Deal Dagang RI-AS Bisa Bikin China Tersingkir, Ini Analisanya!

Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
31 July 2025 10:30
Foto kolase bendera Amerika Serikat dan China. IREUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo)
Foto: Foto kolase bendera Amerika Serikat dan China. IREUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM mencatatkan China menduduki posisi ketiga terbesar realisasi investasi asing di kuartal kedua tahun 2025 sebesar US$ 3,6 miliar dari total penanaman modal asing (PMA) Rp 202,2 triliun.

Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede menilai investasi China ke Indonesia berpotensi tertekan akibat kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pasalnya, kesepakatan ini mendorong pergeseran fokus kebijakan investasi Indonesia, yang selama ini cukup terbuka terhadap investasi asal China.

"Joint agreement dengan AS yang melibatkan peningkatan investasi dan pengurangan surplus perdagangan bilateral, termasuk peningkatan impor produk energi dan pertanian serta komitmen investasi yang lebih besar, kemungkinan besar akan menggeser fokus kebijakan investasi Indonesia yang selama ini cukup terbuka terhadap investasi asal China," ujar Josua kepada CNBC Indonesia, Kamis (31/7/2025).

Namun, menurut Josua hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan secara berlebihan, mengingat diversifikasi investasi melalui perjanjian dengan AS justru memperkuat posisi tawar Indonesia di mata investor global.

"Yang penting adalah memastikan bahwa kebijakan investasi tetap terbuka, tidak diskriminatif, serta mampu menjaga keseimbangan hubungan strategis dengan kedua kekuatan ekonomi besar tersebut, yakni AS dan China," ujarnya.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual menjelaskan bahwa meski perjanjian ini membuka peluang baru dengan AS, dampaknya terhadap minat investasi China belum bisa dipastikan sepenuhnya.

Seperti diketahui, investasi China sebagian besar terkonsentrasi di industri hilirisasi logam. Namun, dampak terhadap potensi investasi masih belum jelas.

Pasalnya, dalam kesepakatan bersama antara Indonesia dengan AS juga terdapat perjanjian mengenai aturan asal barang (rules of origin) untuk mencegah praktik transhipment. Namun, hingga saat ini aturan tersebut masih dikaji.

"Investasi China sebagian besar terkonsentrasi di industri hilirasi logam, namun dampaknya terhadap potensi investasi China belum dapat dikatakan secara pasti. Karena hasil perjanjian tersebut juga menyebut akan disusun aturan rules of origin yang dapat menentukan syarat produk transhipment yang dapat terkena tarif tambahan," ujar David kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/7/2025).

Walaupun potensi hambatan dari rules of origin dan tarif transhipment menjadi perhatian, David menilai dampaknya tidak akan eksklusif terhadap Indonesia saja. Menurutnya, negara-negara lain yang menjadi tujuan investasi China juga akan menghadapi risiko serupa, sehingga posisi Indonesia tidak sepihak.

"Namun bukan hanya Indonesia saja yang akan terkena tarif transhipment, sementara China tetap memerlukan market untuk berinvestasi, sehingga minat investasi China akan tetap ada," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM realisasi PMA terbanyak berasal dari Singapura US$ 8,8 miliar di urutan pertama dan diikuti oleh Hong Kong sebesar US$ 4,6 miliar. Posisi ketiga China sebesar US$ 3,6 miliar dan keempat, Malaysia sebesar US$ 1,7 miliar. Kemudian terakhir, ada Jepang dengan realisasi investasi US$ 1,6 miliar.

Dari sisi sektoral, realisasi investasi asing terbanyak berada di Industri Logam Dasar, Barang Logam, bukan mesin dan peralatannya US$ 7,3 Miliar (27,0%), Pertambangan US$ 2,4 Miliar (8,9%), Jasa Lainnya US$ 2,2 Miliar (8,1%), Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi US$ 1,7 Miliar (6,3%) dan Industri Kimia dan Farmasi US$ 1,6 Miliar (5,9%).


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hati-hati! Investasi Asing Lesu, Target Indonesia Maju Terancam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular