Kurniawan Budi Irianto
Kurniawan Budi Irianto

Kurniawan Budi Irianto, Pejabat pengawas pada Kementerian Keuangan. Menulis untuk mengisi waktu luang. Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari tempat penulis bekerja.

Profil Selengkapnya

Mengukur Kualitas Pelaksanaan Anggaran Negara

Opini - Kurniawan Budi Irianto, CNBC Indonesia
14 June 2022 07:00
Gedung Kementerian Keuangan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Gedung Kementerian Keuangan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Pengelolaan sebuah negara memiliki kaitan erat dengan kebutuhan akan uang. Berbagai pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan berdampak terhadap uang masuk atau uang keluar dari kas negara. Pengelolaan uang masuk dan uang keluar dari kas negara merupakan definisi sederhana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terdapat lima siklus utama pada APBN, dimulai dari perencanaan, penetapan melalui UU APBN, pelaksanaan, pengawasan atas pelaksanaan APBN, serta pertanggungawaban pelaksanaan APBN. Sebagai bagian dari siklus APBN, pelaksanaan anggaran merupakan siklus yang panjang karena dimulai sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember setiap tahunnya. Selain itu ada sebuah tahapan yang sangat penting dalam pelaksanaan anggaran, yaitu terkait dengan pengukuran kualitas belanja yang dilakukan oleh pemerintah.

Pengukuran kualitas belanja pemerintah atau kualitas pelaksanaan anggaran mungkin merupakan istilah yang cukup awam terdengar oleh masyarakat luas. Padahal pada dasarnya masyarakat merupakan pihak yang paling berkepentingan terhadap penilaian tersebut. Tak jarang di kalangan masyarakat pun sering mempertanyakan mengenai ke mana habisnya belanja yang dikelola pemerintah, sedangkan di sisi lain pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran menggunakan indikator-indikator yang susah dicerna oleh khalayak ramai.



Pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Apabila pada masa yang lampau pengukuran baik atau tidaknya hanya terbatas pada seberapa banyak anggaran dapat terserap, maka saat ini alat ukur yang digunakan adalah seberapa terpenuhinya capaian output dari anggaran yang disediakan. Berdasarkan pengertian, output adalah jumlah atau unit pelayanan yang diberikan atau jumlah orang-orang yang telah dilayani. Output diukur dengan menggunakan volume, frekuensi, jumlah, atau satuan ukur yang lain.

Pengukuran dengan pendekatan output bisa dikatakan sebagai hal yang baru bagi setiap pengguna anggaran yang bersumber dari APBN. Kementerian Keuangan menekankan pentingnya pelaporan capaian output dari setiap pengguna APBN. Oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir, kementerian/lembaga (K/L) sebagai pengguna anggaran akan dituntut untuk melaporkan output yang telah diraih seiring dengan belanja yang telah dilakukan.

Bagaimana dengan masyarakat luas? Ternyata merupakan sebuah masalah tersendiri bagi masyarakat untuk memantau dampak anggaran bagi mereka. Ukuran output dalam APBN terkadang susah untuk dicerna oleh sebagian masyarakat. Selain itu informasi mengenai seberapa output yang akan dicapai dari sebuah kegiatan merupakan informasi yang tidak serta merta dapat diakses oleh publik.

Indikator selanjutnya yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelaksanaan anggaran adalah outcome. Outcome dimaknai sebagai dampak, manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu program. Penggunaan outcome sebagai basis pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran merupakan kebalikan dari output. Apabila pada output mudah dilakukan oleh pengguna anggaran namun menyulitkan bagi masyarakat untuk melakukan pemantauan, maka penggunaan outcome akan memudahkan masyarakat tetapi akan memerlukan usaha lebih dari para pengguna anggaran untuk mencapainya.

Sebagai contoh adalah kegiatan pembangunan satu unit pasar. Apabila pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran menggunakan output, begitu satu unit pasar telah terbangun maka kewajiban telah selesai. Bagaimana dengan masyarakat sebagai penerima manfaat dari pasar tersebut? Inilah yang jadi pertanyaan selanjutnya.

Output hanya berfokus pada pencapaian target sebagaimana yang disyaratkan dalam dokumen anggaran. Masalah apakah pasar berada di lokasi yang diharapkan masyarakat atau lokasi yang terpencil jauh dari kegiatan masyarakat bukan merupakan fokus dari output. Berbeda halnya apabila pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran menggunakan outcome. Terbangunnya satu unit pasar merupakan target antara, memastikan bahwa pasar yang telah terbangun membawa manfaat bagi masyarakat merupakan target akhir yang harus dicapai.

Baik indikator output maupun outcome sebenarnya sudah tercantum dalam dokumen anggaran, hanya saja untuk mengukur outcome belum sepenuhnya bisa dilakukan hingga saat ini. World bank bersama Kementerian Keuangan pernah melakukan analisis mengenai kemungkinan menerapkan evidence-based budgeting sekitar tahun 2018. Kendala yang dihadapi adalah penyusunan anggaran berdasarkan evidence-based memerlukan biaya yang mahal serta waktu yang panjang. Ditambah lagi ketika kajian sebuah kegiatan atau proyek telah dilakukan, belum tentu kegiatan/proyek tersebut mendapatkan alokasi anggaran dari APBN.

Penyusunan anggaran menggunakan pendekatan evidence-based sebenarnya merupakan terobosan yang mengaitkan antara perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta dampak yang akan diterima oleh masyarakat (outcome). Bukti-bukti ilmiah, kajian, analisis yang digunakan sebagai data pendukung untuk mengajukan alokasi anggaran memang telah sepenuhnya diperoleh dari hasil riset yang matang atau telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penerima manfaat dari belanja pemerintah.

Beralih sepenuhnya dalam mengukur kualitas pelaksanaan anggaran dari penggunaan output menuju outcome merupakan target yang bisa jadi baru akan tercapai dalam beberapa tahun ke depan. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjadikan outcome sebagai penentu kualitas pelaksanaan anggaran. Diperlukan berbagai penyempurnaan regulasi, penguatan kajian, termasuk metode-metode penilaian kebermanfaatan sebuah kegiatan/proyek bagi masyarakat.

Peter Drucker pernah berkata bahwa, "If you can't measure it, you can't manage it". Pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran menggunakan pendekatan output mungkin belum sepenuhnya mencerminkan penilaian yang ideal namun masih lebih baik dibandingkan tidak ada pengukuran sama sekali. Sedangkan transisi menuju pengukuran kualitas pelaksanaan anggaran dengan pendekatan outcome membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam hal perumusan regulasi serta penyiapan perangkat pendukungnya. Target jangka pendek yang bisa dilakukan adalah menggunakan indikator outcome untuk sebagian belanja dan penggunaan output pada sebagian belanja yang lain.

Penggunaan outcome sebagai indikator kualitas pelaksanaan anggaran merupakan sebuah keniscayaan, agar jangan sampai uang rakyat dibelanjakan untuk sesuatu yang kurang berdampak bagi masyarakat. Pemberitaan mengenai pembangunan pasar di lokasi yang jauh dari keramaian, pembangunan sekolah pada lingkungan yang tidak ada anak usia sekolah, atau contoh-contoh lain yang mirip dapat minimalisasi pada masa-masa yang akan datang.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading