Industri Makanan Minuman RI Topang Ekonomi RI, Ternyata Ini Kuncinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan sektor industri makanan dan minuman (mamin) masih menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal pertama 2025.
Hal ini diungkap Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza dalam pembukaan pameran business matching "Speciality Indonesia" di Gedung Kemenperin, Senin (4/8/2025). Dia mengatakan, kontribusi industri mamin terhadap PDB non-migas pada kuartal pertama 2025 mencapai 41,15% dan terhadap PDB nasional mencapai 7,2%.
Sementara itu, nilai ekspor sektor ini sepanjang Januari-April 2025 mencapai US$ 14,66 miliar, sedangkan nilai impornya sebesar US$ 4,23 miliar.
Dan, realisasi investasi sektor mamin juga tumbuh signifikan menjadi Rp 22,64 triliun pada kuartal I-2025.
"Dengan demikian, industri makanan dan minuman melanjutkan tren surplus neraca perdagangan sebesar US$ 10,43 miliar," kata Faisol dalam paparannya di acara Business Matching dan Pameran Specialty Indonesia 2025, di Gedung Kemenperin, Senin (4/8/2025).
Terkait industrinya, Faisol memaparkan perkembangan sejumlah subsektor strategis, seperti industri kakao, kopi, teh, pengolahan susu, tembakau, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Di industri pengolahan kakao, ekspornya mencapai US$ 2,4 miliar pada 2024, dengan volume mencapai 304.000 ton yang diekspor ke 110 negara. Tak hanya itu saja, program Cocoa Doctor yang bekerja sama dengan sektor swasta telah melatih 450 tenaga teknis dan menjangkau lebih dari 40.000 petani kakao.
Sedangkan di industri kopi, Indonesia berhasil menempati posisi keempat produsen kopi dunia pada 2024, dengan ekspor produk olahan kopi mencapai US$ 661 juta, naik 4,39% dari 2023. Berkat ekspor ini, ada 54 jenis kopi dari berbagai wilayah di Indonesia yang sudah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis (IG).
Di sektor teh, Indonesia mengekspor sebanyak 36.738 ton dengan nilai mencapai US$ 59,24 juta, menjadikannya negara eksportir teh terbesar ke-11 di dunia. Berikutnya ekspor produk holtikultura seperti buah-buahan, pada 2024, jumlahnya mencapai 402.000 ton dengan nilai US$ 510 juta.
Industri pengolahan susu, Kemenperin mencatat nilai ekspornya pada tahun lalu mencapai US$ 233,5 juta. Tak hanya kebutuhan ekspor, Kemenperin juga menjalankan program digitalisasi Tempat Penerimaan Susu di 96 titik yang melibatkan 25.000 peternak di Indonesia.
Selanjutnya, industri hasil tembakau (IHT) juga menunjukkan kinerja yang positif, di mana investasi sektor ini mencapai Rp5,2 triliun pada periode 2022-2025 dan berhasil menyerap tenaga kerja hingga 5.000 orang. Dari ekspornya, mencapai US$ 1,85 miliar pada tahun lalu.
Terakhir, industri minuman mengandung etil alkohol (MMEA), masih menjadi sektor penyumbang cukai terbesar dengan nilai cukainya pada tahun lalu mencapai Rp 8,86 triliun dan nilai ekspornya mencapai US$ 17,32 juta.
Dengan melimpahnya komoditas perkebunan di Indonesia, Faisol berharap hal ini dapat dimanfaatkan dengan baik untuk keberlangsungan industri pengolahan.
"Indonesia dikaruniai keragaman sumber daya hayati yang melimpah, modal yang sangat penting bagi pengembangan industri pengolahan. Potensi ini tentu harus dioptimalkan, untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun pasar global," ujar Faisol.
Oleh karena itu, Faisol berharap kegiatan Business Matching dan Pameran Specialty Indonesia menjadi momentum memperkuat kolaborasi industri dalam negeri dengan mitra global.
"Ajang ini menjadi etalase produk unggulan seperti kopi, teh, kakao, susu, dan buah, serta memperkenalkan minuman beralkohol dan cerutu buatan Indonesia," ujarnya.
Faisol juga menegaskan pentingnya peningkatan nilai tambah produk dalam negeri agar industri nasional dapat terus tumbuh dan bersaing di tingkat global.
"Kita berharap industri di Indonesia dapat terus tumbuh dan berdaya saing global, termasuk di sektor makanan dan minuman. Maju terus industri Indonesia," tutupnya.
(dce)