Bos Badan Pangan Minta Pembatasan Impor Etanol, Ini Alasannya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Kamis, 11/09/2025 13:40 WIB
Foto: Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis (11/9/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membuka peluang untuk membatasi impor etanol guna mengatasi masalah tetes tebu (molase) yang meluber dan tak terserap pasar. Langkah ini dinilai penting agar pabrik gula tetap bisa menggiling tebu tanpa terhambat oleh tumpukan tetes yang tak laku.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan, tetes tebu merupakan produk samping (by-product) dari proses penggilingan tebu. Umumnya, tetes tebu diserap industri untuk bahan baku etanol. Namun, derasnya impor etanol membuat tetes tebu tidak terserap dan menumpuk di tangki penyimpanan.

"Jadi khusus tetes itu gini, pabrik gula itu memproduksi gula dari tebu, sebagian 'by-productnya', bukan limbah ya, by-product, itu bisa dijual namanya tetes tebu. Kalau tetes ini nggak laku... tetes itu biasanya mayoritas dipakai buat etanol. Kalau etanol dari luar diimpor, maka tetesnya nggak laku, masih penuh di tangki penyimpanan. Kalau udah penuh, kira-kira pabriknya bisa nggak giling tebu? Nggak bisa. Nah itu yang tadi saya sampaikan (dalam rapat bersama Menko Pangan dan Menteri Perdagangan)," ujar Arief kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).


Arief menekankan, agar produksi tebu tetap berjalan, tetes tebu harus bisa terserap. Salah satu caranya adalah dengan mengukur kembali kebijakan impor etanol.

"Mohon dipertimbangkan, supaya tebunya itu masih bisa diserap terus, bisa giling terus, jadi tetesnya itu harus keluar. Keluarnya salah satunya buat etanol. Jadi tolong bisa juga diukur importasi etanol," jelasnya.

Ketika ditanya apakah akan ada pertimbangan pembatasan impor etanol, Arief menyebut hal itu sudah diusulkan. Namun keputusan tetap berada di Kementerian Perdagangan.

"Itu yang kita usulkan. Tapi kan Menteri Perdagangan nanti akan exercise, akan buat formula juga. Jadi kalau... jangan saya yang bicara masalah itu, karena itu teritorinya Mendag," tegas dia.

Sebelumnya, tumpukan molase dari pabrik gula memang dikhawatirkan semakin meluber dan tak terserap. Harga pun anjlok ke kisaran Rp1.000 per kilogram (kg), padahal sebelumnya berada di Rp2.500-Rp3.000 per kg.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Spirtus dan Ethanol Indonesia (Apsendo) Izmirta Rachman mengatakan, industri etanol dalam negeri kini menahan diri menyerap molase karena khawatir pasar mereka hilang akibat serbuan etanol impor murah.

"Jadi kendalanya adalah di domestik ini, industri etanol kan membeli tetesnya petani dan tetesnya pabrik gula. Pada saat giling kami serap, kami itu punya stok yang banyak, tapi sekarang kami nggak berani menyerap," ungkap Izmirta saat ditemui usai Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Ia menilai, kebijakan baru yang membebaskan impor etanol tanpa izin khusus (Persetujuan Impor/PI) membuat pasar domestik terbuka lebar bagi produk luar negeri, terutama dari Pakistan dan Amerika Serikat.

"Karena kami takut dengan banjirnya impor dari luar negeri, nanti siapapun bisa mengimpor, termasuk Anda. Nanti semua pembeli etanol kami, dari industri farmasi, obat-obatan, kosmetik, akan langsung impor dari luar negeri. Karena nggak ada lagi PI. Everybody can import," tegasnya.

Akibatnya, sekitar 660 ribu ton molase petani yang seharusnya diserap justru dibiarkan. Harga etanol impor juga disebut jauh lebih murah, hingga Rp2.000 per liter dibanding produksi lokal.

Hal serupa juga diingatkan Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen. Ia menilai, jika molase terus menumpuk, bukan hanya merugikan petani, tetapi juga mengganggu proses produksi gula dan berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan.

"Molase disimpan lebih dari 2-3 bulan bisa berubah. Bahkan kalau itu tidak segera ditangani atau dikeluarkan, itu bisa meledak. Kalau meledak bisa juga terjadi pencemaran lingkungan," kata Soemitro.

Karena itu, APTRI mendesak pemerintah meninjau ulang aturan impor bebas etanol. "Saya minta dengan segera, melalui forum ini Menteri Perdagangan arif dan bijaksana. Jangan berlakukan Permendag 16/2025 itu, kembalilah dulu pada Permendag 8/2024. Dengan demikian kita perbaiki semuanya, yang itu tidak merugikan petani maupun pelaku usaha lain," pungkasnya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 100 Ribu Ton Gula Tak Laku, Petani Tagih Komitmen Pemerintah