Revolusi Metanol Hijau: Menangkap Emisi & Menggerakkan Masa Depan

Eduardus Budi Nursanto,  CNBC Indonesia
29 December 2025 17:11
Eduardus Budi Nursanto
Eduardus Budi Nursanto
Eduardus Budi Nursanto adalah Tenaga Ahli di INDEF (Institute of Development of Economics and Finance) dan Dosen Program Studi Teknik Kimia di Universitas Pertamina. Eduardus menyelesaikan studi doktoral di bidang clean energy and chemical engineering dari.. Selengkapnya
Pertamina lakukan penjualan perdana metanol. (Doc pertamina)
Foto: Aktivitas pengiriman metanol oleh PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, beberapa waktu lalu. (Dokumentasi Pertamina)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Metanol merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Metanol juga menjadi salah satu bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Saat ini, metanol yang digunakan di dalam proses pembuatan biodiesel berasal dari gas alam. Alternatif lain yang bisa digunakan adalah metanol dari gas karbondioksida atau yang disebut metanol hijau/green methanol menghadirkan alternatif dalam upaya global untuk mengatasi krisis iklim.

Dalam proses produksi metanol hijau, menggunakan bahan baku gas CO2 dan hidrogen hijau/green hydrogen yang diproduksi dari proses elektrolisis air. Di tengah urgensi dekarbonisasi sektor industri, pendekatan inovatif ini muncul sebagai solusi yang menjanjikan, yaitu dengan menggunakan gas CO2 sebagai bahan baku dalam produksi bahan bakar cair (metanol) yang serbaguna dan ramah lingkungan.

Potensi yang besar dari pembuatan metanol dari gas karbondioksida masih menghadapai tantangan ekonomi terkait biaya capital expenditure (CAPEX) dan operational expenditure (OPEX) yang besar, kesiapan infrastruktur untuk proses penangkapan gas CO2 dari industri serta masih terbatasnya lisensor teknologi untuk produksi metanol dari CO2.

Sebuah Terobosan Berkelanjutan
Metanol konvensional yang biasanya berasal dari proses reforming gas alam atau gasifikasi batu bara, merupakan komoditas bahan kimia strategis yang digunakan dalam produksi formaldehida, plastik, tekstil, bahan bakar dan juga sebagai campuran bahan bakar fosil.

Proses produksi metanol hijau melibatkan siklus yang hampir netral karbon, di mana CO2 ditangkap dari sumber industri atau langsung dari udara. Gas CO2 kemudian dihidrogenasi menggunakan hidrogen yang dihasilkan dari elektrolisis air bertenaga energi terbarukan (seperti matahari, geotermal dan angin).

Siklus ini secara efektif akan mendaur ulang gas CO2. Ketika metanol hijau digunakan sebagai bahan bakar, akan dihasilkan CO2 yang sebelumnya sebagai bahan baku. Gas CO2 hasil dari penggunaan metanol sebagai bahan bakar dapat digunakan lagi sebagai bahan baku untuk pembuatan metanol hijau. Hal ini menjadikan metanol hijau sebagai alternatif bahan bakar fosil yang efisien dan berpotensi rendah emisi. Metanol hijau menawarkan alternatif jalur dekarbonisasi yang siap pakai.

Penggunaan metanol sebagai bahan bakar kapal laut semakin banyak dibahas dan diimplementasikan di seluruh dunia karena kemudahan penanganan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Selain itu metanol juga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan sustainable aviation fuel (SAF).

Tantangan Ekonomi dan Skalabilitas
Metanol hijau memiliki keunggulan terkait dengan daur ulang CO2 dan produksi dalam skala besar, seperti yang dilakukan oleh Carbon Recycling International (CRI) di Islandia. Rintangan utama pengembangan metanol hijau saat ini datang dari aspek ekonomi. Produksi metanol hijau saat ini masih jauh lebih mahal dibandingkan metanol konvensional yang berasal dari bahan bakar fosil.

Proses produksi metanol hijau yang mahal disebabkan karena biaya listrik tinggi yang berasal dari energi terbarukan (untuk pembuatan hidrogen hijau), investasi modal yang besar untuk alat elektrolisis air menjadi hidrogen dan fasilitas penangkapan gas CO2.

Menurut laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA), biaya produksi metanol terbarukan saat ini bisa lebih dari dua kali lipat harga metanol konvensional berbasis gas alam atau batubara. Untuk membuat teknologi ini menjadi kompetitif, diperlukan dukungan kebijakan fiskal yang kuat. Contohnya seperti yang terlihat dalam program RePowerEU di Eropa dan Inflation Reduction Act di Amerika Serikat, yang memberikan insentif finansial untuk energi bersih.

Dari aspek teknis, penurunan biaya teknologi elektrolisis hidrogen hijau dan penggunaan katalis untuk produksi metanol dengan konversi tinggi adalah kunci untuk mendapatkan harga produksi metanol hijau yang kompetitif. Ke depannya, harga metanol hijau yang kompetitif diharapkan dapat bersaing dengan metanol dari gas alam atau batubara.

Inovasi Katalis dan Efisiensi Proses
Perkembangan dalam teknologi katalis untuk metanol hijau, seperti penggunaan katalis berbasis alloy tembaga yang memiliki komposisi tembaga, seng oksida, dan indium oksida (atau aluminum oksida), berperan dalam meningkatkan konversi reaksi hidrogenasi CO2 menjadi metanol. Selain konversi yang tinggi, faktor kunci lain yang harus diperhatikan adalah kondisi operasi katalis pada suhu dan tekanan yang lebih rendah, yang berdampak pada turunnya biaya produksi metanol hijau.

CRI selain membangun industri metanol hijau di Islandia yang menggunakan gas CO2 dan listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi juga membangun pabrik serupa dengan kapasitas lebih besar di Norwegia.

Pabrik CRI di Islandia memiliki kapasitas 5.000 ton/tahun sedangkan CRI di Norwegia berencana berproduksi dengan kapasitas 300.000 ton/tahun. Untuk CRI di Norwegia akan menggunakan energi listrik dari pembangkit listrik tenaga air dan gas CO2 berasal dari industri pengolahan logam.

Kesimpulan: Sebuah Keniscayaan Strategis
Metanol hijau memiliki peluang besar sebagai komponen penting dalam bauran energi masa depan. Metanol hijau merupakan jembatan vital untuk mendekarbonisasi sektor-sektor yang sulit dijangkau oleh elektrifikasi langsung seperti sektor maritim dan sektor penerbangan.

Jalan menuju adopsi teknologi metanol hijau memerlukan kolaborasi erat antara industri, pemerintah, dan akademisi. Penggunaan CO2 dari gas emisi menjadi bahan baku industri bernilai tinggi adalah demonstrasi nyata dari ekonomi sirkular yang berkelanjutan.

Fokus yang diperlukan saat ini adalah pada produksi metanol hijau dalam skala besar, penurunan biaya melalui inovasi (desain katalis dan desain alat elektrolis air menjadi hidrogen), kebijakan suportif dari pemerintah, dan membangun infrastruktur yang diperlukan untuk memastikan metanol hijau menjadi pilar utama dalam lanskap energi bersih global.


(miq/miq)