BI Ungkap Biang Kerok Sektor Manufaktur, Perhotelan & Mamin Tertekan

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
18 July 2025 15:25
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David  Sumual dalam Editors Briefing Bank Indonesia, di Labuan Bajo, Jumat (18/7/2025). (CNBC Indonesia/Hadijah Alaydrus)
Foto: Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual dalam Editors Briefing Bank Indonesia, di Labuan Bajo, Jumat (18/7/2025). (CNBC Indonesia/Hadijah Alaydrus)

Labuan Bajo, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengemukakan ekonomi Indonesia pada semester I-2025 belum memperlihatkan pertumbuhan maksimal. Hal ini disebabkan oleh belum maksimalnya kinerja sejumlah sektor lapangan usaha, a.l. industri pengolahan dan penyediaan akomodasi dan makanan-minuman.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya menuturkan kondisi ini dipicu oleh kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintah

"Efisiensi itu ada dampaknya," tegas Juli Budi dalam acara Editors Briefing Bank Indonesia (BI), Jumat (18/7/2025).

Untungnya, kebijakan ini akhirnya dilonggarkan oleh pemerintah dan pemblokiran anggaran mulai dilakukan. Dengan demikian, Juli Budi yakin ekonomi Indonesia ke depannya akan lebih baik lagi.

"Di semester II, ekonomi ke depan akan lebih baik lagi ditopang oleh kebijakan fiskal, bansos, ada Bantuan Subsidi Upah dan insentif transportasi di masa liburan...mudah-mudahan ini good sign," tambahnya.

Sebelumnya, kondisi pelemahan di dua sektor lapangan usaha ini telah diungkap oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) beberapa waktu lalu, Rabu (16/7/2025).

"Secara sektoral, Lapangan Usaha (LU) Pertanian tetap tumbuh ditopang oleh kinerja subsektor LU Perkebunan dan dukungan program Pemerintah, sedangkan kinerja beberapa LU utama lainnya seperti LU Industri Pengolahan serta LU Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum belum kuat," paparnya, dikutip Jumat (18/7/2025).

Sebagai catatan, PMI Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun, yakni 46,7 (April), 47,4 (Mei) dan 46,9 (Juni).

Turunnya jumlah pesanan baru serta penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia yang semakin cepat, menjadi faktor turunnya aktivitas manufaktur Indonesia. Data juga menunjukkan bahwa penurunan penjualan terutama bersumber dari pemintaan dalam negeri.

Sementara itu, sektor perhotelan di kota besar memang dibayangi oleh tekanan hebat

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengakui okupansi hotel di Jakarta berkurang drastis, pendapatan megap-megap karena daya beli masyarakat anjlok, hingga lonjakan biaya operasional seperti tarif air bersih melonjak hingga 71% dan harga gas industri naik 20%.

"Seluruhnya lah, hotel bintang 1, bintang 2 sampai bintang 5," kata dia kepada CNBC Indonesia.

Banyak pengusaha mengaku bersiap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika situasi tidak segera membaik. Prediksi PHK mencapai 10-30% dari total karyawan, terutama bagi pekerja kontrak dan harian lepas.

"Kecuali yang sudah mentok, nggak bisa lagi ngurangi," kata Iwantono.

Kondisi ini membuat industri hotel dan restoran yang sebelumnya menjadi tulang punggung sektor pariwisata dan penyerap tenaga kerja di Jakarta dengan 603.000 orang bergantung pada sektor ini, terancam masuk ke fase kritis.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi RI Zaman Soeharto Pernah 8%, Eks Menkeu Ini Ungkap Resepnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular