Apartemen Belum Jadi Primadona di Jakarta, Bakal Jegal TOD?
Jakarta, CNBC Indonesia - Konsep Transit Oriented Development (TOD) yang digadang-gadang menjadi solusi hunian urban di Jakarta dinilai belum benar-benar ramah bagi masyarakat, terutama dari sisi biaya. Penerapan skema tarif utilitas seperti air dan listrik di hunian vertikal masih jadi sorotan.
Selain itu, biaya iuran pemeliharaan lingkungan juga jadi pertimbangan calon konsumen.
Ketua Kehormatan DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata menyoroti biaya bulanan tinggal di apartemen. yang merupakan bagian dari proyek TOD, seringkali terlalu tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat luas.
"Yang saya sorot itu karena ada beberapa kasus di apartemen biaya bulanannya terlalu tinggi, jadi nggak terjangkau. Saya mendengar dari para pengusaha di apartemen, standar biaya hunian di vertikal itu masih mengacu kepada komersial, bukan hunian," ujar Soelaeman kepada CNBC Indonesia, Senin (13/10/2025).
Meskipun hunian vertikal masuk dalam kategori tempat tinggal, namun biaya air dan listriknya masih menggunakan standar komersial yang lebih mahal dibandingkan rumah tapak.
"Misalnya kalau untuk rumah, misalnya air per meter kubik sekian. Kalau di apartemen itu kan pake komersial. Komersial lebih tinggi itu pertama, dan listrik juga," ujar Soelaeman.
Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 730/2024 tentang tarif air minum yang menggolongkan rumah susun sebagai pelanggan komersial (Kelompok K III), setara dengan mal dan apartemen mewah.
Akibatnya warga rumah susun yang golongan sebagai Apartemen masuk dalam K III (khusus pelanggan gedung-gedung komersial) yang harus membayar tarif air bersih lebih dari mahal (Rp21.550) dibanding dengan Rumah Tangga di Atas Menengah dan Rumah Susun Mewah (Rp17.500).
Karenanya perlu ada evaluasi terhadap regulasi tarif utilitas di apartemen. Ia menilai perlu dipisahkan antara tarif hunian dan komersial, mengingat penggunaannya lebih mirip dengan rumah tinggal.
"Jadi harus dipertimbangkan memisahkan tarif air dan listrik apartemen dari komersial ke hunian," tegasnya.
Tak hanya soal tarif, sistem pembayaran listrik di apartemen juga dinilai membebani penghuni. Pasalnya, pembayaran dilakukan tidak secara langsung ke penyedia layanan, melainkan melalui manajemen gedung yang menambahkan biaya tambahan.
"Di apartemen selain mahal dengan tarif komersial, dia kan biayanya ngga direct payment. Jadi ada manajemen dulu, kan. Nah, manajemen itu kan juga ada overheadnya, yang juga dibebankan kepada penghuni listrik maupun air. Kalau kita langsung dari rumah tapak dari PLN langsung dia ngecek. Kalau di apartemen PLN-nya ngecek ke Gedung. Walaupun sebenarnya banyak yang pake token juga sekarang, jadi lebih efisien," bebernya.
(dce)