Target Setoran PNBP 2026 Merosot Jadi Rp 455 T, Ini Sebabnya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Target penerimaan negara bukan pajak atau PNBP kain menyusut. Pada 2026 hanya senilai Rp 455 triliun, turun 4,7% dari tahun ini yang sebesar Rp 477,27 triliun. Potensi setoran PNBP 2025 itu saja juga sudah jauh lebih rendah dari 2024 yang senilai Rp 584,37 triliun.
Dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026 sudah disebutkan sejumlah penyebab terus tertekannya target PNBP. Mulai dari harga komoditas yang terus berfluktuasi khususnya untuk minyak bumi, dan minerba, juga adanya peralihan dividen BUMN dari yang selama ini masuk ke pos PNBP menjadi masuk ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Untuk mengoptimalisasikan setoran PNBP sesuai target 2026, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan, pemerintah tidak akan mengambil langkah dengan menaikkan tarif layanan. Melainkan dengan mengoptimalkan setoran pengelolaan sumber daya alam (SDA).
"Kalau tarif enggak," kata Anggito saat berbicara dalam program Special Talkshow Nota Keuangan dan RAPBN 2026 dikutip Selasa (19/8/2026).
Optimalisasi pendapatan dari SDA ini menjadi target utama karena memberikan kontribusi rata-rata sebesar 39,6% tiap tahun terhadap total PNBP, baik dari setoran pengelolaan SDA migas dan non migas.
Pada RAPBN 2026, Pendapatan SDA diperkirakan mencapai sebesar Rp 236,61 triliun, tumbuh 2,8% dari outlook 2025, terdiri dari Pendapatan SDA Migas sebesar Rp 113,06 triliun dan Pendapatan SDA Nonmigas sebesar Rp 123,54 triliun.
Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh perbaikan tata kelola industri migas serta peningkatan monitoring, evaluasi, pengawasan, dan transparansi pemanfaatan serta penggalian potensi melalui penggunaan teknologi.
Pendapatan SDA Migas ini lebih rendah dibandingkan dengan outlook 2025, utamanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak bumi (ICP) dan kenaikan biaya produksi.
Kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan Pendapatan SDA Migas, antara lain penyempurnaan regulasi peraturan maupun kontrak perjanjian hingga perbaikan tata kelola industri hulu migas.
Lalu mendorong peningkatan lifting migas dengan memanfaatkan sumur-sumur idle yang tersedia serta memanfaatkan teknologi enhance oil recovery atau EOR dan percepatan plan of development atau PoD pada sumur-sumur yang telah eksplorasi.
Selain itu, juga akan ada dorong pelaksanaan kontrak bagi hasil dan pengendalian biaya operasional, peningkatan pengawasan hingga dorongan efektivitas implementasi harga gas bumi tertentu atau HGBT.
Sementara itu, untuk sektor SDA nonmigas, target setorannya akan dirancang melalui kenaikan tarif iuran produksi/royalti mineral dan batubara setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025 dan fluktuasi Harga Mineral Acuan (HMA) beberapa mineral, antara lain emas, nikel, dan tembaga dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk mengantisipasi fluktuasi harga komoditas, pemerintah akan melakukan penguatan sinergi pengawasan melalui integrasi data lintas K/L melalui sistem informasi mineral dan batu bara atau SIMBARA, penerapan automatic blocking system (ABS) untuk wajib bayar yang tidak patuh setor PNBP, penguatan pengawasan data ekspor dan transaksi, pemanfaatan NPWP sebagai identitas tunggal kegiatan integrasi data hulu ke hilir sektor minerba, serta pemberian sanksi atas ketidakpatuhan pemenuhan DMO batu bara dan pembangunan smelter.
Lalu, untuk sektor SDA kehutanan juga dilakukan berbagai mekanisme itu, namun ditambah dengan optimalisasi penyelesaian piutan PNBP Penggunaan Kawasan Hutan, serta turut memanfaatkan implementasi ABS untuk mendukung optimalisasi penagihan piutang PNBP sektor kehutanan.
Demikian halnya dengan strategi kejar pendapatan SDA kelautan dan perikanan, hingga SDA Panas Bumi.
Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi hilangnya setoran dividen BUMN yang masuk ke dalam pos Pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dalam PNBP, pemerintah telah merancang strategi seperti optimalisasi dividen BUMN yang jumlahnya terbatas dengan mempertimbangkan faktor profitabilitas, agent of development, persepsi investor, regulasi, dan covenant serta diikuti dengan perluasan perbaikan kinerja dan efisiensi BUMN.
Pendapatan KND pada RAPBN Tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp1,8 triliun atau turun 84,8% dari outlook tahun 2025.
"Hal ini disebabkan oleh pengalihan pengelolaan pendapatan setoran dividen BUMN ke BPI Danantara," sebagaimana termuat dalam RAPBN 2026.
Untuk komponen PNBP Lainnya yang sebesar Rp 118,26 triliun, strategi pengejarannya ialah pengembangan berbagai sistem digital, seperti untuk perizinan terpadu, aplikasi layanan dan integrasi database lintar sektor.
Akan dilakukan juga evaluasi dan penyesuaian jenis dan tarif PNBP serta perluasan cakupan layanan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Pengawasan kepatuhan juga menjadi bagian dari strategi di samping optimalisasi penagihan dan penguatan pengelolaan piutang melalui ABS PNBP.
Adapula rencana strategi untuk optimalisasi penerimaan dan pengelolaan aset atau PNBP hingga sinergi antarinstansi pemerintah, perluasan pemanfaatan teknologi dan informasi, serta digitalisasi layanan publik.
Dalam aspek PNBP K/L yang menjadi bagian dari komponen PNBP lainnya, setoran paling tinggi targetnya masih dipegang oleh Kementerian Komunikasi dan Digital senilai Rp 21,6 triliun, Polri Rp 13 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 8,9 triliun, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Rp 8,5 triliun, Kementerian ATR/BPN Rp 3,3 triliun, dan Kementerian Hukum Rp 2,1 triliun.
Terakhir, untuk komponen pendapatan BLU dana pos PNBP targetnya pada 2026 senilai Rp 98,32 triliun, turun 1% dibanding outlook 2025. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh turunnya pendapatan BLU Sawit dari BPDPKS seiring dengan tren moderasi harga komoditas sawit.
Meski begitu, PNBP BLU ditargetkan akan terus ada perbaikan kinerja dengan mengedepankan prinsip efisiensi dan produktivitas. Hal tersebut didukung oleh pengelolaan keuangan yang fleksibel, penerapan sistem tata kelola yang baik (good governance), penggunaan teknologi informasi, manajemen kinerja yang terukur, peningkatan SDM, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya.
Adapun daftar BLU yang targetnya akan menyumbang setoran terbesar pada 2026 masih dipegang oleh BLU Kementerian Keuangan senilai Rp 41,7 triliun melalui peningkatan pendapatan BLU sawit melalui penerapan PMK Nomor 30 Tahun 2025 terkait tarif pungutan ekspor CPO dan turunannya.
Kedua berasal dari dari Kementerian Kesehatan yang ditargetkan sebesar Rp 24,53 triliun atau, naik 26,2% dari outlook tahun 2025. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan dari layanan rawat jalan dan rawat inap pada satker BLU rumah sakit di lingkungan Kemenkes.
Lalu, BLU dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang ditargetkan sebesar Rp 9,22 triliun, naik 7,0% dari outlook tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan adanya penambahan 12 BLU Pendidikan yang baru pada tahun 2024.
BLU Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) ditargetkan sebesar Rp 3,65 triliun, turun 12,2% dari outlook 2025. Penurunan tersebut disebabkan sudah tidak ada lagi penerimaan belanja modal TAYL pada BAKTI seperti pada 2024.
Adapula berasal dari setoran BLU Kementerian Agama (Kemenag) yang ditargetkan sebesar Rp 3,98 triliun, naik 3,3% dari target outlook tahun 2025. Kinerja pendapatan BLU Kemenag tersebut dipengaruhi oleh pendapatan BLU dari PTKIN.
Terakhir ialah setoran BLU dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang ditargetkan sebesar Rp 2,70 triliun, naik 7% dari outlook 2025. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh adanya 1 (satu) rumah sakit yang menjadi BLU pada tahun 2025 serta adanya layanan baru dan peningkatan kualitas dan kuantitas alat medis di rumah sakit BLU.
(arj/haa)