Big Stories 2025

Fenomena Rokok Murah & Pengusaha yang Bisa Kembali Bernapas

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 30/12/2025 12:00 WIB
Foto: Penjual menunjukkan rokok ilegal yang diperjual belikan di kawasan Jakarta, Senin (14/7/2025). Peredaran rokok ilegal masih marak di wilayah Jakarta. Sejumlah pedagang menjajakan produk tanpa cukai itu secara terang-terangan di pinggir jalan raya. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pengusaha rokok bisa bernafas lega setelah pemerintah tidak menaikkan cukai rokok pada 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok.

Keputusan tersebut diambil usai berdiskusi dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Diskusi itu juga turut dihadiri oleh produsen rokok a.l. Djarum, Gudang Garam dan Wismilak. Diketahui, pertemuannya dan Gappri dilakukan secara online, pada Jumat, 26 September 2025.


Kepada produsen rokok RI, Purbaya bertanya apakah pihaknya harus mengubah cukai (cukai hasil tembakau/CHT). Produsen rokok pun, menurutnya, meminta tidak diubah besarannya. Padahal, dia mengaku ingin menurunkan tarifnya.

"Ya udah nggak saya ubah. Tadinya saya mau nurunin. Jadi kesalahan mereka saja itu, tahu gitu minta turun. Jadi 2026, tarif cukai nggak kita naikkin," kata Purbaya dikutip pada Jumat (26/12/2025).

Dalam kesempatan berbeda, Purbaya pun menjelaskan keputusan tidak menaikkan cukai rokok sudah memperhitungan seluruh variabel, baik dalam hal keberlanjutan industri, lapangan pekerjaan hingga kesehatan.

"Karena saya nggak mau industri kita mati. Terus kita biarkan yang ilegal hidup," ungkap Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (1/10/2025)

Cukai rokok yang tidak naik memberi nafas bagi industri rokok yang kian sunset. Hak ini terlihat dari jumlah produksi rokok yang merosot dari tahun ke tahun.

Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menunjukkan produksi rokok pada Agustus 2025 (sebelum keputusan) mencapai 25,5 miliar tersebut anjlok 9,25% dibandingkan Juli tahun ini (month to month/mtm). Produksi tersebut juga melandai 2,07% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).

Produksi rokok melandai di Agustus setelah mencapai puncak pada Juli 2025. Penurunan produksi rokok di Agustus ini juga berbanding terbalik dengan historisnya di mana biasanya produksi melalui merangkak naik di Agustus.

Secara keseluruhan, produksi rokok Januari-Agustus 2025 mencapai 197 miliar batang atau turun 1,93% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Bila dirunut sejak 2018-2025, produksi rokok Januari-Agustus 2025 adalah yang terendah sejak 2020 atau dalam lima tahun terakhir.

Selain rokok ilegal, Bea Cukai juga menyoroti terjadinya penurunan produksi rokok yang dipicu oleh fenomena downtrading, atau beralihnya konsumsi rokok ke arah rokok murah.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama mengatakan, penurunan produksi rokok itu terbilang masih terkendali, karena terjadi meskipun tarif cukai hasil tembakau kembali tidak dinaikkan oleh pemerintah pada tahun ini.

"Produksi tembakau menunjukkan tren terkendali meski 2025 tidak terjadi penyesuaian tarif cukai. Di samping itu juga terjadinya downtrading khususnya pergeseran dari konsumsi sigaret kretek ke sigaret kretek tangan atau jenis rokok dengan harga yang lebih murah," kata Djaka di Komisi XI DPR, dikutip Kamis (11/9/2025).

Downtrading adalah istilah ekonomi yang menggambarkan fenomena pergeseran perilaku konsumen dari produk yang lebih mahal ke produk yang lebih murah. Akibat pergeseran konsumsi ini, banyak perusahaan rokok yang mengandalkan mesin harus mengalami penurunan produksi dan penjualan.

Purbaya Basmi Rokok Ilegal

Tarif cukai IHT yang ditetapkan tidak naik bukan satu-satunya dukungan pemerintah kepada pengusaha rokok yang tengah mengalami tekanan serius dari sisi produksi dan penjualan.

Menkeu Purbaya fokus membersihkan pasar rokok ilegal, termasuk barang ilegal dari luar negeri dan dalam negeri. Menurutnya, produk-produk ini tentu tidak membayar pajak.

Oleh karena itu, dia mengatakan Kementerian Keuangan akan membuat satu sistem khusus bagi industri hasil tembakau (IHT). Dia berencana melakukan sentralisasi industri rokok. Hal ini guna menangkal rokok ilegal.

"Ada mesin, gudang, pabrik dan bea cukai di sana jadi konsepnya sentralisasi. One stop service ini sudah jalan di Kudus dan Pare Pare. Kita akan kembangkan lagi supaya rokok ilegal masuk ke kawasan khusus mereka bisa bayar pajak sesuai kewajibannya," ujar Purbaya.

Dengan strategi ini, Purbaya yakin rokok ilegal bisa masuk ke dalam sistem. Pada akhirnya, Kementerian Keuangan tidak hanya membela industri besar tetapi juga industri kecil.

"Jadi mereka bisa masuk ke sistem kita nggak hanya bela perusahaan-perusahaan besar tapi kecil bisa masuk ke sistem dan tentunya bayar cukai. Kan kita atur mereka bisa kerja sama perusahaan-perusahaan besar," paparnya.

Langkah ini dinilai strategis oleh Purbaya karena tidak akan membunuh industri kecil. "Kalau kita bunuh semua matilah mereka jadi tujuan kita untuk ciptakan lapangan kerja tidak terpenuhi juga. Jadi kita harus buat satu sistem khusus IHT," tegasnya.

Salah satunya, ia berencana membangun kawasan industri khusus bagi produsen rokok ilegal di kawasan Kudus, Jawa Tengah. Kawasan itu akan melengkapi keberadaan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus.

Purbaya menjelaskan, kawasan industri yang akan memanfaatkan luas lahan 5 hektare itu akan menarik produsen rokok ilegal masuk, sehingga bisa bertransformasi menjadi industri hasil tembakau kecil menengah yang legal.

Ia pun memastikan, para produsen rokok ilegal yang selama ini beroperasi akan diampuni bila pindah ke KIHT tersebut, dan difasilitasi untuk bisa memiliki rantai produksi rokok yang legal hingga dapat membeli pita cukai hasil tembakau (CHT) yan terjangkau.

"Tapi setelah itu ke depan kita akan bertindak keras, jadi mereka kita kasih ruang legalkan produknya dengan nanti pita cukai kita kasih yang terbaik," tegasnya.

Purbaya mengatakan, khusus untuk pita cukai yang terjangkau bagi para produsen rokok level kecil itu kini tengah di ramu besaran tarifnya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ia memastikan, besaran tarifnya tidak akan mengganggu pasar IHT.

"Jadi kita akan menciptakan pasar yang fair untuk industri besar maupun kecil sehingga semua bisa hidup. Yang penting lapangan kerja tetap terjaga tapi bayarnya ya bayar lah jangan enggak bayar," ujar Purbaya.

Sebagai informasi, hingga November 2025, total penindakan peredaran rokok ilegal mencapai 17.641, dengan jumlah rokok ilegal yang berhasil diamankan sebanyak 1 miliar batang lebih sedikit. atau naik 34,9% secara tahunan.

Total rokok ilegal yang ditindak itu kebanyakan ialah sigaret kretek mesin alias SKM dengan porsi 74,2% dari total 1 miliar batang. Sisanya sigaret putih mesin 20,5% dan lainnya 5,3%.


(ras/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Purbaya Tindak 11 Juta Batang Rokok Ilegal & Tangkap 3 WNA