Menteri LH Hanif Faisol Beberkan BBM Rendah Sulfur di RI, Sebut Ini

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Selasa, 02/09/2025 18:25 WIB
Foto: Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq dalam acara MINDIALOGUE Sharing Session with Environtment Minister dengan tema “Korporasi Hebat, Alam Selamat” di Soehana Hall energy building, Jakarta, Kamis (28/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Lingkungan Hidup (LH)/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan Indonesia sejatinya sudah memiliki Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kualitas baik, rendah sulfur, meski masih didominasi oleh BBM tinggi sulfur.

Dia menyebut, sektor transportasi masih menjadi penyebab utama buruknya kualitas di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta.

Hanif menjelaskan bahwa mayoritas BBM yang dikonsumsi di Indonesia, terutama di wilayah Jakarta, memiliki kadar sulfur yang sangat tinggi alias jauh di atas standar internasional.


"BBM kita kandungan sulfurnya di atas 1.500 ppm (parts per million). Padahal BBM setara Euro V hanya boleh 50 ppm," ucapnya dalam acara MINDialogue: Korporasi Hebat, Alam Selamat, dikutip Selasa (2/9/2025).

Meski demikian, Hanif menyebut, sejatinya sudah ada sejumlah BBM di Indonesia yang memiliki sulfur rendah. Beberapa jenis BBM yang sudah memenuhi standar rendah sulfur, antara lain Pertamina DEX, Pertamax Turbo, dan Pertamax Green 95 yang dijual di SPBU Pertamina.

"Di antaranya untuk gas oil adalah Pertamina DEX. Ini boleh kita lihat, kalau kita kemudian lihat jumlahnya, itu hanya sedikit dari semua yang ada di pom-pom kita," katanya.

Meski menyebut produk-produk BBM ramah lingkungan yang sudah tersedia di dalam negeri, Hanif menyoroti masih terbatasnya akses masyarakat terhadap BBM rendah sulfur.

"Kita sudah berkali-kali menuntut keberanian kita untuk kemudian mengkonversi BBM yang tinggi sulfur menjadi BBM yang rendah sulfur. Ya tentu ada subsidi yang sangat besar," ungkapnya.

Menurutnya, subsidi BBM yang tidak tepat sasaran menjadi salah satu penghambat pengembangan energi terbarukan.

"Karena banyaknya subsidi kita berikan untuk BBM yang kemudian tidak ramah lingkungan. Padahal, uang itu bisa kita gunakan untuk membangun renewable energy," tandasnya.

Berdasarkan paparan Hanif, sumber polusi Jakarta dari sektor transportasi menyumbang polusi Ibu Kota sekitar 32% hingga 41%, khususnya pada musim hujan. Setelah itu, sektor PLTU menyumbang emisi 14%, konstruksi 13%, industri menyumbang emisi 11%, dan jalan raya 1-6%.

Kualitas udara juga tercatat semakin memburuk, khususnya pada musim kemarau, juga disebabkan sektor transportasi yang menyumbang sebesar 42% hingga 57%. Pada musim kemarau, faktor lainnya yang memicu polusi di Jakarta yaitu sektor industri 9% dan jalan raya 9%.

Penanganan kualitas udara Jakarta dari sektor transportasi bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas BBM seiring dengan pengembangan teknologi kendaraan ramah lingkungan.

Pihaknya juga akan melakukan pengetatan uji emisi dari transportasi hingga pemberian sanksi. Selain itu, pihaknya akan memprioritaskan insentif untuk implementasi peningkatan jumlah kendaraan listrik.

Adapun, peningkatan manajemen transportasi dan Mass Rapid Transportation (MRT) hingga non motorized transportation akan diutamakan dalam negeri.


(wia/wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Korporasi Hebat, Alam Selamat