Pemerintah Diminta Hati-Hati, Bisa-Bisa Warga Miskin RI Bertambah
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah menghapus klasifikasi beras premium dan medium menuai kritik dari kalangan ahli. Langkah pemerintah itu dikhawatirkan justru akan memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah bawah dan berisiko mendorong kemiskinan baru.
Jika klasifikasi beras dihapus, artinya ketentuan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan atas kedua jenis beras itu pun harus menyesuaikan. Dengan kata lain, HET beras premium dan medium juga akan ikut terhapus.
"Menghilangkan atau menghapus HET beras premium dan medium bukan solusi, karena tetap harus ada segmentasi konsumen, agar pemerintah bisa intervensi untuk melindungi masyarakat menengah bawah," kata Eliza kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (1/8/2025).
"Pemerintah jangan gegabah menghapus beras medium. Itu masih sangat diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Jangan sampai mereka terus turun kelas hingga jatuh ke jurang kemiskinan," tukasnya menambahkan.
Menurut Eliza, fungsi utama dari HET adalah menjaga daya beli, dan kelompok masyarakat yang perlu dijaga justru adalah kalangan bawah dan menengah. Karena itu, penghapusan HET beras premium masih bisa diterima, namun HET untuk beras medium harus dipertahankan.
"Yang seharusnya dilakukan itu dihilangkan HET beras premium, karena konsumen beras premium ini kalangan atas yang tidak masalah jika harga beras naik sekalipun. Mereka pun punya kemampuan lebih besar untuk mengganti sumber pangan mereka," jelasnya.
Ia menambahkan, "Pemerintah tidak perlu repot mengurusi HET premium. HET ini kan fungsinya untuk menjaga daya beli masyarakat. Nah, masyarakat yang perlu dijaga daya belinya itu menengah bawah."
Eliza menilai, keberadaan beras medium sangat krusial karena menjadi konsumsi utama masyarakat menengah bawah. Jika harganya melejit di luar HET, maka dampaknya akan langsung terasa pada pola konsumsi masyarakat.
"Kalau beras medium sudah di atas HET, maka pemerintah tugasnya stabilisasi harga di pasar. Nah ini yang harusnya jadi prioritas pemerintah. Karena bagi kalangan menengah bawah, pengeluaran mereka lebih banyak untuk makanan," paparnya.
"Ketika harga beras naik, ini akan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Mereka jadi mengurangi pembelian protein dan belanja non makanan untuk memenuhi kebutuhan karbohidratnya," sambung dia.
Ia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan ironi di balik penurunan angka kemiskinan secara agregat per Maret 2025. "Proporsi penduduk miskin untuk beli bahan makanan bertambah dibandingkan September 2024. Artinya, proporsi untuk non-makanan jadi berkurang karena dialokasikan untuk membeli bahan makanan," jelasnya.
Masih berdasarkan data BPS, Eliza menyebut pengeluaran masyarakat miskin untuk beras, rokok kretek, dan mie instan meningkat secara proporsi. Sebaliknya, konsumsi protein hewani dan kue justru menurun.
"Ini membuktikan harga pangan mengalami kenaikan, sehingga menggerus daya beli masyarakat miskin. Mereka mengutamakan pemenuhan karbohidrat, sementara pemenuhan protein dan non makanan jadi dikurangi proporsinya dari total pengeluaran mereka," terang dia.
Penghapusan Klasifikasi, Untungkan Produsen tapi Rugikan Konsumen
Eliza juga menilai, langkah penghapusan klasifikasi mutu beras medium dan premium justru bisa membuka ruang kecurangan dan menghilangkan transparansi kualitas di pasar.
"Tanpa diferensiasi mutu, pasar bisa berpotensi menjadi di mana kualitas rendah mendominasi karena konsumen tidak bisa membedakan. Ini potensi curangnya juga bisa terjadi lagi," tegasnya.
Menurut dia, pasar yang hanya memiliki satu standar mutu tetap menyimpan risiko moral hazard. "Misal beras itu ditentukan satu standarnya, kemungkinan produsen melakukan kecurangan tetap ada. Dibuatlah beras yang di bawah standar itu," kata dia.
Lebih jauh, ia menyoroti penghapusan klasifikasi dan HET lebih banyak menguntungkan produsen dan pemerintah dari sisi efisiensi biaya. "Bagi produsen juga akan berhemat karena tidak perlu lagi labeling dan biaya distribusi jadi berkurang karena tidak perlu pembedaan lagi medium dan premium," ucap Eliza.
Solusi: HET Medium Harus Dijaga, Premium Lepas Pasar
Eliza menegaskan, yang dibutuhkan saat ini bukan menghapus klasifikasi beras medium maupun premium, melainkan memperbaiki sistem pengawasan mutu. Dengan demikian, produsen bisa tetap bersaing secara adil dan konsumen mendapatkan kualitas sesuai harga.
"Yang perlu dilakukan bukan dihilangkan klasifikasi mutunya, tapi pengawasannya ditingkatkan. Beras premium tetap ada tapi jangan diatur HET-nya. Produsen bisa meraup untung karena tidak ada lagi pembatasan premium. Konsumen kelas atas puas akan kualitasnya, asal yang mereka bayarkan sesuai dengan kualitas yang mereka dapatkan," jelasnya.
Sebaliknya, Eliza menyatakan beras medium harus tetap diatur harganya. "Medium itu diatur harganya karena segmennya kalangan menengah bawah yang harus betul-betul dijaga daya belinya," pungkasnya.
(dce)