Zelensky Akhirnya Sepakat Mau Damai, Perang Rusia-Ukraina Berakhir?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Selasa (25/11/2025) menyatakan kesiapan negaranya untuk memajukan kerangka perdamaian yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) guna mengakhiri perang dengan Rusia. Namun, Zelensky menekankan bahwa isu-isu paling sensitif, terutama konsesi teritorial, harus dibahas langsung dengan Presiden AS Donald Trump dan melibatkan sekutu-sekutu Eropa.
Kesiapan Kyiv ini muncul setelah pejabat AS dan Ukraina berupaya keras mempersempit kesenjangan atas rencana yang didorong oleh pemerintahan Trump, yang dikhawatirkan Ukraina akan memaksa mereka menerima kesepakatan yang sebagian besar berpihak pada Rusia, termasuk menyerahkan wilayah yang telah direbut Moskow.
Dalam pidato di depan sekutu-sekutu koalisi, Zelensky mendesak para pemimpin Eropa untuk menyusun kerangka pengerahan "pasukan jaminan" ke Ukraina. Ia juga mendesak dukungan berkelanjutan selama Moskow tidak menunjukkan niat untuk mengakhiri perang. Zelensky memperingatkan bahwa keputusan keamanan tidak bisa dipaksakan tanpa persetujuan Kyiv.
"Kami sangat yakin keputusan keamanan tentang Ukraina harus menyertakan Ukraina, keputusan keamanan tentang Eropa harus menyertakan Eropa... Karena ketika sesuatu diputuskan di belakang negara atau rakyatnya, selalu ada risiko tinggi hal itu tidak akan berhasil," kata Zelensky dikutip Reuters.
Langkah diplomatik ini segera diikuti oleh tindakan dari Gedung Putih. Trump mengumumkan di media sosial bahwa negosiasi hanya menyisakan "beberapa poin yang tersisa dari ketidaksepakatan." Ia telah mengarahkan utusan khususnya, Steve Witkoff, untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, dan Menteri Angkatan Daratnya, Dan Driscoll, untuk bertemu dengan pejabat Ukraina pada waktu yang sama.
"Saya berharap dapat bertemu dengan Zelenskyy dan Putin segera, tetapi HANYA ketika kesepakatan untuk mengakhiri perang sudah FINAL atau dalam tahap akhir," ujarnya.
Meskipun kerangka kerja perdamaian ini telah disederhanakan dari proposal awal 28 poin menjadi 19 poin setelah pembicaraan di Jenewa, isu konsesi teritorial dan pembatasan militer Ukraina tetap menjadi masalah besar. Rencana awal AS dikritik keras karena dinilai akan mengharuskan Kyiv menyerahkan wilayah yang direbut Rusia dan melarangnya bergabung dengan NATO, syarat yang selama ini ditolak Kyiv sebagai penyerahan diri.
Di sisi lain, Rusia memberikan peringatan tegas. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan bahwa setiap rencana perdamaian yang diamandemen harus mencerminkan "semangat dan surat" pemahaman yang dicapai antara Putin dan Trump di KTT Alaska sebelumnya. Kremlin juga menolak proposal tandingan dari Eropa sebagai "sepenuhnya tidak konstruktif".
Harapan perdamaian ini juga digelayuti realitas medan perang, di mana Kyiv baru saja dihantam rentetan rudal dan ratusan drone Rusia semalam, menewaskan tujuh orang dan kembali mengganggu sistem listrik dan pemanas.
(tps/luc)[Gambas:Video CNBC]