
Buntut Kasus Beras Bohong Label, Pedagang Ungkap Fakta Tak Terduga

Jakarta, CNBC Indonesia - Buntut kasus pengoplosan beras tidak sesuai mutu yang belakangan mencuat justru membawa berkah tersendiri bagi sejumlah pedagang beras tradisional. Alih-alih rugi, mereka mengaku penjualan justru meningkat karena masyarakat kini lebih percaya membeli langsung di pasar dibanding di ritel modern.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025), menunjukkan geliat pembeli di lapak-lapak beras tradisional makin ramai. Konsumen disebut mulai beralih dari beras kemasan bermerek yang biasa dibeli di ritel modern, ke beras yang dijual di pasar tradisional, lantaran ingin memastikan langsung kualitas barang yang dibeli.
"Saya sih agak diuntungkan ya. Konsumen yang biasanya beli beras-beras merek Sania, yang punya Wilmar, atau merek-merek yang kemarin ditangkepin itu, sekarang jadinya lari ke pedagang beras tradisional, kayak saya di pasar," kata Yanto, salah satu pedagang beras di Pasar Rumput.
Menurutnya, pembeli kini lebih hati-hati dan memilih melihat sendiri kualitas beras sebelum membayar. "Kalau mereka beli di sini kan bisa dilihat tuh berasnya bagus atau enggak. Kalau beli beras yang merek-merek itu kan jadi kayak beli kucing dalam karung... eh beras dalam karung ya, hahaha," ujarnya sambil tertawa.
Kasus pemalsuan beras yang dimaksud Yanto sebelumnya memang sempat menyita perhatian publik. Ia menjelaskan, persoalan terbesar bukan hanya pada praktik pencampuran beras (oplosan), tapi pemalsuan kelas beras, yang seharusnya dijual medium justru dilabel premium.
"Yang parah itu palsuin. Kemarin kan kasusnya dipalsuin. Kalau oplos dicampur gitu memang sudah biasa, tapi kalau dipalsukan, yang dia seharusnya medium dijual premium, itu yang parah," tegasnya.
Yanto menyebut, pada musim panen Juli lalu, banyak beras kualitas medium yang bentuk fisiknya bagus. Oknum-oknum tertentu memanfaatkan momen itu dengan menjualnya sebagai beras premium.
"Memang sih, yang saya tahu itu, panen yang bulan Juli kemarin beras mediumnya bagus-bagus. Nah itu dimanfaatin sama oknum itu dijual seakan premium, karena bentuk berasnya bagus. Tapi kan namanya medium sama premium beda, kelihatan, apalagi kalau habis dimasak," kata dia.
Perbedaan keduanya, kata Yanto, akan tampak sangat jelas saat beras sudah jadi nasi. "Kalau sudah jadi nasi itu kelihatan mana yang premium sama medium. Medium itu berair, gampang basi, warnanya kuning. Kalau premium kan nggak, dia mau seharian juga nasinya masih bagus," jelasnya.
Sementara dari sisi harga, Yanto menyebut belum ada perubahan. "Beras premium stabil sih, enggak ada naik atau turun. Dari kemarin pas panen harganya sudah di Rp15.000-Rp17.000 per liter, berarti kalau per kilonya jadi Rp17.000-Rp19.000 per kg," ujarnya.
"Saya nggak tahu tuh kenapa harganya segitu-gitu terus. Padahal kemarin kan panen ya, harusnya bisa lebih murah," tambah dia.
Sementara itu, harga beras medium di lapaknya dijual mulai dari Rp13.000-Rp16.000 per liter, atau setara Rp15.000-Rp16.000 per kg.
Hal senada disampaikan Rahmat, pedagang lainnya di pasar yang sama.
"Masih sama kayak kemarin-kemarin, Rp14.000 per kg yang medium. Kalau yang premium Rp16.000-Rp18.000 per kg," ujarnya.
Menurut Rahmat, kasus pemalsuan itu tidak berdampak negatif bagi pedagang tradisional. Justru banyak konsumen baru yang kini lebih memilih datang langsung ke pasar.
"Enggak sih, kan kami beli karungan besar ya, 50 kg. Malah saya jadi untung sekarang, banyak yang konsumen beli beras karungan di (ritel) sekarang datang ke saya. Mereka bisa cek dulu berasnya langsung," tutur dia.
Seperti diketahui,Bareskrim Polri saat ini sedang melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan memperdagangkan beras tak sesuai label dan aturan mutu beras. Satgas Pangan Polri menelusuri 212 merek tersebut. Hasilnya, ditemukan 52 perusahaan (PT) produsen beras premium dan 15 produsen beras medium. Penyelidikan lanjutan dilakukan dengan pengambilan sampel, pengujian laboratorium, serta pengecekan ke pasar tradisional dan modern.
"Hingga saat ini, kami sudah menguji 9 merek dan 5 di antaranya terbukti tidak memenuhi standar mutu," ungkapnya.
Tiga produsen yang telah diperiksa Bareskrim Polri, yaitu PT PIM (merek Sania), PT FS (merek Sentra Ramos Merah, Sentra Ramos Biru, dan Sentra Pulen), PT Togo SJ (merek Jelita dan Anak Kembar). Dan terbaru ada PT FS.
Dalam konferensi pers pada hari Jumat (1/8/2025) di Gedung Kabareskrim Polri Jakarta, Dirtipideksus Bareskrim Polri Helfi Assegaf mengumumkan 3 tersangka dari PT FS. Yaitu, Direktur Utama (KG), Direktur Operasional (RL), dan Kepala Seksi Quality Control PT FS (RP).
Helfi mengatakan, akan mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan terkait produsen lain yang tersandung kasus ini.
![]() Beras oplosan ditampilkan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman) |
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Tipu-Tipu Beras Oplosan, Polisi Sudah Turun Tangan-Ini Aturannya
