UU Ketenagalistrikan Akan Direvisi, Ini Poin-Poin Pentingnya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
15 July 2025 19:40
Jaringan tegangan listrik di areal persawahan Desa Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur. PLN menghadirkan program electrifying agriculture yang mendorong petani menggunakan teknologi berbasis listrik dalam proses pertaniannya. Program electrifying agriculture juga sukses meningkatkan produktivitas pelaku usaha di sektor pertanian. (Dok: PT PLN (Persero)
Foto: Jaringan tegangan listrik di areal persawahan Desa Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur. PLN menghadirkan program electrifying agriculture yang mendorong petani menggunakan teknologi berbasis listrik dalam proses pertaniannya. Program electrifying agriculture juga sukses meningkatkan produktivitas pelaku usaha di sektor pertanian. (Dok: PT PLN (Persero)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kini tengah melakukan pembahasan untuk merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Gatrik).

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menyebutkan poin penting untuk merevisi UU Gatrik adalah demi memberikan akses listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Menurutnya, revisi UU tersebut didorong agar negara berkewajiban untuk membangun jaringan transmisi kelistrikan.

Pihaknya juga telah menerima naskah akademik Revisi UU Gatrik dari Badan Keahlian Dewan untuk dibahas secara komprehensif.

"Maka, tadi, karena ini sudah kelanjutan sejak tahun lalu, atau periode lalu ketika kita di Komisi VII, dan tadi sudah tuntas naskah akademiknya, setelah dari Tim Keahlian Dewan ini melakukan berbagai, apalah, serap pendapat baik dari kalangan akademisi, pelaku, maupun pihak-pihak pemangku kepentingan lain yang berkaitan dengan kelistrikan dan migas," katanya ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (15/7/2025).

Dia mengatakan, sejatinya UU Gatrik telah disesuaikan dalam UU Cipta Kerja (Ciptaker), namun hal itu dinilai belum mencakup keseluruhan urgensi yang dibutuhkan. Dengan demikian, Revisi UU Gatrik tetap akan dikaji oleh pihaknya.

Salah satu alasan utama yang menjadi sorotan dalam Revisi UU tersebut adalah perihal akses listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

"Ingat, listrik bukan lagi barang mewah. Sehingga, hak setiap warga negara untuk bisa mengakses listrik," tegasnya.

Untuk bisa menjamin akses listrik tersebut, lanjut Sugeng, perlu pembangunan infrastruktur yang akan ditekankan menjadi kewajiban negara. Hal itu dikatakan untuk bisa memfasilitasi keterjangkauan listrik dari apapun sumbernya termasuk dari energi baru terbarukan (EBT).

"Nah, bahwa pengadaannya itu oleh siapa? Tadi sudah bahwa badan usaha yang bisa menyiapkan kebutuhan ketenagalistrikan itu bisa BUMN, BUMD, maupun koperasi atau swasta," jelasnya.

"Tidak ada lagi suara ketika listrik masuk desa, oh, gak ada transmisinya. Dengan undang-undang itu, mohon maaf, dipaksa negara untuk menyiapkan sejauh apapun. Kalau memang, lagi-lagi tadi, kan, infrastrukturnya berupa apa, kalau itu berupa skater-skater, misalnya pulau, lantas penyedia energinya itu PLN secara ekonomis tidak masuk, biarkanlah ada kreativitas masyarakat setempat sehingga akan hidup, misalnya, mikro hidro dan sebagainya," katanya.

Dengan adanya infrastruktur kelistrikan itu, kata Sugeng, juga bisa mendorong agar harga listrik yang dihasilkan di wilayah dengan sumber EBT lebih murah bila dibandingkan dengan listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Hal itu meski batu bara masih disubsidi oleh negara namun belum bisa menjangkau wilayah 3T.

"Artinya apa? Tidak fair kalau masyarakat atau kreativitas masyarakat karena ekonominya juga skala ekonominya kecil, lantas dibandingkan dengan harga listriknya PLN. PLN mau beli kalau setidaknya harganya tadi memenuhi kriteria harga PLN, dimana tadi semuanya disubsidi energi primernya," bebernya.

Dia menyebut, Revisi UU Ketengalistrikan ini ditargetkan bisa dituntaskan setelah pihaknya merampungkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Pihaknya menargetkan menyelesaikan RUU EBET dalam enam bulan mendatang. Setelah RUU EBET rampung, pihaknya baru akan menuntaskan Revisi UU Gatrik pada enam bulan setelah RUU EBET selesai, dan dilanjutkan menyelesaikan Revisi UU Migas setelah Revisi UU Gatrik tuntas.

Ya, kita sih, idealnya, ini harus tuntas satu, tuntas Undang-Undang Energi Baru Terbarukan dalam 6 bulan ini. Kedua adalah selanjutnya tuntas dalam 6 bulan kemudian adalah Undang-Undang Kelistrikan, terakhir adalah UU Migas," tandasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rencana Umum Ketenagalistrikan Dirilis, Ini Investasi Prioritas PLN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular