Rupiah Perkasa di Rp 16.620/US$, Ekonom Sebut Ungkap Pemicunya
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,15% ke level Rp16.625/US$ pada pembukaan pagi ini. Penguatan ini terjadi setelah pada perdagangan sebelumnya rupiah bergerak stagnan di level Rp16.650/US$ akhir minggu lalu.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menjelaskan penguatan rupiah kali ini disebabkan oleh derasnya arus masuk ke instrumen pasar keuangan domestik.
Dia menilai ada potensi masuknya dana asing melalui pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) serta pasar surat utang negara yang terlihat dari penurunan yield dan penguatan harga obligasi pemerintah pada perdagangan sebelumnya.
"Kelihatannya ada flow dari pasar SRBI. Bisa juga ada flow dari pasar surat utang negara. Lalu yang kedua juga ada kemungkinan dari sisi flow surplus neraca dagang. Realisasinya masuk ke sini," ujar Myrdal kepada CNBC Indonesia dikutip Selasa (2/12/2025).
Selain dari pasar keuangan, realisasi ini juga didorong realisasi penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia.
Dari sisi sentimen global, ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve juga menjadi pengaruh. Terutama karena imbal hasil aset keuangan Indonesia dinilai semakin menarik.
"Selain juga kita lihat itu dari indikator data-data ekonomi juga bagus. Kita kemarin dari inflasi turun, PMI Manufacturing Index juga cukup bagus. Lalu juga dari sisi rate surplus juga tetap terjaga," ujarnya.
Maka dari itu, Myrdal memperkirakan rupiah berpeluang menguat lebih jauh menjelang akhir tahun berada pada level di bawah Rp 16.600 karena dari sisi fundamental dalam negeri bagus dan sisi global jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga.
Sementara Department Head of Macroeconomic & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman menilai faktor eksternal memainkan peran besar dalam penguatan rupiah. Menurutnya penguatan ini seiring pelemahan indeks dolar AS yang turun 0,05% ke level 99,41.
Dirinya menjelaskan pelemahan dolar AS terjadi setelah yen Jepang menguat menyusul komentar Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda yang membuka peluang kenaikan suku bunga pada Desember 2025. Sinyal pengetatan tersebut mendorong apresiasi yen sebesar 0,46% sepanjang sesi perdagangan global dan menekan dolar AS.
"Pernyataan ini dianggap oleh pelaku pasar sebagai sinyal pengetatan. Yen akhirnya menguat 0,46% hingga akhir sesi AS," ujar Faisal kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/12/2025).
Pelemahan Dolar AS juga menurut Faisal didorong oleh rilis data manufaktur AS. ISM Manufacturing Index turun ke 48,2 di November 2025 dari 48,7 sehingga mendukung ruang pemotongan Suku Bunga The Fed di bulan Desember 2025. Indeks Dolar AS akhirnya tetap ditutup melemah 0,05% di level 99,41.
Para pelaku pasar memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Fed sebesar 25bps minggu depan.
"Probabilitas pasar untuk langkah tersebut saat ini berada di atas 87%. Presiden Trump juga telah mengatakan bahwa ia telah memilih kandidat Ketua Fed yang baru, dengan sejumlah laporan menyebut Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett, sebagai kandidat utama," ujarnya.
Jika pemotongan Fed rate benar-benar terjadi maka akan memicu risk-on sentiment yang berujung pada capital inflow, sehingga Faisal memperkirakan kemungkinan pada akhir Desember 2025, Rupiah akan ditutup pada kisaran IDR16.300 - 16.500 per dolar AS.
(haa/haa)