Internasional

Ternyata Malaysia Nyerah Perang Dagang ke Trump, Jangan Sampai RI Juga

sef,  CNBC Indonesia
30 October 2025 17:06
U.S. President Donald Trump talks with Malaysia Prime Minister Anwar Ibrahim as he arrives at Kuala Lumpur International Airport to attend the 47th Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Summit, in Kuala Lumpur, Malaysia October 26, 2025. REUTERS/Hasnoor Hussain/Pool
Foto: REUTERS/Hasnoor Hussain

Jakarta, CNBC Indonesia - Kesepakatan tarif yang dicapai Malaysia dan Amerika Serikat (AS) di sela-sela KTT ASEAN menimbulkan kritik. Negeri Jiran disebut telah menyerahkan "kedaulatan ekonominya" ke Paman Sam.

Kritikan muncul ke pemerintahan Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim setelah US Mission to ASEAN merilis "Kesepakatan Antara AS dan Amerika terkait Perdagangan Resiprokal", 26 Oktober. Dokumen tersebut berisi tujuh pasal kesepakatan namun dikatakan sangat memaksa dan melemahkan posisi Malaysia.

Salah satu yang memberikan kritikan keras adalah mantan Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia, Azmin Ali. Ia mengatakan perjanjian perdagangan terbaru itu "merusak kedaulatan ekonomi negara tersebut karena memaksa Putrajaya untuk mengikuti aturan dan regulasi Washington terkait perdagangan dan investasi".

Salah satu yang sangat mengganggu adalah klausul yang mewajibkan Malaysia untuk meniru pembatasan atau sanksi perdagangan AS terhadap negara lain. Azmi mengatakan ini artinya jika AS memutuskan untuk memblokir impor dari China atau Rusia, Malaysia harus melakukan hal yang sama.

"Meskipun itu merugikan perekonomian kami," ujar Azmin dalam sebuah pernyataan dikutip Free Malaysia Today, Kamis (30/10/2025).

Iya mengatakan klausul ini berada di pasal 5 poin 1. Pasal ini memaksa Malaysia untuk memihak dalam konflik negara lain dan menghancurkan netralitas yang telah lama menjadi kekuatan kami.

"Dengan menyelaraskan kebijakan Malaysia dengan keputusan AS, perjanjian ini berisiko mengusir investor yang menghargai peran Malaysia sebagai mitra yang netral dan stabil di kawasan ini," katanya lagi.

Mengutip dokumen US Mission to ASEAN, sebenarnya pasal 5 secara garis besar berisi soal "Kemanan Ekonomi dan Nasional". Pasal 5 poin 1 memang berbunyi:

"Jika Amerika Serikat mengenakan bea masuk, kuota, larangan, biaya, pungutan, atau pembatasan impor lainnya atas barang atau jasa negara ketiga dan menganggap bahwa tindakan tersebut relevan untuk melindungi keamanan ekonomi atau nasional Amerika Serikat, Amerika Serikat bermaksud untuk memberitahukan tindakan tersebut kepada Malaysia demi penyelarasan ekonomi dan keamanan nasional. Setelah menerima pemberitahuan tersebut dari Amerika Serikat, Malaysia akan mengadopsi atau mempertahankan tindakan dengan efek pembatasan yang setara dengan tindakan yang diadopsi oleh Amerika Serikat atau menyetujui jangka waktu implementasi yang dapat diterima oleh kedua Pihak, untuk mengatasi masalah ekonomi atau keamanan nasional bersama, yang berpedoman pada prinsip-prinsip itikad baik dan komitmen bersama untuk meningkatkan hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Malaysia".

Bukan Hanya Itu

Sebenarnya bukan hanya itu. Rata-rata seluruh Pasal memang memuat kewajiban Malaysia.

Azmin menyebut perjanjian tersebut juga melucuti kemampuan Malaysia untuk mengatur pasar mereka sendiri. Bahkan memaksa lembaga-lembaga lokal untuk menerima standar Amerika.

Ini pun berlaku bagi makanan, obat-obatan, dan kendaraan. Perjanjian tersebut melemahkan sistem sertifikasi halal Malaysia dengan mengakui lembaga sertifikasi asing.

"Sedikit manfaat jangka pendek tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian jangka panjang," ujarnya.

"Menerapkan perjanjian tersebut tidak akan membuat Malaysia lebih kuat, melainkan akan menandai penyerahan kedaulatan, netralitas, dan masa depan ekonomi kami," tegasnya.

Dari dokumen US Mission to ASEAN, memang ada beberapa aturan yang dibuat AS dan "melarang Malaysia". Di Pasal 2 yang terkait "Hambatan Non-Tarif dan Hal-Hal Terkait" misalnya.

Salah satunya terdapat di dalam Pasal 2 poin 3 soal Pertanian yang berisi "Malaysia tidak boleh membuat perjanjian atau kesepahaman dengan negara ketiga yang memuat standar teknis non-ilmiah, diskriminatif, atau preferensial, atau langkah-langkah SPS negara ketiga yang tidak sesuai dengan standar AS atau internasional; atau merugikan ekspor AS".

Hal sama juga ada di Pasal 2 poin 5 yang berbunyi "Malaysia tidak akan membatasi akses pasar AS hanya karena penggunaan ketentuan keju dan daging individual yang tercantum dalam Lampiran II".

Di pasal 2 poin 12 juga ada klausul yang menyebut "Malaysia tidak boleh mengenakan pajak pertambahan nilai yang mendiskriminasi perusahaan AS, baik secara hukum maupun dalam praktik".

Di Pasal 3 soal Perdagangan Digital dan Teknologi juga muncul larangan ke tetangga RI itu, di mana "Malaysia tidak boleh mengenakan syarat atau menegakkan kewajiban apa pun yang mewajibkan warga negara AS untuk mentransfer atau menyediakan akses ke teknologi, proses produksi, kode sumber, atau pengetahuan kepemilikan lainnya, atau untuk membeli, menggunakan, atau memberikan preferensi pada teknologi tertentu, sebagai syarat untuk menjalankan bisnis di wilayahnya".

Kata Anwar 

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim menepis klaim bahwa perjanjian dagang yang ditandatangani Malaysia dengan AS telah memengaruhi kedaulatan negara itu. Ia dmenyatakan bahwa Malaysia dapat mengakhiri perjanjian tersebut jika perlu.

Hal ini disampaikannya ke Dewan Rakyat Malaysia. Menurutnya perjanjian yang ditandatanganinya dengan Presiden AS Donald Trump telah ditinjau secara saksama oleh para pejabat senior pemerintah untuk memastikan kepentingan negara terlindungi.

"Ada klausul keluar dalam perjanjian dagang ini. Semua perjanjian dagang memiliki klausul keluar," kata Anwar.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengumuman! Tarif Trump Diblokir Pengadilan AS, Perang Dagang Bye-Bye?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular