Internasional

Bank Sentral China Tiba-Tiba Pangkas Suku Bunga, Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
22 July 2024 15:08
A man walks past China's central bank, or the People's Bank of China, in Beijing, Sunday, March 10, 2019. China's central bank governor Yi Gang says American and Chinese envoys discussed sticking to promises to avoid currency devaluations to boost exports during negotiations aimed at ending a tariff war. (AP Photo/Andy Wong)
Foto: Seorang pria berjalan melewati bank sentral China, atau People's Bank of China, di Beijing, Minggu, 10 Maret 2019. (AP/Andy Wong)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Sentral China memangkas dua suku bunga acuan, Senin (22/7/2024). Hal ini terjadi saat perekonomian Negeri Panda itu belum memperlihatkan kinerja yang optimal.

Suku bunga utama pinjaman satu tahun, yang merupakan tolok ukur suku bunga paling menguntungkan yang dapat ditawarkan bank kepada dunia usaha dan rumah tangga, diturunkan dari 3,45% menjadi 3,35%. Indikator ini terakhir kali diturunkan pada bulan Agustus.

Suku bunga lima tahun, yang merupakan acuan untuk pinjaman hipotek, diturunkan dari 3,95% menjadi 3,85%. Ini setelah adanya pemangkasan pada bulan Februari.

Dengan adanya penurunan ini, kedua tingkat suku bunga tersebut berada pada titik terendah dalam sejarah. Pemotongan ini juga dilakukan beberapa hari setelah pertemuan penting Partai Komunis di Beijing.

Beijing sedang berjuang melawan krisis di sektor real estate, lemahnya konsumsi dan tingginya tingkat pengangguran kaum muda. Perdagangan internasional Beijing juga saat ini terganggu dengan adanya ketegangan geopolitik antara negara itu dengan Washington dan Uni Eropa.

Perekonomian melambat tajam pada kuartal kedua, dengan data pada Senin lalu menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,7%. Ini jauh bawah ekspektasi dan turun tajam dari 5,3% pada tiga bulan sebelumnya.

Angka tersebut juga merupakan titik terlemah sejak awal tahun 2023. Padahal China sepenuhnya mencabut pembatasan ketat Covid-19.

Selain itu, penjualan ritel hanya meningkat 2% dibandingkan tahun lalu di bulan Juni. Hal ini menyoroti tantangan berat yang dihadapi para pemimpin dunia kerja untuk meningkatkan konsumsi.

Di sisi lain, pemerintah daerah di China juga menghadapi beban utang yang membengkak sebesar US$ 5,6 triliun (Rp 90 ribu triliun), menurut pemerintah pusat. Kondisi ini pun meningkatkan kekhawatiran mengenai stabilitas yang lebih luas.

Sementara itu, pemangkasan ini terjadi setelah pertemuan Pleno Ketiga para pemimpin Partai Komunis pekan lalu. Para pejabat berjanji pada hari Jumat untuk membantu meringankan tekanan utang pada pemerintah daerah melalui reformasi sistem perpajakan.

"Selain pajak, mereka juga menyerukan 'sebuah sistem untuk memantau dan mengatur semua utang pemerintah daerah serta mekanisme jangka panjang untuk mencegah dan meredakan risiko utang yang tersembunyi," tulis media Xinhua melaporkan hasil pertemuan itu.

Kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, Zhang Zhiwei, menyebutkan ini sebagai langkah yang tepat untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi China. Ia memperkirakan akan ada lebih banyak hal yang akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan.

"Tetapi kebijakan moneter bukanlah alat kebijakan yang paling penting. Prospek perekonomian pada (paruh kedua tahun ini) sangat bergantung pada seberapa mendukung kebijakan fiskal nantinya," ujarnya kepada AFP.

"Sidang Pleno Ketiga tidak mengubah tujuan kebijakan resmi, namun pernyataan tersebut memperkenalkan langkah-langkah baru untuk mencapai tujuan tersebut," katanya lagi.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Bilang Suku Bunga Tinggi Bak Penyedot Debu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular