Penjelasan Poin-Poin Perbedaan Kenaikan Upah Minimum 2026
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan Peraturan Pemerintah (PP) terkait Pengupahan telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (16/12/2025).
Formula yang akan menjadi dasar perhitungan penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun depan juga sudah disepakati. Ada beberapa perbedaan dalam PP baru ini dengan beberapa aturan lama seperti Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 7 tahun 2013 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2020.
Perbedaan pertama yakni penggunaan indeks tertentu atau alfa, di mana sebelumnya menggunakan alpha direntang 0,1 - 0,3, pada penetapan UMP 2026 mengalami kenaikan menjadi 0,5 - 0,9.
Menaker Yassierli dalam konferensi pers, Rabu (17/8/2025) mengatakan kenaikan alfa ini terjadi untuk mengurangi disparitas upah minimum di beberapa daerah yang masih rendah dengan yang sudah tinggi.
"Alfa kita maknai sebagai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan instrumen bagi daerah untuk melakukan adjustment ketika disparitas atau gap dengan upah yang ada saat ini apakah terlalu rendah atau terlalu tinggi," kata Yassierli, dikutip Kamis (18/12/2025).
Meski alfa mengalami kenaikan, tetapi rumusnya tidak berubah dari peraturan sebelumnya.
"Formula tidak ada yang berubah dari formula sebelumnya, yakni kenaikan upah sama dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi di kali alfa. Alfa inilah yang dibutuhkan oleh Pak Presiden (Prabowo), nilainya 0,5 sampai 0,9," lanjutnya.
Berikutnya, kenaikan UMP 2026 tak lagi seperti UMP 2025 yang kenaikannya sama di seluruh Indonesia yakni 6,5%. Adapun alasan pemerintah tak lagi memakai persentase kenaikan yang sama karena pada saat itu, ada kondisi khusus yang membuat kenaikan UMP 2026 di seluruh Indonesia sama.
"Tahun lalu 6,5 itu adalah kondisi khusus. Ketika memang putusan MK ada menjelang akhir tahun dan kita tidak punya waktu yang cukup untuk kemudian merumuskan sebuah regulasi," jelas Yassierli.
Sementara itu, metode perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) juga berubah dalam PP Pengupahan yang baru, di mana pada peraturan baru ini didasarkan pada metode standar International Labour Organization (ILO).
Pada metode lama yakni menggunakan metode survei, acuan KHL meliputi 64 jenis kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan metode baru menggunakan data konsumsi rumah tangga hasil survei rutin Badan Pusat Statistik (BPS), yang terdiri atas empat komponen konsumsi rumah tangga seperti makanan, kesehatan-pendidikan, pokok-pokok lain, dan perumahan.
"Kita juga melakukan kajian akademik, terutama salah satu poin yang penting itu adalah terkait dengan KHL ya. Bagaimana menghitung, mengestimasi kebutuhan hidup layak. Alhamdulillah tahun ini kita sudah keluar dengan sebuah publikasi terkait dengan KHL," terangnya.
Terakhir, penentuan kenaikan UMP juga berlaku bagi daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, sehingga tidak ada lagi alasan pemerintah daerah tidak bisa menaikkan upah minimum karena melambatnya ekonomi.
"Sekarang tidak ada istilahnya upahnya turun ya, karena formulanya tadi adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi kali alfa. Jadi kalau pertumbuhan ekonominya negatif maka Dewan Pengupahan Daerah tentu mempertimbangkan kenaikan berdasarkan kepada inflasi," ucapnya.
Berikut rincian perbedaan penentuan UMP sebelumnya dengan UMP 2026:
- Indeks tertentu atau alpha yang ditetapkan untuk menghitung kenaikan UMP 2026 berada di rentang 0,5 - 0,9, dari sebelumnya di rentang 0,1 - 0,3
- Tidak memakai satu angka kenaikan upah minimum, tidak seperti penentuan UMP 2025 yang naik serentak sebesar 6,5% di seluruh Indonesia
- Metode perhitungan KHL berubah, sesuai standar ILO
- Daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif atau perlambatan ekonomi, tetap bisa menaikkan UMP, dengan pertimbangan pertumbuhan inflasi yang positif.
(dce)