Top! RI Jadi Pelopor Dunia Bikin Transaksi Karbon Berbasis Teknologi
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia resmi mencatatkan diri dalam sejarah aksi iklim global. Pada gelaran COP30 di Brasil, Indonesia dan Norwegia meluncurkan perdagangan karbon internasional berbasis teknologi pertama di dunia yang berada di bawah payung Article 6.2 Paris Agreement.
Terobosan ini bukan hanya menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam pasar karbon berintegritas tinggi, tetapi juga membuka potensi nilai ekonomi hingga US$ 350 juta dari pengalihan hasil mitigasi emisi sebesar 12 juta ton COâ‚‚e.
Langkah monumental ini dimulai dengan penandatanganan Framework Agreement Generation-Based Incentive antara PT PLN (Persero) dan Global Green Growth Institute (GGGI). Kesepakatan tersebut menjadi bagian dari kerja sama bilateral Indonesia-Norwegia yang selama ini dikenal kuat dalam perlindungan hutan tropis.
"Kerja sama ini bukan akhir, tetapi awal dari fase implementasi nyata. Indonesia ingin memastikan pasar karbon yang dibangun berintegritas tinggi, transparan, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat serta lingkungan," ungkap Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangannya.
Framework Agreement PLN-GGGI ini merupakan tahap awal menuju penandatanganan Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) pada Desember 2025. Jika terlaksana, Indonesia akan menjadi negara pertama yang menjalankan perdagangan karbon berbasis teknologi dalam skema Article 6.2.
Foto: Indonesia Jadi Pelopor Dunia: Luncurkan Traksaksi Karbon Berbasis Teknologi Pertama di Bawah Paris Agreement. (Dok. kemenlh)Indonesia Jadi Pelopor Dunia: Luncurkan Traksaksi Karbon Berbasis Teknologi Pertama di Bawah Paris Agreement. (Dok. kemenlh) |
Selama ini, kerja sama Indonesia-Norwegia terfokus pada sektor berbasis alam melalui Result-Based Contribution (RBC) yang sudah mengalirkan USD 260 juta bagi keberhasilan pengurangan deforestasi Indonesia. Kini, keduanya memasuki era baru: dari hutan ke teknologi.
Kerja sama Indonesia-Norwegia ini memperkuat pesan utama Indonesia di forum COP30, yaitu kepemimpinan nyata dalam transisi energi dan pencapaian Net Zero Emissions (NZE) 2060 atau lebih cepat.
Hal ini sejalan dengan penegasan Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo, Pada sesi Leaders Summit yang menyatakan komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat aksi iklim melalui pembangunan berkeadilan. Kebijakan ini tertuang dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang menargetkan penurunan emisi 1,2-1,5 gigaton COâ‚‚e pada 2035, dengan bauran energi terbarukan 23 persen pada 2030, serta pengembangan teknologi energi baru.
Dengan kolaborasi baru yang berorientasi teknologi, Indonesia bukan sekadar mengikuti tren, tetapi menciptakan standar baru pasar karbon dunia.
(wur/wur)[Gambas:Video CNBC]
Foto: Indonesia Jadi Pelopor Dunia: Luncurkan Traksaksi Karbon Berbasis Teknologi Pertama di Bawah Paris Agreement. (Dok. kemenlh)