Ekonom Ungkap Suntikan Dana Rp200 T Purbaya Picu Persaingan Kredit

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 06/10/2025 15:10 WIB
Foto: Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Paripurna DPR RI, ke-5 Masa Persidangan 1 Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan penempatan dana menganggur pemerintah yang ada di Bank Indonesia (BI) ke lima bank milik negara senilai Rp 200 triliun oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memicu kekhawatiran ketatnya persaiangan penyaluran kredit di ceruk sektor usaha yang sangat sempit.

Berdasarkan laporan riset tim ekonom BCA yang dipublikasikan pada 15 September 2025 berjudul "Pertanyaan Sisi Permintaan dari Dana Rp 200 T", terungkap perbankan akan berebut penyaluran kredit ke depannya untuk sektor-sektor non UMKM, karena risiko kredit macetnya masih rendah.


Risiko kredit untuk segmen non UMKM memang masih rendah dibanding segmen lain per Juni 2025, trennya pun menurun hingga ke level 1,08% dari total pinjaman. Sementara itu, untuk segmen UMKM non performing loan-nya mencapai 1,13% dari total pinjaman, dan segmen non produktif tertinggi, mencapai 2,25%.

"Dengan demikian, bank kemungkinan tidak akan terlalu agresif dalam memperluas portofolio pinjamannya." dikutip dari riset yang ditulis oleh Lazuardin Thariq Hamzah dan Victor George Petrus Matindas, dikutip Senin (6/10/2025).

"Sebagian besar bank mungkin akan memilih untuk menyalurkan dukungan pada program unggulan pemerintah atau sektor korporasi guna menjaga kualitas kredit," sebagaimana tertulis dalam riset The Focal Point BCA itu.

Sayangnya, tim riset BCA mencatat rendahnya risiko kredit macet atau NPL segmen non UMKM itu lebih disebabkan sikap sektor korporasi yang lebih berhati-hati dalam melakukan pinjaman ke bank, sebagaimana tercermin dari meningkatnya tingkat tabungan yang tercatat di berbagai industri berdasarkan big data internal BCA.

"Oleh karena itu, pertanyaan terakhir dan barangkali yang paling krusial adalah mengenai permintaan kredit yang mendasari di segmen pasar pinjaman ini. Sayangnya, bank kemungkinan akan menghadapi persaingan ketat dalam penyaluran kredit di segmen tersebut," tulis tim ekonom BCA.

Permintaan kredit diramal tim ekonom BCA akan terkonsentrasi hanya pada segelintir sektor, dengan dorongan pinjaman yang tampaknya lebih dipengaruhi oleh faktor lain ketimbang prospek peningkatan laba.

Sektor-sektor ceruk kredit yang sempit itu di antaranya hanya sebatas pada industri Lembaga Keuangan Bukan Bank, Transportasi dan Komunikasi, Kesehatan, serta Real Estat.

Sementara itu, sektor lainnya seperti akomodasi dan layanan makanan dan minuman cenderung lemah, begitu juga sektor konstruksi hingga manufaktur karena pertumbuhan laba bersih mereka yang juga tak tinggi.

Laporan mengenai sejumlah perusahaan yang membiayai sendiri proyek ekspansinya juga disebut semakin memperburuk lanskap persaingan bagi bank, yang berpotensi memaksa mereka bersaing dalam hal harga untuk mendapatkan pangsa lebih besar di segmen pinjaman korporasi.

"Dalam skenario ekstrem, kebijakan baru Kementerian Keuangan ini dapat berujung pada tekanan ganda terhadap margin bank, karena bank peserta harus menghadapi tingkat bunga simpanan yang lebih tinggi," tulis tim ekonom BCA.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cair! Bos OJK Ungkap Efek Dana Rp 200 T Pemerintah ke Perbankan