Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Apakah anda mengetahui bahwa salah satu penyebab besarnya persentase kematian COVID-19 di dunia dipengaruhi oleh aspek teknologi?
Mari kita awali pertanyaan tersebut dengan ilustrasi berikut ini. Kebanyakan dari Anda pasti pernah pergi ke rumah sakit (Pada ilustrasi ini, mari kita sebut saja rumah sakit A dan rumah sakit B). Setelah dilakukan diagnosa dari dokter, maka secara otomatis Anda akan mendapatkan rekam jejak medis dari rumah sakit A. Namun ketika Anda mencoba berobat ke rumah sakit B untuk menangani penyakit yang sama, Anda akan diminta surat rujukan oleh rumah sakit B.
Mengapa begitu? Jawabannya karena sistem rumah sakit A dan rumah sakit B tidak saling terhubung atau terintegrasi, dengan kata lain sistem rumah sakit tersebut berdiri sendiri-sendiri sehingga rumah sakit B tidak mengetahui rekam medis pasien yang ada di rumah sakit A. Permasalahan data yang terpecah ini juga dikenal dengan sebutan fragmentasi data.
Fragmentasi data juga menyimpan bahaya lain yang berkaitan dengan keamanan penyimpanan data karena data-data penting tersebut disimpan oleh satu pihak atau perusahaan. Keamanan atas data tersebut sangat tergantung dengan cara teknis pengamanan data yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Baru-baru ini kita melihat kasus kebocoran data pengguna di sektor e-commerce yang dialami oleh Tokopedia dan Bukalapak.
 Foto: Dok. unsplash.com |
Hal tersebut terjadi karena setiap perusahaan memiliki database-nya masing-masing (tersentralisasi) dimana hacker hanya perlu melakukan usaha pembobolan atas satu database untuk mendapatkan data pengguna. Kasus tersebut dapat diatasi dengan cara menerapkan sistem blockchain yang memiliki sifat terdesentralisasi.
Sebelum kita membahas mengenai blockchain, mari kita kembali melihat permasalahan sistem kesehatan yang terjadi di tengah pandemi COVID-19 akibat sistem rumah sakit yang saling berdiri sendiri. Kita akan melihat berdasarkan 2 data:
Pertama, Data Ketersediaan Tempat Tidur dan Rantai Pasokan Alat Medis (APD, Rapid Test, Obat, dll).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Indonesia memiliki sebanyak 2.813 rumah sakit hingga akhir 2018. Sistem rumah sakit yang masih berdiri sendiri tidak memungkinkan rumah sakit untuk melakukan update data jumlah kuota tempat tidur yang masih tersedia untuk pasien penderita COVID-19 serta update status pasien menurut triase gawat darurat (merah, kuning, hijau, putih dan hitam) secara real time.
Akibatnya adalah keterlambatan penanganan pasien karena pasien tidak tahu harus mengacu ke rumah sakit mana yang masih memiliki tempat tidur yang tersedia, dampak paling buruk dari telatnya penanganan akan berujung ke kematian.
Rumah sakit yang tidak terintegrasi membuat pendistribusian alat medis menjadi lebih lama karena harus melalui gugus tugas penanganan corona di daerah terlebih dahulu sedangkan kita tahu betapa cepatnya kenaikan jumlah pasien positif COVID-19. Keterlambatan penyampaian rantai pasokan alat medis dapat membuat rumah sakit kehabisan APD sebelum tambahan APD selanjutnya datang dari pemerintah. Hal tersebut membuat dokter harus menangani pasien tanpa APD sehingga akhirnya tim dokter memiliki potensi terpapar COVID-19 yang berujung ke kematian.
Kedua, Data Rekam Medis Pasien.Rumah sakit harus memakan waktu lebih banyak untuk mendapatkan rekam medis pasien yang memerlukan penanganan khusus (komplikasi) diluar penyakit COVID-19 karena rekam medis pasien yang tidak terintegrasi. Dampak buruk yang terjadi adalah waktu dokter yang tidak efisien karena harus menunggu rekam medis pasien agar tidak salah penanganan. Hal terburuk dari tidak adanya rekam medis pasien adalah salah penanganan yang berujung ke kematian.
Kabar baiknya, kita semua memiliki jalan keluar yang bisa kita terapkan bersama. Kita perlu membuat keputusan berdasarkan informasi yang dikumpulkan. Tapi bagaimana caranya? Kuncinya adalah data. Di sinilah peran blockchain untuk melakukan pengintegrasian data dan menyajikan data yang transparan antara seluruh rumah sakit untuk menyelesaikan masalah di atas. Selain itu, blockchain juga dapat membuat distribusi vaksin menjadi lebih cepat dan tepat sasaran saat vaksin COVID-19 sudah ditemukan di masa mendatang.
Teknologi Blockchain belakangan ini telah diadopsi dalam rantai pasokan logistik dari produsen ke pemasok, ke toko, dan ke konsumen. Teknologi blockchain merupakan buku besar yang dapat didistribusikan, menyimpan informasi secara terenkripsi dan dapat diakses oleh seluruh aktor yang diijinkan dan tergabung ke dalam ekosistem. Data yang disimpan di blockchain, yang disimpan dan diverifikasi oleh pengguna di seluruh jaringan, tidak dapat diubah atau dihancurkan. Selain itu, sistem blockchain yang terdesentralisasi dan data yang terintegrasi dapat menyelesaikan masalah fragmentasi data.
Keuntungan penerapan teknologi blockchain untuk sistem rumah sakit dalam mengatasi pandemi COVID-19:
Transparan, real-time dan integrasi data.Seluruh rumah sakit dapat melakukan update jumlah kuota tempat tidur yang tersedia secara real-time, bahkan secepat saat pasien yang sudah sembuh keluar dari rumah sakit. Data tersebut akan terhubung dengan Call Center Tim Tanggap COVID-19 dan dapat dilihat oleh seluruh rumah sakit sehingga penanganan pasien dapat dilakukan secara cepat. Seluruh rumah sakit juga dapat melakukan update jumlah alat medis yang dibutuhkan, sehingga rumah sakit lain yang memiliki stok berlebih dapat dialihkan ke rumah sakit yang membutuhkan.
Hal tersebut mencegah kasus dimana para dokter dan tim medis bekerja tanpa dilengkapi dengan APD. Rekam medis pasien yang terintegrasi antara seluruh rumah sakit membuat rumah sakit tidak kebingungan ketika harus menerima pasien rujukan karena semua rekam medis pasien yang memerlukan penanganan khusus (komplikasi) sudah diketahui, sehingga tidak terjadi salah penanganan. Status pasien yang transparan juga dapat menjadi acuan rumah sakit untuk memprioritaskan pasien dengan gejala kritis.
100% Alur Data Kerja yang Diaudit dan Verifikasi.Setiap alat medis yang didistribusikan di sepanjang rantai pasokan perlu direkonsiliasi. Terkadang ada data yang rusak dalam perjalanan ketika diberikan kepada pihak lain. Blockchain memberikan satu sistem bagi seluruh aktor yang terlibat (Kementerian Kesehatan, IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Rumah Sakit, dll). Satu sistem berbasis blockchain ini otomatis membuat "tanda terima yang diterima dan diketahui oleh semua orang". Ini memiliki manfaat tambahan untuk mengurangi biaya operasional dengan cara menghilangkan kebutuhan untuk merekonsiliasi data sepanjang jalan, sementara mempersingkat waktu penyelesaian dan mempercepat pembayaran di rumah sakit.
Di masa mendatang, saat vaksin COVID-19 sudah ditemukan maka distribusi vaksin dapat dilakukan secara langsung oleh produsen vaksin ke gudang obat provinsi atau kabupaten. Kemudian dari gudang akan diteruskan ke puskesmas, rumah sakit dan apotek yang membutuhkan. Semua data pendistribusian vaksin yang dilakukan oleh banyak produsen vaksin akan diterima dan diawasi oleh Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten sebagai bagian dari konsorsium blockchain untuk memastikan apabila ada anomali dalam proses distribusi vaksin COVID-19.
Jika terjadi pandemi serupa, maka pemerintah dapat mengetahui dan melacak stok vaksin yang sudah terdistribusi. Apabila stok yang tersedia tidak cukup maka pemerintah dapat memberikan arahan bagi produsen vaksin untuk melakukan produksi vaksin sebagai langkah pencegahan / antisipasi dalam menghadapi pandemi yang terjadi sebelum memuncak.
Terdesentralisasi, Aman dan Abadi.Masing-masing aktor yang terlibat akan memegang data yang sama dengan yang lain (terdistribusi). Seluruh data yang masuk ke dalam blockchain akan mengalami proses enkripsi sehingga data aslinya tidak diketahui dan hanya dapat dibaca oleh orang-orang yang diberikan akses. Hal ini membuat sistem berbasis blockchain menjadi aman bagi rumah sakit yang memiliki persaingan (competing interest) terutama mengenai data pasien, tetap dapat memasukkan data pasien ke dalam sistem ini. Seluruh data yang sudah masuk ke dalam blockchain akan selamanya tersimpan dan tidak dapat dihapus alias abadi (immutable).
Itulah keuntungan-keuntungan dari penerapan teknologi blockchain di industri kesehatan yang dapat menyelesaikan permasalahan data yang sedang terjadi sekarang serta di masa mendatang saat vaksin COVID-19 telah ditemukan. Saya percaya bahwa blockchain akan mengambil peran besar dalam mengurangi persentase kematian akibat COVID-19.
Bersama kita pasti bisa melawan COVID-19!
Anton Emil / Senior Consultant di BlockSphere
(dru)