Inggris Cs Janji Guyur Rp356 T Demi Transisi Energi RI, Ini Proyeknya
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan sejumlah proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang tengah dipersiapkan untuk mendapatkan pendanaan dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
Menurut Airlangga, setidaknya terdapat beberapa proyek yang sudah masuk daftar dan siap didorong mendapatkan pendanaan, antara lain adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung atau floating solar PV di Waduk Saguling, Jawa Barat. Kemudian, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) seperti Muara Laboh, Sumatra Barat.
"Proyek antara lain, proyek Saguling untuk floating PV, kemudian geothermal antara lain Muara Laboh," ungkap Airlangga dalam acara Konferensi Pers terkait Perkembangan Implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Lalu, ada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) seperti Legok Nangka, pembangunan jaringan transmisi di koridor Sulawesi, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin) di Sumatra Selatan, dan program dedieselisasi untuk mengurangi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
Lebih lanjut, Airlangga membeberkan sejak peluncuran program hingga saat ini setidaknya sudah ada sekitar US$ 3 miliar yang terserap, sementara yang dalam perencanaan mencapai US$ 5 miliar.
"Dan on the pipeline sekarang US$ 5 miliar, dan tentu kita berharap bahwa US$ 20 miliar ini kita bisa segera serap dalam program konkret yang ada nanti, dan itu semua sebetulnya sudah on the pipeline, dan dokumentasi juga sudah disiapkan," ujarnya.
Airlangga menyebut, nilai komitmen program Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia kini telah meningkat menjadi US$ 21,4 miliar atau sekitar Rp 356 triliun (asumsi kurs Rp 16.646 per US$) dari sebelumnya US$ 20 miliar.
JETP adalah mekanisme kerja sama pembiayaan antara negara maju dan negara berkembang untuk mempercepat transisi dari penggunaan bahan bakar fosil ke ekonomi rendah karbon. Adapun, mitra JETP RI antara lain Inggris, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, dan Norwegia, serta Italia dan Perancis.
Amerika Serikat disebut telah mundur dari komitmen JETP ini. Padahal, komitmen ini pada awalnya diumumkan langsung oleh Presiden AS Joe Biden saat KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu.
"Just Energy Transition ini sudah disiapkan dana untuk Indonesia. Komitmennya US$ 20 miliar dari sekarang, sudah meningkat menjadi US$ 21,4 miliar," ungkap Airlangga.
Lebih rinci, Airlangga mengatakan tambahan komitmen tersebut berasal dari International Partners Group (IPG) sebesar US$11 miliar dan senilai US$10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
"Ini menunjukkan kuatnya kepercayaan internasional terhadap proyek-proyek renewable di Indonesia," ujar Airlangga.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo mengatakan bahwa Just Energy Transition Partnership (JETP) merupakan program gagal. Terlebih, kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS telah mengubah kebijakan di sektor energi global.
Hashim mengatakan bahwa ancaman Trump untuk menarik diri dari berbagai Perjanjian Iklim telah terjadi. Hal tersebut tentunya juga akan berdampak pada program pendanaan JETP untuk Indonesia senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun.
Bahkan Hashim mengungkapkan bahwa selama dua tahun berjalan, tidak ada satu dolar pun yang dikucurkan oleh pemerintah AS untuk program ini.
"Saya ketemu utusan khusus AS namanya John, JETP itu program gagal, 2 tahun berjalan tidak 1 dolar pun dikucurkan oleh pemerintah AS banyak omon-omon ternyata itu ada klausul US$ 5 miliar akan dihibahkan apabila dana tersedia ternyata mohon maaf tidak tersedia," kata Hashim dalam acara CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025, Jumat (31/1/2025).
Oleh sebab itu, ia pun menekankan bahwa masyarakat tidak perlu lagi berharap pada pendanaan JETP. Mengingat, salah satu negara yang menginisiasi program ini saja telah mundur dari perjanjian iklim.
"Ini realita, so ini saya kira jangan harapkan deh 20 miliar dolar," kata dia.
[Gambas:Video CNBC]