Internasional

Ekonomi Negara Tetangga RI Tumbuh 4,3%, Melejit Meski Ada Tarif Trump

tfa, CNBC Indonesia
Senin, 14/07/2025 08:05 WIB
Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Singapura tumbuh 4,3% secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2025, melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 3,5%. Kinerja ini juga lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 4,1%.

Secara kuartalan (qtq), produk domestik bruto (PDB) Negeri Singa tumbuh 1,4%, berbalik dari kontraksi 0,5% pada kuartal I. Pertumbuhan terutama didorong sektor manufaktur yang mencatat ekspansi 5,5% yoy, naik dari 4,4% pada kuartal sebelumnya. Sektor ini menyumbang sekitar 17% terhadap PDB Singapura.

Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) dalam keterangannya mengingatkan bahwa tekanan global tetap menjadi ancaman serius.


"Ke depannya, masih terdapat ketidakpastian dan risiko penurunan signifikan dalam ekonomi global pada paruh kedua 2025, mengingat belum jelasnya kebijakan tarif AS," kata MTI dalam pernyataan resminya pada Senin (14/7/2025), seperti dikutip CNBC International.

Meski belum menerima "surat tarif" dari Presiden AS Donald Trump seperti beberapa negara ASEAN lainnya, Singapura tetap dikenai tarif dasar 10% oleh Washington. Negara ini juga tetap mencatat defisit perdagangan dengan AS meskipun telah memiliki perjanjian perdagangan bebas sejak 2004.

Untuk merespons tekanan eksternal tersebut, pemerintah membentuk Satuan Tugas Ketahanan Ekonomi pada April lalu. Tim ini pekan lalu mengumumkan pemberian hibah guna membantu bisnis menghadapi dampak tensi dagang global.

MTI sendiri telah menurunkan proyeksi pertumbuhan 2025 menjadi kisaran 0% hingga 2%, dari sebelumnya 1% hingga 3%. Sebagai perbandingan, Singapura mencatat pertumbuhan penuh tahun 2024 sebesar 4,4%.

Sementara itu, kebijakan moneter juga mencerminkan kehati-hatian. Otoritas Moneter Singapura (MAS) sebelumnya melonggarkan kebijakan untuk kedua kalinya berturut-turut pada Mei.

"Terdapat risiko penurunan terhadap prospek ekonomi yang berasal dari volatilitas pasar dan melemahnya permintaan global," sebut MAS dalam pernyataan terpisah.

MAS juga mewaspadai dampak dari pelemahan perdagangan global yang lebih tajam dan berkepanjangan, yang dapat menyeret kinerja sektor-sektor utama ekspor dan berdampak pada ekonomi domestik.

Namun, tekanan inflasi yang mereda memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan. Inflasi utama turun ke 0,8% pada Mei, terendah sejak Februari 2021. Sementara itu, inflasi inti yang mengecualikan akomodasi dan transportasi pribadi, juga turun ke 0,6% dari sebelumnya 0,7%.

Keputusan kebijakan moneter selanjutnya akan diumumkan akhir Juli ini, di tengah harapan bahwa stabilitas harga dapat menopang pertumbuhan di tengah ketidakpastian eksternal.


(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kemenperin Sebut Produk RI Masih Unggul Meski Kena Tarif AS 32%