
Menteri LH Hanif Faisol Menanti Realisasi Penerapan BBM Rendah Sulfur

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Lingkungan Hidup (LH)/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq masih menanti realisasi penerapan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur di Tanah Air.
Pasalnya, sektor transportasi masih menjadi penyumbang besar polusi udara, khususnya di DKI Jakarta.
Oleh karena itu, dia pun menilai upaya konversi penggunaan BBM rendah sulfur di Indonesia membutuhkan keberanian besar. Termasuk, pertimbangan beban subsidi yang akan melonjak jika Indonesia mau memasifkan penggunaan BBM kualitas tinggi.
"Ini kita sudah berkali-kali menuntut keberanian kita untuk kemudian mengkonversi BBM yang tinggi sulfur menjadi BBM yang rendah sulfur. Ya tentu ada subsidi yang sangat besar," ungkap Hanif dalam acara MINDialogue: Korporasi Hebat, Alam Selamat, di Jakarta, dikutip Selasa (2/9/2025).
Menurut analisanya, saat ini sebagian besar BBM yang beredar masih memiliki kandungan sulfur yang sangat tinggi, jauh di bawah standar Euro V yang menetapkan batas maksimal hanya 50 ppm (parts per million).
"BBM kita kandungan sulfurnya di atas 1.500 ppm," jelasnya.
Meskipun dirinya tak menampik di Indonesia sudah memiliki beberapa varian produk BBM rendah sulfur seperti Pertamina DEX, Pertamax Turbo, hingga Pertamax Green 95, tapi menurutnya ketersediaan dan pemanfaatan BBM kualitas tinggi tersebut masih terbatas di dalam negeri.
Hanif juga menyoroti bahwa alokasi subsidi energi masih banyak diberikan kepada BBM yang tidak ramah lingkungan. Padahal, menurutnya, dana tersebut bisa dialihkan untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
"Karena banyaknya subsidi kita berikan untuk BBM yang kemudian tidak ramah lingkungan. Padahal uang itu bisa kita gunakan untuk membangun renewable energy," tandasnya.
Dia membeberkan, sektor transportasi penyumbang terbesar polusi di Jakarta, yakni mencapai 32-41%, khususnya pada musim hujan. Setelah itu, sektor PLTU menyumbang emisi 14%, konstruksi 13%, industri menyumbang emisi 11%, dan jalan raya 1-6%.
Kualitas udara juga tercatat semakin memburuk, khususnya pada musim kemarau, bahkan sektor transportasi menyumbang polusi sebesar 42% hingga 57%. Pada musim kemarau, faktor lainnya yang memicu polusi di Jakarta yaitu sektor industri 9% dan jalan raya 9%.
Penanganan kualitas udara Jakarta dari sektor transportasi bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas BBM seiring dengan pengembangan teknologi kendaraan ramah lingkungan.
Pihaknya juga akan melakukan pengetatan uji emisi dari transportasi hingga pemberian sanksi. Selain itu, pihaknya akan memprioritaskan insentif untuk implementasi peningkatan jumlah kendaraan listrik.
Adapun, peningkatan manajemen transportasi dan Mass Rapid Transportation (MRT) hingga non motorized transportation akan diutamakan dalam negeri.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menteri LH: Pemda Terancam Sanksi Jika Abaikan Pengelolaan Sampah
