Energi Sebagai Benteng Pertahanan Semesta: Jalan Menuju Kedaulatan

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Goliat besar. Liliput kecil. Tapi di ekonomi global, yang cepat dan berani sering menang.
Vietnam dulu dikenal hanya sebagai bengkel dunia. Hari ini, negeri kecil itu sudah naik kelas, menjadi bangsa perancang.
Kuartal ketiga tahun 2025, ekonominya tumbuh 8,22 persen, tertinggi di Asia Tenggara. Pertumbuhan itu tak datang dari ekspor mentah, tapi dari desain dan teknologi manufaktur, model ekonomi Original Design Manufacturing (ODM).
Pemerintah Vietnam sadar: nilai terbesar dari produk tidak ada di pabrik, tetapi di desain, paten, dan lisensi. Karena itu mereka membentuk Investment Support Fund (ISF) di bawah Decree Nomor 182/2024, yang berfungsi seperti modal ventura nasional.
Dana ini memberi dukungan hingga 50 persen biaya awal proyek teknologi tinggi, terutama di bidang semikonduktor, kecerdasan buatan, dan energi bersih. Biaya yang bisa didukung mencakup riset, pelatihan SDM, hingga pembuatan prototipe dan aset tetap baru.
Mulai tahun 2026, Undang-Undang Teknologi Digital yang baru juga menambah insentif besar: Pembebasan pajak penghasilan dua tahun, dilanjutkan diskon 50% selama empat tahun.
Tarif pajak preferensial 10% selama 15 tahun bagi sektor kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), chip, dan perangkat digital. Subsidi hingga 50% biaya pengembangan prototipe dan akuisisi teknologi baru. Bebas sewa lahan selama tiga tahun untuk startup teknologi dalam tahap awal.
Insentif konkret ini mengubah arah industri. Ekspor elektronik dan peralatan listrik Vietnam kini mencapai lebih dari US$ 130 miliar, atau sekitar 18 persen dari seluruh ekspor nasional. Sektor ini menjadi tulang punggung pertumbuhan, disusul otomotif, energi hijau, dan pertanian cerdas.
"Negara bukan sekadar regulator, tetapi investor bangsa."
Itulah filosofi baru Vietnam. Negara hadir bukan untuk mengatur siapa boleh membuat apa, tapi untuk berinvestasi pada yang berani mencipta.
Kementerian Sains dan Teknologi bertindak sebagai inkubator nasional, bukan biro perizinan. Dana publik disalurkan ke proyek nyata, yang menghasilkan produk, bukan laporan.
Strateginya asimetris. Saat raksasa dunia lambat karena birokrasi, Vietnam bergerak cepat. Saat raksasa takut gagal, mereka bereksperimen. Saat raksasa membangun pabrik miliaran dolar, mereka membangun prototipe yang didukung negara, lalu menjual hasil desainnya ke dunia.
Indonesia berdiri di persimpangan yang sama. Kita punya pasar besar, sumber daya, dan generasi kreatif, tetapi belum punya ekosistem ODM nasional.
Kita butuh Dana Prototipe Nasional sebesar Rp5 triliun per tahun untuk proyek lintas sektor, dengan subsidi sertifikasi internasional, kredit pilot production berbunga rendah, dan super deduction R&D 200%.
Kini saatnya Kementerian Ekonomi Kreatif tampil sebagai wakil negara dan investor ODM Indonesia. Tidak hanya sebagai pendamping sektor kreatif tetapi menjadi arsitek industri kreatif teknologi.
Tiga klaster strategis, energi bersih, pertanian cerdas, dan teknologi konsumer, harus jadi prioritas. Energi menyalakan masa depan, pertanian menyejahterakan rakyat, dan teknologi konsumer membawa nama Indonesia ke dunia.
Vietnam sudah membuktikan bahwa keberanian politik dan arah kebijakan bisa mengubah ukuran menjadi kekuatan.
Goliat boleh besar, tapi Liliput yang berani bermimpi kini menjadi arsitek dunia. Indonesia punya kesempatan yang sama, asal berani berhenti menjual tenaga, dan mulai menjual ide.