Era Suku Bunga Tinggi Berakhir? Ini Jawaban Tak Terduga Sri Mulyani!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
08 October 2024 17:30
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan dalam Konferensi Pers APBN KITA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/8/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan dalam Konferensi Pers APBN KITA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (13/8/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kurang sepakat dengan pernyataan yang menganggap era suku bunga acuan bank sentral yang tinggi sudah berakhir, hanya karena bank sentral AS, The Federal Reserve menurunkan suku bunga Fed Fund Rate sebesar 50 basis points (bps) pada September 2024.

Dengan penurunan suku bunga The Fed itu, maka kini suku bunga acuan bank sentral AS di kisaran 4,75-5,00% saat ini dari sebelumnya bertengger lama di kisaran 5,25-5,50%. Menurut Sri Mulyani, angka suku bunga itu masih sangat tinggi setelah naik hampir 500 bps empat tahun terakhir.

"Tadi Pak Royke (Direktur Utama BNI) mengatakan era suku bunga tinggi sudah berakhir, padahal suku bunga di AS masih di 5%, 4,75% belum turun dan bahkan hari ini bertahan tinggi," ucap Sri Mulyani di Jakarta Convention Center, Selasa (8/10/2024).

Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia di era itu masih mampu tumbuh stabil karena keberhasilan menjaga defisit transaksi berjalan di level rendah dan mampu menjaga surplus neraca perdagangan beberapa tahun terakhir, tidak seperti era taper tantrum pada 2014-2015.

"Indonesia sudah mengalami dampak taper tantrum. Itu artinya baru diumumkan, belum dijalankan kita sudah mengalami demam dan bahkan cenderung mengalami sedikit kredibilitas problem dari makro stability kita," kata Sri Mulyani.

"Bayangkan itu terjadi 2022, 2023, 2024 sampai Semester 1 yang itu sudah kenaikan lebih 500 bps. Yang duduk di sini kalau ini investor berarti pinjaman duit, jadi anda tahu betul kalau suku bunga 500 bps naik IRR (Internal Rate of Return) anda kolaps, maka akan terjadi potensial NPL (Non Performing Loan) maka pengaruhi ekonomi," tegasnya.

Oleh sebab itu, ia menekankan di tengah era suku bunga tinggi 2022-2024 Indonesia tidak mengalami taper tantrum, meskipun The Fed tidak lagi hanya melakukan pengumuman, melainkan sudah melaksanakan kenaikan suku bung.

"Kita tetap bisa terjaga dengan pertumbuhan baik, itu menggambarkan resiliensi kita terjaga baik dan itu karena faktor seperti hilirisasi yang mendukung, jadi kalau kita lihat perspektif 10 tahun di tengah begitu banyak hempasan yang sangat historical luar biasa tentang pandemi, konflik geopolitik, harga komoditas, kenaikan suku bung dan inflasi global yang terburuk 40 tahun terakhir," tegasnya.

Sri Mulyani pun menekankan, semua capaian menjaga stabilitas ekonomi itu tidak terlepas dari baiknya pengelolaan fiskal dan kebijakan moneter yang dikombinasikan antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

"Sehingga kalau kita lihat makro fiskal terjaga itu bukan hasil yang otomatis, oh iya memang harusnya begitu. Banyak negara hari ini makro stability dan fiscalnya sangat tidak favorable, ini yang harus kita jaga dan jadi modal pemerintahan baru untuk mulai dengan relatif a good start," ungkapnya.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan Peneliti Asing Soal Ekonomi RI di Tahun Terakhir Jokowi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular