
Arista Atmadjati merupakan Dosen Manajemen Transportasi Udara, Universitas International University Liason Indonesia (IULI), BSD, Banten. Ia juga menjabat sebagai Chairman Aviation School AIAC dan dikenal sebagai pengamat penerbangan.
Profil SelengkapnyaPotensi Besar Pariwisata RI dan Kiprah Travel Vlogger Asing

Sebagai salah satu stake holder dunia pariwisata Indonesia, dalam konteks ini sebagai dosen bidang pariwisata, saya gemas karena harus menerima kenyataan Indonesia sampai dengan saat ini tidak berkutik menghadapi Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan Indonesia mau disalip Vietnam untuk urusan mendatangkan wisatawan mancanegara ke negara negara masing-masing.
Jumlah wisman yang masuk ke Singapura, Malaysia, dan Thailand, sudah 25 juta orang lebih setiap tahunnya. Vietnam menyentuh 19 juta orang per tahun, selisih satu juta orang dengan jumlah wisman yang masuk ke Indonesia.
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam adalah negara-negara yang sudah pernah saya kunjungi saat aktif bekerja di salah satu maskapai nasional dan bertindak sebagai sales mission dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Di luar Thailand, seharusnya Indonesia jauh lebih kaya dari sisi keindahan alam, ragam budaya, hingga kuliner.
Tidak perlu heran ketika berbagai predikat terbaik di dunia direbut oleh negara kita. Sebut saja kuliner khas Sumatra Barat, rendang, yang oleh CNN dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia.
Sempat pula ada band dari Norwegia menjadikan Rendang sebagai lagu mereka. Ini yang saya sebut sebagai pejuang pariwisata.
Bicara soal kuliner, ada beberapa vloger internasional yang saya perhatikan mempopulerkan kekayaan Indonesia melalui media sosial secara mandiri. Banyak yang memuja keadaan masyarakat Indonesia dan kulinernya.
Misalnya Davud Akhundzada dari Azerbaijan yang hobi keliling ke desa-desa di Jakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Ia banyak meliput kuliner kelas rakyat menengah bawah semisal minum es kelapa muda di Bali hingga tawar menawar dengan pedagang di Pasar Tanah Abang secara on the spot tanpa design pesanan.
Ada Dale Phillip dari Irlandia yang mengunjungi desa-desa di Samosir hingga Tangkuban Parahu. Dale hebat dari sisi pengambilan video yang artistik, meskipun hanya memakai GoPro.
Lain lagi dengan Chopstick Travel, pasangan dari Inggris yang terkenal dengan in depht culinary review. Ia senang ke Yogyakarta dan rela antre mulai jam 6 pagi demi mendapatkan tiwul Mbah Satinem.
Ada juga vloger dari Australia, Luke Damant, yang fokus meliput Jakarta. Hal-hal yang diliput pun unik seperti rujak buah, combro, misro hingga tawar menawar ketika hendak naik Delman di seputaran Monas.
Bagi saya, orang-orang seperti Davud hingga Luke harus digandeng Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ajak mereka untuk meliput daerah-daerah lain yang punya destinasi wisata menawan.
Jangan hanya di Jawa, Bali, dan Lombok. Masih banyak daerah Indonesia yang menarik diliput, mengingat ada lebih dari 500 kabupaten/kota.
Saya melihat mereka belum meliput kedai kopi dan mi aceh di Banda Aceh atau Kedai Kopi Tungtau di Kota Bangka yang buka 24 jam. Masih banyak lagi di Indonesia tempat kuliner yang unik.
Perihal bujet, Kemenparekraf tentu bisa berkreasi. Apalagi para vloger itu selalu tampil sederhana di mana saya perhatikan mereka selalu menginap di hotel-hotel kelas melati.
Mereka juga lebih ingin makan kuliner kelas rakyat, bukan yang mahal-mahal. Tentunya tanpa sakit perut.
Semoga hal-hal kecil dari sisi medsos bisa dioptimalkan demi pariwisata Indonesia. Saya menganggap mereka adalah pahlawan pariwisata tanpa pamrih untuk Indonesia.
Semoga tulisan ini bisa mendorong kesadaran Kemenparekraf menggandeng vloger-vloger dunia itu. Saya sama sekali tidak mengenal mereka, namun saya bisa menikmati tayangan mereka mengeksplorasi keindahan Indonesia.
Semoga negara kita bisa dieksplor secara natural oleh vloger-vloger bule itu. Semoga...
(miq/miq)