tingkat kita, dan kita harus segera menotifikasikan itu. Itu melalui proses lah, notifikasi itu. Itu akan segera kita lakukan.

Berarti ada kemungkinan gugatan AS yang terbaru ini karena notifikasi itu belum disampaikan?

Belum tentu. Sebetulnya, kemungkinan yang mereka lihat itu substansi di dalamnya. Bagi mereka ada substansi-subtansi, sehingga kita harus duduk bersama untuk membahas substansi yang mana yang AS belum merasa puas.

Berarti kemarin saat Pak Mendag ke AS belum membicarakan sedetail itu soal ini?

Betul, tidak sedetail itu. Begitu. Karena kan baru kita sampaikan tanggal 22 Juli kemarin sehingga mereka
perlu membaca, menterjemahkan, dan sebagainya sehingga mereka perlu tetap mengawal haknya untuk itu.

Ini mereka merasa belum puas atas perubahan di Permentan dan Permendag. Nanti kalau perubahan UU kita juga belum menjawab concern mereka, bisa saja mereka perpanjang lagi seperti saat ini?

Bisa saja mereka kawal, perpanjang lagi.

Dalam pemberitaan kemarin, dikabarkan AS meminta semacam ganti rugi atas kerugian industrinya sebesar USS 350 juta akibat kebijakan kita itu?

Kita belum tahu nanti bentuk retaliasi AS seperti apa. Tapi, sepengetahuan saya, tidak ada yang sifatnya
denda. Biasanya, apa yang dilakukan adalah, seperti misalnya yang dilakukan AS dan China di antara mereka saat ini.

Kemungkinan, kalaupun nanti terjadi AS melakukan retaliasi, adalah menerapkan tarif terhadap produk kita, jumlahnya seberapa banyak, sebesar USS 350 juta.

Foto: Ist


Berarti seperti yang dilakukan AS dan China. Jadi, produk dan HS codenya bisa berbeda, tapi dalam bentuk kerugian yang sama?

Betul. Tapi kan itu adalah perhitungan AS. Nanti itu ditetapkan kalau ini berproses ke sana, maka itu akan ditetapkan melalui WTO, yaitu melalui Arbitrase WTO, berapa sih sebetulnya kerugian yang dialami oleh AS. AS melalui perhitungan dia merasa kerugiannya adalah USS 350 juta.

Nanti yang menetapkan melalui Arbitrase WTO tadi, di mana kalau sudah ditetapkan oleh WTO, itu mengikat.

Apa yang diupayakan Kemendag sebelum kita maju ke Arbitrase? Pembicaraan bilateral dengan AS?

Kita berusaha meyakinkan bahwa kita sudah mengikuti keputusan Panel WTO yang terdahulu. Bahwa ini sudah dilakukan perubahannya, dan apalagi yang diperlukan. Kalau tadi masalah pembatasan waktu untuk perizinan dan pembatasan waktu untuk pemasukan barang, saya bilang sudah diangkat. Kalaupun mereka nanti menyatakan dalam implementasinya bagaimana, kita harus buktikan bahwa itu benar-benar diimplementasikan.

Berarti selanjutnya, langkah konkretnya apakah kita akan kirim tim lagi kesana?

Tanggal 15 Agustus nanti kita menyiapkan klarifikasi terhadap usulan AS nanti ke WTO melalui Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) kita di sana.

Ini berdampak nggak sih Pak terhadap GSP, secara unilateral bisa saja mereka mengaitkan?

Bisa saja, tapi sebenarnya nggak ada hubungannya. Bukan dalam rangka GSP, justru kita yang menyatukannya dengan GSP. Karena country kita di-review sebagai negara penerima GSP salah satunya karena ini permasalahannya. Jadi, dalam rangka GSP kita juga sudah membuktikan kepada mereka bahwa kita ada progress perbaikan terhadap itu, ya kita harapkan dua-duanya [permasalahan ini] bisa terselesaikan.

Kalau misalnya AS masih tidak puas dan tidak ada titik temu, kemungkinan terburuknya apakah ini bisa menjadi dasar mereka untuk misalnya, mencabut GSP kita?

Bisa saja. Tapi ini kan hanya salah satu dari 10 poin country review GSP kita. Kalau cuma 9 poin dipenuhi, satu poin tidak dipenuhi, seperti apa country review mereka?
(ray/ray) Next Article Istana Dukung Penuh BI Naikkan Bunga Acuan & Jaga Stabilitas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular