
8 Update Perang Thailand-Kamboja: Mayat Berjatuhan, Dunia Turun Tangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik bersenjata di perbatasan Thailand dan Kamboja kian memburuk. Dalam dua hari, sedikitnya 16 orang dilaporkan tewas, lebih dari 130 ribu orang mengungsi, dan ketegangan menyebar ke 12 titik perbatasan. Upaya mediasi dari pihak ketiga ditolak, sementara Dewan Keamanan PBB bergerak cepat dengan menggelar rapat darurat.
Berikut update terbaru perang yang meletus antara dua negara tetangga ASEAN tersebut, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Jumat (25/7/2025).
1. Thailand Tolak Mediasi Internasional, Pilih Jalur Bilateral
Pemerintah Thailand menegaskan penolakannya terhadap mediasi internasional dalam menangani konflik bersenjata dengan Kamboja. Bangkok menyatakan bahwa penyelesaian hanya bisa dicapai melalui perundingan langsung antar kedua negara.
"Saya tidak berpikir kita memerlukan mediasi dari negara ketiga untuk saat ini," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, kepada Reuters, Jumat (19/7/2025).
Nikorndej menyatakan pintu dialog tetap terbuka, namun menekankan bahwa Kamboja harus terlebih dahulu menghentikan aksi kekerasan di perbatasan.
Amerika Serikat, China, dan Malaysia selaku Ketua ASEAN telah menyatakan kesediaan untuk memfasilitasi dialog. Namun, Thailand bersikukuh menolak campur tangan pihak ketiga.
2. Kamboja Desak Gencatan Senjata Lewat Jalur PBB
Menanggapi krisis, Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Kamboja, Prak Sokhonn, menegaskan bahwa negaranya mendorong penyelesaian damai berdasarkan hukum internasional. Ia mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Hun Manet telah mengirim surat kepada Presiden Dewan Keamanan PBB dan Perdana Menteri Malaysia untuk mendorong pembahasan gencatan senjata.
"Kami menyampaikan apresiasi kepada Perdana Menteri Malaysia atas upayanya menjalin komunikasi langsung dengan pimpinan kedua negara," ujar Prak dalam pertemuan dengan korps diplomatik di Phnom Penh, Kamis (24/7/2025).
Ia juga mengakui adanya korban di wilayah Kamboja, namun belum dapat memastikan jumlahnya. Pemerintah setempat mengimbau warga, baik lokal maupun asing, untuk menghindari Provinsi Oddar Meanchey dan Preah Vihear yang menjadi zona konflik.
3. Dewan Keamanan PBB Gelar Rapat Darurat
Situasi yang memburuk mendorong Dewan Keamanan PBB menggelar rapat darurat tertutup pada Jumat (25/7/2025), berdasarkan permintaan resmi dari Perdana Menteri Hun Manet.
Meski agenda rinci belum diumumkan, sumber diplomatik menyebut diskusi akan difokuskan pada upaya menghentikan kekerasan dan mendorong gencatan senjata. Rapat dijadwalkan berlangsung pukul 15.00 waktu New York.
4. Korban Jiwa Bertambah, 100.000 Orang Mengungsi
Reuters melaporkan sedikitnya 16 korban tewas selama dua hari konflik, dengan rincian 14 korban di Thailand (13 warga sipil dan satu tentara) serta satu korban tewas dan lima luka-luka di Kamboja.
Bentrokan bersenjata dilaporkan meluas ke 12 titik perbatasan. Pemerintah Thailand mengevakuasi lebih dari 100.000 warga dari empat provinsi ke hampir 300 titik penampungan.
"Pertempuran dimulai sekitar pukul enam pagi, kami takut dan langsung mengungsi ke kuil Buddha," kata Pro Bak (41), warga Kamboja di kota Samraong kepada AFP. Ia mengungsi bersama istri dan anak-anaknya.
5. Bentrok Bersenjata Gunakan Jet Tempur dan Artileri Berat
Konflik disebut sebagai yang paling berdarah dalam satu dekade, dengan keterlibatan jet tempur, tank, dan artileri berat. Thailand menuding pasukan Kamboja melancarkan serangan ke wilayahnya, termasuk ke sekitar kuil kuno yang menjadi sengketa sejarah.
Militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk membalas serangan terhadap target-target militer di Kamboja. Ketegangan meningkat sejak insiden perbatasan Mei lalu yang menewaskan seorang tentara Kamboja.
6. China: Akar Konflik Warisan Kolonialisme Barat
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menyebut akar konflik Thailand-Kamboja berasal dari dampak kolonialisme Barat. Beijing, menurutnya, siap memainkan peran konstruktif dalam meredakan situasi.
"Masalah ini berakar dari konsekuensi peninggalan penjajah Barat. Sekarang harus dihadapi dan diselesaikan dengan tepat," ujar Wang saat bertemu Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn di Beijing, dikutip dari pernyataan resmi Kemlu China.
Kamboja mengklaim wilayah berdasarkan peta tahun 1907 yang dibuat kolonial Prancis, namun Thailand menilai peta itu tidak akurat.
7. Indonesia Pantau Ketat, Siapkan Mitigasi untuk WNI
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah RI memantau secara aktif kondisi keamanan di Thailand dan Kamboja untuk memastikan keselamatan WNI di dua negara tersebut.
"Kemarin kami sudah langsung berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan bahwa saudara-saudara kita yang tinggal di sana aman dan termonitor," ujar Prasetyo, Jumat (25/7/2025).
Ia menambahkan, mitigasi seperti penyediaan informasi terkini dan jalur komunikasi darurat telah disiapkan untuk menghadapi situasi terburuk.
8. Thailand-Kamboja Sepakat Gencatan Senjata
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, selaku Ketua ASEAN yang aktif menjadi mediator antara kedua negara, mengumumkan Thailand dan Kamboja sepakat melakukan gencatan senjata.
Dikutip dari Malaysiakini, Jumat (25/7/2025), Anwar mengatakan kedua negara meminta waktu untuk melaksanakan gencatan senjata. Pasalnya, pasukan militer masing-masing sudah telanjur dikerahkan ke area perbatasan.
Thailand dan Kamboja dikatakan membutuhkan waktu untuk menarik pasukan militer masing-masing.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perintah Trump Ditolak Mentah-mentah, Iran Ogah Ditindas Bilang Begini