Pasar Bunga RI Terbesar se-ASEAN Sunyi Sepi, Begini Nasibnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar Bunga Rawa Belong yang lama dijuluki sebagai pasar bunga terbesar di ASEAN, kini tak lagi seharum namanya. Pasar yang berlokasi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini kondisinya saat ini tak seramai dulu, sangat jauh berbeda.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia di pasar tersebut pada Senin (25/8/2025) kemarin, tampak kondisi pasar cukup sepi dan hanya terlihat hiruk pikuk pedagang dan hanya sedikit pengunjung yang datang.
Pasar ini terbagi menjadi tiga blok yakni Blok A dan Blok B yang lebih banyak menjual aneka bunga seperti mawar, bunga matahari, bunga sedap malam, dan lain-lainnya. Sedangkan untuk Blok C lebih banyak ditemukan bunga tabur, aneka dedaunan hias untuk dekorasi, dan lain-lainnya.
Beberapa pedagang pun mengakui jumlah pelanggan turun drastis sejak pandemi Covid-19. Berdasarkan pengakuan pedagang, pasar sejatinya memang cenderung sepi pada Senin dan mulai kembali ramai menjelang akhir pekan.
Namun, ramainya pelanggan menjelang akhir pekan masih berada di bawah normal. Hanya lebih ramai di hari-hari besar seperti Lebaran, Imlek, dan musim pernikahan. Selain momen-momen itu, Pasar Bunga Rawa Belong cenderung sepi.
Senin Sepi, Kamis Mulai Ramai Tapi...
Halim salah satunya, Ia pun mengaku pelanggan kini jumlahnya berada di bawah kondisi normal. Namun, Ia juga mengakui hari Senin memang cukup sepi.
"Ya memang begini kondisinya kalau Senin. Mulai ramai biasanya Kamis dan menjelang akhir pekan. Tapi kalau dibandingkan dulu, memang pelanggan jauh menurun," kata Halim.
Halim menambahkan pasar cenderung ramai jika ada hari-hari besar seperti Lebaran, Imlek, Hari Guru, Hari Ibu, Valentine, dan Natal.
"Biasanya hari-hari besar tuh di sini ramai, tapi memang tahun ini berbeda, biasanya lebaran kita sudah siapkan bunganya banyak tapi tetap ludes, sekarang sudah tidak seperti itu lagi," tambah Halim.
Halim pun juga mengakui daya beli masyarakat yang lesu turut mempengaruhi penjualannya.
"Dulu tahun 2005, kami jualan bunga di sini untungnya lumayan, tidak bisa terukur, sekarang, ya dapat berapa saja sudah bersyukur. Memang faktor daya beli yang lemah terasa sekali di sini," ujarnya.
Tergerus Daya Beli Lesu Plus Toko Online
Selain Halim, ada Sukri, yang juga penjual aneka bunga. Ia mengatakan kondisinya memang berada di bawah normal, karena momentum hari besar juga belum ada.
"Ya kalau sepi sih iya, cuma ya karena lagi tidak ada hari besar. Kalau ada, masih cukup ramai, ya walaupun tak seramai dulu," kata Sukri saat ditemui wartawan, Senin (25/8/2025).
Meski begitu, Ia mengakui daya beli masyarakat yang lesu turut memengaruhi penjualan bunganya.
"Semenjak daya beli lesu, ya penjualan memang seret sih, beberapa hari besar tahun ini saja beda banget dengan tahun lalu," terangnya.
Di tokonya, Sukri menjual aneka bunga yang dikemas dalam kertas bungkus. Harga termurahnya yakni Rp 30.000 per 10 ikat dan paling termahal yakni Rp 250.000 per 10 ikat.
Begitu juga Roki, penjual dedaunan untuk dekorasi, mengatakan memang Senin cenderung sepi.
"Kalau Senin memang sepi, dan mulai ramai menjelang akhir pekan, hari Sabtu-Minggu. Cuma, memang kondisinya sekarang agak bikin kami khawatir," kata Roki.
Ungkapannya cenderung berbeda dengan pedagang bunga dan dekorasi lainnya, di mana adanya toko online dan masyarakat yang cenderung memakai tanaman sintesis menjadi penyebab sepinya pelanggan.
"Daya beli memang ngaruh, tapi yang lebih ngaruh ya karena adanya toko online. Kemudian orang-orang juga lebih milih tanaman sintesis," jelasnya.
(dce)