Negara Kaya & Paling Bahagia Dilanda Krisis, Banyak Warga Nganggur
Jakarta, CNBC Indonesia - Finlandia kembali dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia untuk tahun kedelapan berturut-turut. Namun di balik prestasi itu, negara maju Eropa Utara ini tengah dihantam krisis ekonomi yang makin dalam.
Setidaknya ada tiga masalah yang terlihat. Dari stagnasi pertumbuhan, lonjakan pengangguran, hingga pemangkasan jaring pengaman sosial.
Juho-Pekka Palomaa, 33 tahun, menjadi salah satu wajah krisis tersebut. Setelah 1.000 hari menganggur, ia menggelar aksi kecil bertema potluck di tangga parlemen.
Ia mengeluhkan tunjangan pengangguran yang dipotong. Sementara dana pensiun tetap dianggap "hampir sakral" oleh pemerintah.
"Saya bersyukur ada jaminan sosial yang mendukung saya secara finansial," ujarnya, seperti dikutip Reuters, Selasa (25/11/2025).
"Tapi saya rasa tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk mengubah situasi saya."
Kondisi ekonomi Finlandia terperosok sejak kejayaan Nokia runtuh pada 2014. Sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina turut memukul ekspor dan sektor pariwisata, sementara ketidakpastian tarif global menambah tekanan.
Bank Finlandia memproyeksikan pertumbuhan hanya 0,3% pada 2025, dengan tingkat pengangguran mendekati 10%, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa (UE). Pengangguran anak muda bahkan tembus 21,2%.
UE juga mempertimbangkan penerapan Excessive Deficit Procedure karena defisit Finlandia diperkirakan terus melampaui batas 3%. Keuangan publik yang memburuk membuat pemerintah mulai memangkas tunjangan pengangguran, perumahan, hingga fasilitas medis.
"Sejujurnya saya khawatir untuk generasi muda," ujar Hanna Taimio, 54 tahun, yang juga menganggur.
"Semua pemotongan ini... sungguh menakutkan."
Menteri Ketenagakerjaan Matias Marttinen mengatakan kebijakan itu perlu untuk "memperkuat anggaran dan mengendalikan utang yang terus meningkat". Ia menyebut tingginya pengangguran sebagai "situasi yang mengerikan", namun membela langkah mempermudah PHK untuk menurunkan risiko perekrutan bagi perusahaan.
Meski begitu, para kritikus menilai kebijakan penghematan justru memperburuk pesimisme ekonomi. Lauri Holappa, Direktur Pusat Analisis Ekonomi Baru Finlandia, mengatakan "langkah-langkah konsolidasi fiskal bahkan bisa meningkatkan tingkat utang publik."
Di sisi lain, tingkat kebahagiaan warga Finlandia tetap stabil. John Helliwell, editor pendiri World Happiness Report, menilai kebahagiaan lebih dipengaruhi ketahanan sosial, dukungan komunitas, dan kemampuan menghadapi masa sulit bersama.
"Finlandia memiliki ketahanan yang sangat tinggi," ujarnya.
(sef/sef)