Ilham Nugraha
Ilham Nugraha

Ilham Nugraha, S.M. Pengguna aktif Twitter yang menjadi asisten riset di SBM ITB sejak 2019 dengan bidang minat mencakup Manajemen Publik, Resolusi Konflik, dan Ekonomi Politik. Menyelesaikan studi sarjananya di bidang manajemen dari SBM ITB pada tahun 2020. Selain menjadi asisten riset, Ilham membantu proses pengembangan institusi SDGs Center ITB bersama para ahli. Panduan disclaimer: Tulisan ini berdasarkan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili tempat penulis bekerja.

Profil Selengkapnya

Gempar Desain 'Istana Garuda' & Kaji Ulang Pemindahan IKN

Opini - Ilham Nugraha, CNBC Indonesia
31 March 2021 15:30
Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan dengan Penajam Paser Utara melintasi Teluk Balikpapan. (Dok. Hutama Karya) Foto: Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan dengan Penajam Paser Utara melintasi Teluk Balikpapan. Jembatan itu merupakan salah satu infrastruktur yang dibangun jelang pemindahan ibu kota negara (Dokumentasi Hutama Karya)

Desain istana kepresidenan diĀ ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi sorotan warganet beberapa waktu lalu. Desain tersebut muncul pada Instagram TV Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

Sontak desain itu menuai komentar banyak pihak. Komentar yang bernada sumir bermunculan. Ini karena desain bangunan yang dirancang oleh pematung kawakan Nyoman Nuarta itu tidak lazim ditemui pada bangunan pemerintahan, apalagi tempat tinggal kepala negara.

Dewan Arsitek Indonesia, terlepas dari desain istana yang dianggap "tidak mencerminkan kemajuan peradaban", mengomentari legalitas desain tersebut karena tidak melibatkan arsitek di dalam perancangannya.

Terlepas dari diskursus perihal desain istana kepresidenan, satu pertanyaan lantas timbul kembali. Apakah pemerintah perlu menimbang ulang pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim?

Wacana sejak era Presiden Sukarno
Rencana pemindahan IKN menuai pro dan kontra di kalangan publik. Sebagian kalangan menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai sesuatu yang tergesa-gesa. Di sisi lain, banyak juga yang menyetujui dan menganggap ide ini sebagai keputusan yang visioner. Terlepas dari argumen pro dan kontra yang disampaikan para pihak, pemerintah tetap memutuskan untuk memindahkan IKN dari Jakarta ke Kaltim, tepatnya di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat krisis yang dipicu pandemi Covid-19 di Indonesia sempat memundurkan rencana pembangunan IKN. Meskipun demikian, proses perencanaan untuk pemindahan IKN terus dilanjutkan meski dengan prasyarat penyelesaian krisis kesehatan Covid-19.

Sekadar kilas balik, ide pemindahan IKN sudah muncul sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Proklamator kemerdekaan sekaligus Presiden ke-1 RI Ir Sukarno pernah berencana memindahkan beban IKN dari Jakarta ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, ide pembangunan IKN tidak dilakukan oleh Soekarno, kecuali pada saat revolusi kemerdekaan, karena Jakarta memiliki nilai sejarah kebangsaan yang tidak dimiliki daerah yang lain di Indonesia.

Pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto kembali melanjutkan gagasan pemindahan IKN dengan mengusulkan Jonggol (Kabupaten Bogor, Jawa Barat). sebagai pusat pemerintahan menggantikan Jakarta. Gagasan itu mirip dengan konsep Putrajaya yang menjadi pusat pemerintahan Malaysia, terpisah dari Kuala Lumpur. Akan tetapi, gara-gara krisis ekonomi Asia 1997 dan dilanjutkan keruntuhan rezim Orde Baru setahun berselang, gagasan pemindahan IKN tidak dilanjutkan.

Ide pemindahan IKN tidak berkembang secara signifikan dan berhenti pada tahap gagasan hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hingga akhirnya Presiden Jokowimengaminkan ide tersebut dan menyiapkannya bersama "signature project" infrastruktur yang lain. Pemindahan IKN akan semakin mempertegas legasi infrastruktur yang akan ditinggalkan oleh Jokowi saat masa jabatannya berakhir 2024.

Alasan pemindahan IKN sebetulnya sederhana, yaitu untuk meringankan beban Jakarta sebagai ibu kota negara dan memindahkan ibu kota negara ke daerah yang dekat secara geografis ke seluruh wilayah di Indonesia. Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kaltim dipilih karena lokasinya yang diyakini lebih aman dari peluang bencana alam ketimbang Jakarta. Tak kalah penting adalah letaknya strategis di tengah wilayah Indonesia.

Pemindahan IKN diharapkan akan berperan dalam menggenjot pertumbuhan PDB Indonesia dengan estimasi 0,1%-0,2% real GDP nasional dan mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Harapannya nanti perekonomian tidak lagi terpusat di Jawa selepas pemindahan tersebut dimulai pada tahun 2024 mendatang.

Seperti diketahui, Pulau Jawa yang menyumbang 58,75% PDRB Indonesia di tahun 2020, menyusul pulau Sumatera sebesar 21,35%. Kalimantan sebagai daerah yang diusulkan menjadi lokasi IKN hanya menyumbang 7,94% PDRB.

Dengan luas 199.961,87 ha, daerah yang direncanakan menjadi kawasan pemerintahan adalah seluas 56.180,87 ha. Biaya yang diperlukan untuk pemindahan IKN mencapai Rp466 triliun dengan beban APBN sebesar Rp91 triliun.

Proses pembangunan IKN akan dilaksanakan dengan skema investasi untuk kawasan penyokong selain gedung-gedung pemerintahan dengan pendanaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan badan usaha masing-masing sebesar Rp252 triliun dan Rp 123 triliun.

Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia alias INA sempat dibahas untuk menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan IKN. Kendati demikian, proses pembangunan sangat mungkin akan didominasi oleh BUMN seperti proyek-proyek besar infrastruktur lainnya. Ini karena kemudahan bagi pemerintah yang memiliki wewenang langsung terhadap BUMN serta mempercepat proses inisiasi pembangunan.



Mempertanyakan urgensi pemindahan IKN
Terdapat beberapa ketidakselarasan argumen pemerintah dalam pemindahan IKN dengan pelaksanaannya maupun dampaknya. Alasan-alasan yang disampaikan pemerintah tidak serta merta melegitimasi pemindahan IKN dengan rancangan yang sudah diumumkan.

Alasan letak Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara yang berada di 'tengah' Indonesia menunjukkan pemahaman pemerintah bahwa ruang spasial Indonesia dapat dipahami sebagai ruang ideal. Pemindahan ke 'tengah' Indonesia tidak serta-merta membuat IKN menjadi lebih mudah diakses oleh kebanyakan masyarakat Indonesia dan menjadi kawasan yang ideal untuk menjadi sebuah IKN. Pemerintah mestinya mempertimbangkan kemampuan IKN yang baru untuk dapat berkembang secara organik dan dapat memenuhi segala kebutuhan pendukungnya.

Berkaca dari negara-negara yang juga memindahkan IKN ke 'tengah' seperti Brasil, Turki, dan Myanmar, IKN baru tidak langsung menjadi pendorong kemudahan akses dan kota ideal yang ditandai pertumbuhan kota yang terkendali. Brasilia berakhir menjadi pusat pemerintahan yang sepi karena ekonomi tetap berpusat di Sao Paolo dan Rio de Janeiro; Ankara memiliki permasalahan infrastruktur dan urban sprawl yang tidak terkendali; dan Naypyidaw yang hanya dihuni oleh pejabat pemerintahan. Ketiga kota itu berakhir menjadi simbol karena tidak terbentuk dalam ruang organik.

Jika tujuan IKN adalah menjadi pusat koordinasi dengan pemerintah daerah, apakah letak IKN di tengah secara geografis adalah keputusan yang tepat? Jika pertimbangan pembangunan IKN adalah akses pelayanan terhadap populasi nasional, apakah titik yang sekarang dipilih merupakan pusat yang mudah diakses ditinjau dari kepadatan penduduk? Pemerintah dapat mempertimbangkan kembali proses pemindahan IKN dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan di masa yang akan datang terlepas dari simbol IKN sebagai pusat secara harfiah.

Alasan lain pemindahan IKN adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata karena terletak di 'tengah' Indonesia. Hal ini mungkin dapat diterima jika IKN yang baru juga berperan sebagai pusat ekonomi. Pada gagasannya, IKN yang baru tidak direncanakan menjadi pusat ekonomi yang baru. Peran pusat ekonomi nasional masih dipegang Jakarta. Alasan pertumbuhan ekonomi yang merata karena IKN ada di tengah Indonesia menjadi kurang relevan.

Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah dapat dimunculkan dengan mempertimbangkan regional comparative advantage dan regional competitive advantage sebagaimana dijelaskan oleh mendiang Johnny Patta dalam wawancaranya bersama DW Indonesia pada September 2019 lalu. Keunggulan daerah yang ditunjuk untuk menjadi kawasan IKN yang baru adalah ekstraksi sumber daya alam yang lebih tepat untuk menjadi basis pengembangan ekonomi ketimbang membangun IKN yang menjadi penghubung kawasan-kawasan ekonomi atau dalam hal ini administrasi sebagaimana tujuan awal pemindahan IKN.

Pembangunan IKN sangat dikhawatirkan menabrak aspek lingkungan. Meskipun Kementerian PPN/Bappenas menegaskan konsep 'forest city' dengan 50% ruang terbuka hijau, potensi perluasan kota yang diakibatkan oleh pendatang baru dapat mengubah bentang alam hijau menjadi permukiman dan fasilitas pendukung.

Bahkan, sebelum dimulainya proses pemindahan IKN, sudah tercatat kenaikan jumlah penduduk di Penajam Paser Utara sebesar 17% di tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Kita dapat belajar dari kota Brasilia yang mengalami "urban expansion" selama lebih dari 50 tahun terakhir telah mengorbankan banyak kawasan terbuka hijau akibat tekanan untuk pembangunan infrastruktur.

Masalah selanjutnya adalah peluang munculnya konflik sosial bagi masyarakat adat yang berada di kawasan IKN. Tanah adat pada daerah sekitar kawasan IKN akan berpeluang menjadi potensi konflik antara masyarakat adat dengan investor yang melihat peluang "urban sprawl" IKN.

Adanya migrasi besar-besaran dari Jakarta ke kawasan IKN juga memungkinkan adanya konflik sosial dan budaya antara pendatang dan masyarakat asli daerah. Meskipun RUU Masyarakat Adat masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2021, belum ada jaminan yang dapat memberikan masyarakat adat ketenangan akan jaminan hak-hak ulayat dan budaya yang dimilikinya secara turun temurun saat ini.

Kembali menakar keputusan untuk pindah
Dengan mempertimbangkan IKN yang baru sebagai pusat pemerintahan permanen di masa depan, pembangunan IKN yang baru cukup dibangun menjadi kawasan kecil yang mudah diakses. IKN perlu diarahkan untuk menjadi kota yang dapat berkembang secara organik namun tetap mencegah peluang deforestasi. Pembangunan IKN cukup difokuskan pada pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang memadai, namun tidak berlebihan mengingat IKN hanya bertujuan menjadi pusat koordinasi dengan daerah-daerah di Indonesia.

Pemerataan pertumbuhan ekonomi tidak mengharuskan pemindahan IKN sekalipun pemindahan itu terjadi bersama dengan pemindahan pusat ekonomi nasional. Pemerintah perlu mengutamakan pengembangan ekonomi daerah berbasis masyarakat dengan memperhatikan keunggulan daerah dan didukung kemudahan akses transportasi, energi, dan komunikasi. Pengembangan ekonomi berbasis masyarakat dapat menumbuhkan ekonomi daerah yang "resilient" atau tahan terhadap kejutan ekonomi dan mampu beradaptasi sesuai keunggulan daerah.

Pembangunan IKN perlu kembali dikaji lebih dalam untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan yang akan berdampak panjang. Perencanaan pembangunan mesti melibatkan masyarakat asli daerah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara untuk menyesuaikan kebutuhan pembangunan dengan hak-hak masyarakat adat di kawasan IKN. Pelibatan masyarakat mesti dilakukan dengan menghindari kebijakan tokenisme atau keterwakilan masyarakat yang sebatas simbol. Pelibatan masyarakat adat akan mendorong pembangunan IKN yang lebih inklusif dan tidak menabrak aspek sosial budaya.

Sebagai proyek infrastruktur jangka panjang, pembangunan IKN mesti melibatkan banyak kalangan dalam proses konsultasi publik yang terbuka. Perancangan serba cepat yang tertutup dan pertukaran informasi yang satu arah dapat menihilkan masukan kritis dari masyarakat. Kritik dari Ikatan Arsitek Indonesia dan Greenpeace soal perlunya melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan mestinya menjadi pertimbangan.

Pemerintah masih punya waktu untuk tidak terburu-buru dan memikirkan kembali konsep pembangunan IKN yang baru. Pemerintah mungkin bisa mempertimbangkan untuk tidak memindahkan IKN sama sekali. Dengan rencana pembenahan infrastruktur jangka panjangnya, Jakarta bisa siap meremajakan diri untuk kembali hadir sebagai pusat pemerintahan dan wajah republik ini.

Pemerintah dapat mencontoh Tokyo yang telah membuktikan kemampuannya membenahi tantangan bencana seperti penurunan muka air tanah, banjir akibat topan, dan mitigasi bencana gempa bumi. Kalaupun memang pemindahan IKN sudah kadung perlu dilakukan, proses perencanaan yang partisipatif dan kajian yang mendalam merupakan keniscayaan.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Artikel Terkait
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading