Internasional

Pemerintah AS Shutdown, Buka Jalan Menuju Resesi?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
02 October 2025 21:10
Gedung Capitol AS, beberapa jam sebelum penutupan sebagian pemerintah mulai berlaku, di Washington, D.C., AS, 30 September 2025. (REUTERS/Elizabeth Frantz)
Foto: Gedung Capitol AS, beberapa jam sebelum penutupan sebagian pemerintah mulai berlaku, di Washington, D.C., AS, 30 September 2025. (REUTERS/Elizabeth Frantz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penutupan sebagian layanan pemerintah Amerika Serikat (AS) atau shutdown yang dimulai Rabu (10/10/2025) telah menghentikan aliran data ekonomi federal pada momen yang krusial. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait apa ini akan menjadi pemicu yang mendorong ekonomi terbesar di dunia itu ke dalam resesi.

Shutdown yang terjadi di tengah ketidakpastian kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi ini membuat para pengambil kebijakan, terutama The Federal Reserve (The Fed), seolah "terbang buta". Laporan pekerjaan bulanan yang krusial dari Bureau of Labor Statistics (BLS), yang dijadwalkan rilis pada hari Jumat, kemungkinan besar akan ditunda.

Padahal, data ini sangat penting bagi The Fed untuk menentukan kebijakan suku bunga pada pertemuan akhir Oktober mendatang.


"Menyakitkan bagi saya bahwa kita tidak akan mendapatkan data resmi pada saat kita mencoba mencari tahu kondisi ekonomi yang sedang dalam transisi," kata Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, dikutip Reuters.

Di tengah kabut data ini, sinyal-sinyal yang kurang menggembirakan justru datang dari sektor swasta. Laporan dari ADP National Employment Report menunjukkan bahwa lapangan kerja swasta secara tak terduga berkurang 32.000 pada bulan September. Ini menandai penurunan dalam tiga dari empat bulan terakhir, yang mengindikasikan keengganan dunia usaha untuk menambah jumlah karyawan.

Matthew Martin, Ekonom Senior AS di Oxford Economics, mengatakan bahwa data ADP yang lemah dan potensi shutdown yang berkepanjangan mendorong pihaknya untuk memajukan perkiraan pemotongan suku bunga The Fed dari Desember ke Oktober.

Meskipun demikian, sejarah menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari shutdown pemerintah seringkali tidak separah yang dikhawatirkan. Dari 20 shutdown sebelumnya selama setengah abad terakhir, rata-rata hanya berlangsung delapan hari.


"Shutdown pemerintah memang merepotkan dan berantakan, tetapi hanya ada sedikit bukti bahwa hal itu berdampak signifikan terhadap perekonomian," kata Scott Helfstein, Kepala Strategi Investasi di Global X. "Biasanya, aktivitas ekonomi yang hilang akan pulih pada kuartal berikutnya."

Faktanya, belanja konsumen secara historis tetap tangguh, bahkan cenderung tumbuh rata-rata sekitar 0,5% selama periode shutdown. Hanya dalam dua kasus, yakni pada masa pemerintahan Reagan (1981) dan George H.W. Bush (1990), shutdown terjadi bersamaan dengan kontraksi ekonomi.

Namun, perlu dicatat bahwa dalam kedua kasus tersebut, ekonomi AS memang sudah berada dalam resesi sebelum shutdown dimulai.

Meskipun shutdown saat ini menciptakan sakit kepala bagi investor dan pembuat kebijakan karena kurangnya data penting, sejarah membuktikan bahwa peristiwa ini sendiri tidak cukup kuat untuk memicu resesi. Namun, risiko terbesar terletak pada keputusan kebijakan yang mungkin diambil berdasarkan informasi yang tidak lengkap.

"Kekhawatiran bertumbuh tentang integritas data ekonomi pada akhirnya membuat kami memasukkan data ADP National Employment Report," tambah Martin dari Oxford Economics.


(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Hantam Rusia, Sumber Duit Putin Lumpuh-Negara Menuju Resesi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular