UMP 2026 Dibongkar: Sejarah, Rumus, & Arah Baru yang Siap Guncang Upah
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi mengubah cara perhitungan kenaikan upah mininum 2026. Presiden Prabowo Subianto telah menandatangi Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan terbaru yang akan menjadi dasar penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025.
Melalui aturan ini, besaran kenaikan UMP tidak lagi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia, melainkan dihitung berdasarkan formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, lalu ditetapkan oleh masing-masing gubernur sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah.
Kebijakan ini sekaligus menandai berakhirnya era kenaikan upah satu angka nasional dan membuka ruang perbedaan upah antar daerah sesuai kondisi ekonominya.
Sesuai ketentuan, Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Selain itu, Gubernur juga wajib menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) serta dapat menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), guna menyesuaikan struktur upah dengan karakteristik sektor usaha dan kondisi ekonomi daerah.
Khusus untuk tahun 2026, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa Gubernur harus menetapkan besaran kenaikan upah paling lambat pada 24 Desember 2025, sehingga kebijakan pengupahan dapat berlaku efektif mulai awal tahun.
Sebagai catatan, dalam kurun waktu 15 tahun (2011-2025), UMP Indonesia hanya sekali tidak naik yakni pada 2021. UMP tidak naik sebagai dampak pandemi Covd-19 yang meluluhlantakkan ekonomi yang menghantam dunia usaha sejak Maret 2020.
Dalam catatan CNBC Indonesia, UMP tidak pernah naik double digit sejak 2017. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, UMP hampir selalu naik di atas 10%. Pada 2013, misalnya, UMP naik 18,3% sementara pada 2014 sebesar 17,44%.
Pada 2023 kenaikan UMP ditetapkan maksimal 10% tetapi tidak ada satupun provinsi yang mengerek UMP hingga 10% atau double digit.
Sementara itu, untuk UMP 2024, pemerintah membatasi kenaikan UMP maksimal 5% tetapi rata-rata pemerintah provinsi menaikkan UMP sebesar 3,65%. Lalu untuk 2025, ditetapkan sebesar rata-rata 6,5%.
Rumus Perhitungan UMP Terbaru 2026
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan terbaru, pemerintah menetapkan bahwa kenaikan upah minimum dihitung dengan mengombinasikan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan tambahan faktor pengali berupa alfa.
Formula perhitungannya sebagai berikut:
Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa)
Nilai alfa berada dalam rentang 0,5 hingga 0,9, yang berfungsi sebagai instrumen penyesuaian untuk mencerminkan kondisi ketenagakerjaan dan kemampuan ekonomi di masing-masing daerah.
Melalui rumus ini, kenaikan UMP 2026 tidak lagi ditentukan secara seragam di tingkat nasional, melainkan dihitung berdasarkan data ekonomi provinsi dan diputuskan oleh Gubernur setelah menerima rekomendasi dari Dewan Pengupahan Daerah.
Pemerintah menilai formula ini mampu menjaga daya beli pekerja sekaligus tetap mempertimbangkan keberlanjutan dunia usaha.
Dengan diberlakukannya PP Pengupahan terbaru, penetapan UMP ke depan tidak lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Aturan lama tersebut sebelumnya menetapkan tenggat waktu penetapan UMP pada 21 November, serta menggunakan mekanisme perhitungan yang kerap menuai kritik karena dinilai menghasilkan kenaikan upah yang terbatas.
Perubahan regulasi ini sekaligus menandai berakhirnya penggunaan formula lama, sebelum pemerintah kembali merombak pendekatan penetapan upah minimum yang telah mengalami sejumlah perubahan dari waktu ke waktu.
Perhitungan UMP 2025
Pada tahun 2024, penetapan UMP 2025 dilakukan dengan mekanisme yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah secara langsung menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5%, sebagaimana diumumkan Presiden Prabowo Subianto dan diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Berbeda dengan UMP 2024 yang masih menggunakan formula tertentu, kenaikan UMP 2025 tidak dihitung menggunakan rumus inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah menetapkan satu angka nasional yang berlaku untuk seluruh daerah, baik Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Formula perhitungan UMP 2025:
UMP 2025 = UMP 2024 + (6,5% × UMP 2024)
Aturan tersebut mewajibkan pemerintah daerah menaikkan upah minimum sebesar minimal 6,5%, dan dapat menetapkan kenaikan lebih tinggi, namun tidak diperkenankan di bawah angka tersebut. Tidak ada ketentuan mengenai batas atas dan batas bawah upah minimum dalam kebijakan ini.
Kebijakan kenaikan tunggal 6,5% tersebut memicu beragam respons, baik dari kalangan serikat pekerja maupun dunia usaha, yang sama-sama mempertanyakan dasar penetapan angka tersebut. Dinamika inilah yang kemudian menjadi salah satu latar belakang perombakan kebijakan pengupahan melalui PP Pengupahan terbaru untuk penetapan UMP 2026.
Perhitungan UMP 2024
Sebelumnya, penetapan UMP 2024 masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Aturan ini menggantikan formula lama dalam PP Nomor 78 Tahun 2015, yang sebelumnya hanya berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Perlu dicatat, UMP 2022 menjadi UMP pertama yang dihitung menggunakan PP 36/2021.
Berbeda dengan aturan sebelumnya, PP ini memperkenalkan pendekatan yang lebih kompleks dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, seperti paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta median upah, yang seluruhnya mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, penerapan PP 36/2021 menuai kritik luas dari kalangan buruh. Aturan ini dinilai berpotensi menghasilkan kenaikan upah yang sangat terbatas, terlebih setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sehingga dasar hukum PP 36/2021 ikut dipersoalkan.
Secara teknis, penetapan UMP dilakukan melalui mekanisme batas atas dan batas bawah upah minimum.
Formula batas atas upah minimum ditetapkan sebagai berikut:
Batas atas UM(t) = (Rata-rata konsumsi per kapita(t) × Rata-rata jumlah anggota rumah tangga(t))
÷ Rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang bekerja(t)
Sementara itu, batas bawah upah minimum ditetapkan sebesar 50% dari batas atas, dengan rumus:
Batas bawah UM(t) = 50% × Batas atas UM(t)
Nilai UMP kemudian ditetapkan dalam rentang antara batas atas dan batas bawah tersebut, dengan mempertimbangkan tingkat inflasi atau pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi.
Sejarah Perhitungan UMP di Indonesia
Berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional (ILO), sejarah kebijakan upah minimum di Indonesia berawal dari penetapan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pada 1956.
Konsep awal ini disusun melalui konsensus tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, serta melibatkan para ahli gizi sebagai dasar penghitungan kebutuhan minimum tenaga kerja.
Kebijakan upah minimum secara formal mulai diperkenalkan pada awal 1970-an, seiring dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN).
Sejak saat itu, pemerintah beberapa kali mengubah standar kebutuhan hidup sebagai dasar penetapan upah minimum, menyesuaikan dengan perubahan struktur ekonomi dan pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, formula dan standar penetapan upah minimum setidaknya telah berubah enam kali.
Pada periode 1969-1995, pemerintah menggunakan konsep Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang terdiri atas lima kelompok kebutuhan hidup dengan 47 jenis komoditas, mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, dan bahan bakar.
Memasuki periode 1996-2005, standar tersebut berganti menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang mencakup empat kelompok kebutuhan dengan 43 komoditas.
Selanjutnya, pada periode 2006-2012, pemerintah memperkenalkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang lebih luas, terdiri atas tujuh kelompok kebutuhan hidup dan 46 komoditas, termasuk unsur rekreasi dan tabungan. Seiring berkembangnya kebutuhan tenaga kerja, pada periode 2013-2015 jumlah komoditas KHL kembali disesuaikan menjadi 60 jenis.
Perubahan besar terjadi pada periode 2016-2020 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Sejak saat itu, penentuan upah minimum tidak lagi berbasis survei kebutuhan hidup, melainkan menggunakan formula matematis yang menghitung kenaikan upah tahun berikutnya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Formula yang digunakan adalah:
UMₙ = UMₜ + {UMₜ × (Inflasiₜ + ΔPDBₜ)}
Dimana inflasi dihitung dari periode September ke September, sementara pertumbuhan PDB dihitung dari gabungan kuartal III-IV tahun sebelumnya dan kuartal I-II tahun berjalan. Dalam skema ini, inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi faktor dominan dalam penentuan kenaikan upah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)