Keamanan Data di Era Digital & Langkah Jakarta Menuju Kota Global

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Kondisi kaum pekerja diwarnai keprihatinan mendalam terkait dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang kian menekan daya beli. Bahkan telur dan mi instan pengganjal setia perut kaum pekerja kini harganya ikut melambung.
Tantangan pemerintah yang paling mulia saat ini selaku penyelenggara negara adalah mengatasi kesenjangan ekonomi yang semakin besar. Para buruh yang merupakan tulang punggung produktivitas bangsa upahnya semakin cekak dan terhimpit oleh harga kebutuhan hidup yang semakin mencekik.
Terkait dengan besaran upah buruh, ada asa yang disinarkan oleh kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Namun, asa tersebut terombang ambing dan ada yang berusaha menenggelamkan.
Keputusan PTUN Jakarta mewajibkan kepada tergugat yakni Gubernur DKI Jakarta mencabut Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021. Sebelumnya kaum pekerja menyambut baik Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang berani menyatakan upah tahun 2022 naik 5,1 % atau setara Rp 225.667. Dengan demikian UMP Jakarta tahun 2022 menjadi sebesar Rp 4.651.864,-.
Keputusan PTUN itu melahirkan dilema bagi semua pihak. Keputusan bagaikan buah simalakama. Berdampak turunnya penghasilan kaum pekerja dan memukul daya beli masyarakat.
Beleid yang diteken Anies lahir melalui dialektika yang intensif dan dalam situasi yang penuh ketegangan. Kaum pekerja memberikan tekanan kepada Anies agar membuat keputusan yang secara konkret berani membela nasib kaum pekerja yang notabene adalah wong cilik.
Kebijakan Anies terkait dengan perburuhan sangat kental dengan ideologi kerakyatan Presiden pertama RI Bung Karno. Yang lebih dikenal dengan Marhaenisme. Langkah Anies dalam menangani masalah perburuhan boleh dibilang Vivere Pericoloso karena harus menghadapi kebijakan pemerintah pusat dan kepentingan pengusaha.
Publik berharap agar Anies terus reinventing Marhaenisme di Ibu Kota. Reinventing dalam arti menggali kembali ajaran Bung Karno yang kental dengan nilai-nilai yang memperjuangkan nasib wong cilik yang notabene adalah kaum marhaen.
Publik melihat selama ini elite politik dan penguasa kurang visioner dalam melihat hakikat pengupahan. Belum ada visi yang luhur dan mulia terkait dengan sistem pengupahan sebagai peta jalan menuju keadilan sosial.
Dalam lintasan sejarah, betapa gigihnya Bung Karno membela kelas pekerja. Dalam buku Indonesia Menggugat, Bung Karno banyak memberikan semangat dan memompa militansi perjuangan kelas pekerja untuk terus melawan penindasan dan perbudakan. Bung Karno dalam buku itu juga banyak mengetengahkan hitungan ekonomi dan komparasi terkait dengan berbagai komoditas hasil bumi Indonesia yang dibawa keluar begitu saja oleh kaum kapitalis pada zaman itu.
Ironisnya setelah 77 tahun Indonesia Merdeka, negeri ini belum bisa mewujudkan sistem pengupahan yang klop dengan visi para pendiri bangsa. Dalam konteks kekinian, aksi serikat pekerja identik dengan perjuangan peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), menolak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak perusahaan/pabrik, menolak outsourcing, dan masalah normatif lainnya.
Apakah aksi unjuk rasa dengan turun ke jalan akan mampu memenuhi tuntutan para pekerja. Bukankah ada suatu permasalahan yang paling mendasar dan langsung bersentuhan dengan sistem kapitalisme dan oligarki itu sendiri. Kapitalisme merupakan sebuah sistem yang melahirkan langsung kaum buruh sebagai kelas pekerja.
Kelas buruh atau proletar merupakan himpunan pekerja yang langsung bersentuhan dengan sistem kapitalisme. Ini relevan dengan apa yang dinyatakan oleh Bung Karno bahwa kaum proletar sebagai kelas adalah hasil langsung daripada kapitalisme dan imperialisme. Mereka adalah kenal dengan pabrik, kenal akan mesin, kenal akan listrik, kenal akan cara produksi kapitalisme.
Sedangkan pengertian kapitalisme itu sendiri menurut Bung karno adalah, sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi.Kapitalisme timbul dari cara produksi yang oleh karenanya menjadi penyebab nilai lebih tidak jatuh ke tangan kaum buruh melainkan hanya dinikmati oleh sang majikan.
Dalam domain ilmu ketenagakerjaan sistem pengupahan di Indonesia terus mengalami degradasi. Ketentuan dalam aturan turunan UU Cipta Kerja dan PP Nomor 78 Tahun 2015 oleh pihak serikat pekerja dinilai bertentangan dengan UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu penerapan PP 78 selama ini telah menghapus penentuan struktur upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Bagi pekerja yang sudah memiliki masa kerja yang cukup serta jenis pekerjaan yang sudah establish maka upah sektoral merupakan faktor yang sangat penting karena terkait dengan struktur upah dan skala upah.
Betapa pentingnya hakikat upah bagi sebuah bangsa. Data ketenagakerjaan termasuk upah sangat vital bagi bangsa Amerika Serikat. Selama ini data tenaga kerja yang berupa laporan non-farm payroll (NFP) menjadi indikator ekonomi utama bagi Amerika Serikat dan dunia. NFP merupakan pengumuman yang paling ditunggu-tunggu oleh pelaku ekonomi seluruh dunia.
NFP muncul sebulan sekali pada hari Jumat minggu pertama. Mengukur besarnya pengeluaran dalam pembayaran gaji di luar sektor pertanian dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Meningkatnya Non Farm Payrolls dapat mengakibatkan mata uang menguat dengan drastis dalam hitungan puluhan hingga beberapa ratusan point. Jadi NFP dapat digolongkan indikator very high volatility expected.
Hampir semua negara maju telah memiliki UU Pengupahan yang mengatur hingga detail masalah upah minimum yang berkeadilan. Sebagai contoh Jepang memiliki kebijakan upah minimum, dimana kebijakan ini diatur dalam UU. Ada dua jenis upah minimum.
Pertama, upah minimum yang ditetapkan di setiap prefektur. Kedua, upah minimum yang ditetapkan untuk suatu pekerjaan tertentu. Secara umum, upah minimum yang harus diketahui adalah upah minimum di setiap prefektur. Ketetapan upah minimum selalu direvisi pada bulan Oktober setiap tahunnya.
Sejarah upah minimum di Indonesia diawali dengan ditetapkannya kebutuhan fisik minimum (KFM) tahun 1956 melalui konsensus Tripartit dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan upah minimum. Kebijakan upah minimum pertama kali diperkenalkan awal 1970 setelah dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN).
Penetapan upah minimum di banyak negara tidak terlepas dari keputusan organisasi buruh dunia (ILO) terkait upah minimum sebagaimana tercermin dalam sejumlah konvensi dan rekomendasi ILO. Satu konvensi yang terpenting berkenaan dengan upah minimum adalah Konvensi ILO Nomor 131 yang secara khusus mengatur upah minimum di negara berkembang, diadopsi tahun 1970.