UMKM Sekitar IMIP: Ubah Peluang Jadi Pundi Uang

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
28 August 2024 14:58
IMIP
Foto: dok Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak bisa dipungkiri, semua insan perlu memiliki mata pencaharian. Sebab, mereka harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya termasuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sekitar Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Jalan Trans-Sulawesi, Desa Fatufia, Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah.

Mak Indah, sapaan akrab Nursia Asis, seorang perempuan 45 tahun asal Kota Baubau, Sulawesi Tenggara mengadu nasib di Morowali dengan membuka warung nasi kuning. Nama Mak Indah sendiri diambil dari nama anak sulung Nursia Asis yang bernama Indah.

Di warung itu, Mak Indah berjualan nasi kuning. Bagi karyawan seantero Kawasan Industri IMIP, nasi kuning racikan Mak Indah sangat populer. Tak hanya harga yang tergolong murah, namun porsi dan rasanya tidak pernah berubah.

"Dari dulu, rasa lauk tetap sama enaknya," ujar Wahyu yang sejak 2017 bekerja di Departemen Ferronickel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry (GCNS), salah satu tenant di Kawasan Industri IMIP, ditulis Senin (26/8/2024).

Sudah sepuluh tahun Mak Indah berjualan nasi kuning. Dini hari saat sebagian orang masih terlelap mimpi, Mak Indah sudah berjibaku di dapur. Dari meracik bumbu, memasak lauk-pauk hingga menanak nasi kuning. Mak Indah bercerita, dulunya ia berulang kali merekrut orang untuk membantunya berjualan.

Namun setahun belakangan, terhitung sejak Mei 2023, aktivitas berjualan dilakoninya seorang diri. Alasannya karena orang-orang yang bekerja dengan dia sebelumnya ada masalah dengan keharusan untuk bersikap dan bertindak jujur.

Meski hanya sendiri, Mak Indah selalu senang menjalaninya. Menemani aktivitasnya berjualan, ia kerap menyetel tembang shalawat dari tape recorder di rumahnya yang berdinding papan dan berlantai semen. Baginya, mendengarkan shalawat dapat menenangkan hati dan membangun koneksi dengan ketiga anaknya.

Mak Indah bersama ketiga anaknya sebelumnya tinggal di Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Mereka bermukim di daerah itu sejak tahun 1980-an. Pertama kali menginjakkan kaki di Morowali tahun 2008. Saat itu Mak Indah sekeluarga tinggal di Bungku, ibukota Kabupaten Morowali. Untuk menghidupi keluarga, Mak Indah saat itu berkeliling berjualan kue.

Munculnya PT Bintang Delapan Mineral (BDM) yang merupakan founding father Kawasan Industri IMIP di Kecamatan Bahodopi, memantik Mak Indah sekeluarga pindah ke daerah itu pada tahun 2010 hingga saat ini. Karena saat itu ekonomi masih sulit, Mak Indah lalu memulangkan ketiga anaknya kembali Nusa Tenggara Timur.

Tahun 2012, adalah masa-masa yang sulit. Selain kondisi ekonomi rumah tangganya yang belum stabil, Mak Indah juga harus bercerai dengan suaminya, "Itu adalah masa-masa yang paling berat yang pernah saya jalani," kata Mak Indah.

Tak ingin larut dalam kesedihan, Mak Indah lalu bangkit dan fokus berjualan nasi kuning untuk memenuhi kebutuhan ketiga anaknya di NTT.

Anak pertama Mak Indah bernama Indah Mayangsari (23). Ia telah lulus dari jurusan Teknologi Informasi Universitas Nusa Nipa, Maumere, NTT, Maret 2024 lalu. Nilai IPK-nya memuaskan, 3,65. Saat ini, Indah sudah berada di Bahodopi menemani ibunya. Selain itu, ia juga tengah mengikuti proses rekrutmen untuk bekerja di salah satu perusahaan di kawasan industri IMIP.

Muhammad Wildan (19) anak keduanya berhasil menyelesaikan sekolahnya di salah satu SMK di NTT. Saat ini tengah menjalani seleksi uji keahlian calon bintara angkatan darat. Adapun Muhammad Azwar Alam (12) anak bungsunya, akan melanjutkan sekolah di salah satu pesantren setingkat SMP di Kecamatan Bungku, Morowali, tahun ini.

Hingga satu dekade menjalani usahanya, nasi kuning sajian Mak Indah beken sebagai menu sarapan favorit para karyawan di lingkar industri IMIP. Setiap hari, Mak Indah mengolah bahan-bahan pokok, antara lain 30 kilogram beras, 7 ekor ayam, dan 12 kilogram hati ayam.

Seporsi nasi kuning dengan dua macam lauk dipatok harga Rp10.000. Bila ditambah telur atau menjadi tiga macam lauk, pelanggan membayar Rp15.000. Dari situ, dia bisa meraup keuntungan Rp 300 ribu sampai dengan Rp400 ribu per hari. Kurang-lebih dalam sebulan dia menghasilkan total omzet Rp 9 juta. Sebesar apapun rezeki yang diterima, kata Mak Indah, selalu disyukurinya.

Seiring waktu, usaha warung-warung makan di permukiman sekitar kawasan IMIP kian bertambah banyak. Tak jauh dari warung Mak Indah, misalnya, ada lapak-lapak lain berjualan bahkan 24 jam dengan beragam menu lain, selain nasi kuning. Baginya perkembangan itu hal yang wajar.

"Saya tidak takut tersaingi, rezeki mereka masing-masing. Banyak juga mereka (penjual warung lain) tanya resep ke saya. Kalau mau laku itu makanan, kasih enak. Kita juga harus murah senyum," ungkap Mak Indah.

Dia bilang, sebagian rezeki dari hasil berjualan dialokasikan untuk memperbaiki atap rumahnya yang bocor tahun lalu. Namun, dia lebih dulu mengutamakan pemenuhan biaya hidup keluarganya. Tak cukup hanya berharap, Mak Indah menjadikan rutinitas memasak dan berjualan nasi kuning sebagai bekal masa depan terbaik bagi ketiga anaknya.

"Saya hidup biasa saja. Biar tetangga punya mobil atau apa, saya tidak. Tetapi yang penting anak-anak saya bisa sekolah tinggi, jangan kayak saya yang hanya tamatan SMK," kata dia.

Layanan Cuci Sandang

IMIPFoto: dok Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Beragam usaha warga bertumbuh bahkan menjamur di lingkar industri IMIP. Sektor lain yang juga menarik minat warga untuk meraih cuan adalah wirausaha menjajakan jasa cuci pakaian.

Hasil riset mandiri yang dilakukan PT IMIP, melalui unit kerja Research and Branding mencatat, jumlah usaha warga di Kecamatan Bahodopi per Februari 2024 berjumlah 7.318 unit, dengan cakupan 10 ragam usaha terbanyak. Dua macam UMKM di antaranya adalah usaha penatu (laundry) pakaian dan warung makan. Serapan tenaga kerja di bidang UMKM dalam area Kecamatan Bahodopi total mencapai 15.523 orang tenaga kerja.

Di antara unit-unit UMKM tersebut, usaha warung makan menempati peringkat kelima terbanyak di Kecamatan Bahodopi, sementara cuci pakaian atau penatu di urutan kesepuluh. Adapun serapan tenaga kerja kedua bidang usaha ini pun terbilang besar. Setidaknya pada 2023, jumlah pekerja di warung makan berkisar 2.140 orang, dan penatu 418 orang.

Di satu sudut kelokan Jalan Trans Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Morowali, sebuah gerai penatu atau cuci pakaian berdiri tegak. Didominasi warna biru muda, bagian atasnya bertulisan "Blue Sea Laundry Express". Lalu lalang warga dan laju kendaraan yang melintas di depan gerai menjadi pemandangan sehari-hari bagi Ayu Lestari Rahman, si pemilik gerai.

Ditemui beberapa waktu lalu, Ayu bercerita, dia dan Rahman, suaminya memantapkan diri untuk menjalankan usaha penatu mengingat pertumbuhan penduduk di Bahodopi bertumbuh pesat.

Hijrah dari Soppeng, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan, Ayu bersama Rahman mengumpulkan modal sebanyak Rp18 juta. Mereka lalu membeli peralatan berupa satu mesin cuci dan satu mesin pengering pakaian. Sebagian modal mereka dapatkan dengan menabung penghasilan dari pekerjaan Rahman sebelumnya sebagai buruh di jetty, pelabuhan jalur angkutan hasil olahan smelter nikel di Labota, salah satu desa di Bahodopi.

Setelah setahun bekerja di jetty (2022-2023), Rahman memutuskan resign. Untuk mengenang pengalaman bekerja yang akrab dengan lautan biru, suami istri itu bersepakat menamai usaha laundry-nya dengan nama "BlueSea".

Pada 2022, mereka mendirikan gerai penatu di Desa Fatufia, salah satu desa terdekat dari lokasi operasional perkantoran dan smelter di kawasan IMIP. Kurang dari setahun, pasangan itu bersama kedua balitanya pindah ke desa tetangga, yaitu Desa Bahomakmur.

Bagi Ayu, membuka usaha jasa cuci pakaian amat mencukupi pemenuhan kebutuhan hidup bulanan keluarganya. Dibandingkan membuka usaha lain seperti warung makan, menurutnya, usaha laundry lebih gampang dikembangkan. "Saya tidak terlalu suka memasak," ungkapnya.

Dua tahun lebih berjalan, usaha penatu BlueSea mampu memetik penghasilan kotor rata-rata Rp15 juta per bulan. Berbekal semangat kewirausahaan, Ayu dan Rahman berinovasi dengan menawarkan layanan spesial cuci dan setrika pakaian kilat atau sehari jadi. Hal ini membuat mereka lebih unggul dibandingkan binatu lain di sekitar Bahomakmur yang membersihkan pakaian selama 2-3 hari.

Tarif layanan cuci pakaian di BlueSea adalah Rp7.000 untuk satu kilogram pakaian (tanpa disetrika), sedang Rp10.000 per kilogram dengan disetrika. Ada pula paket ekspres cuci pakaian selesai dalam dua jam yang ongkosnya lebih tinggi. Selain itu, BlueSea menyediakan layanan kurir gratis pengantar pakaian ke area Bahodopi dan sekitarnya.

Ayu juga berinisiatif menambah sumber pendapatan dengan menjual produk secara daring berupa pakaian dan makanan segar dalam kemasan (frozen food). Ayu juga menjajakan minyak wangi atau parfum. Di sisi depan lapaknya, berjajar botol-botol berisi wewangian, sementara lemari pendingin kecil berisi makanan terpajang di seberangnya.

Ke depan, Ayu dan Rahman berencana membuka cabang jasa cuci pakaian di Desa Labota. Bila berjalan mulus, bukan tak mungkin usaha sederhana mereka akan makin bersinar pada masa mendatang. Seperti peribahasa "ada gula ada semut", kawasan industri IMIP telah menjadi magnet yang menggerakkan daya hidup dan denyut perekonomian sekitar sehingga masyarakat dapat berdikari.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Sampah Sidaya Binaan IMIP Bantu Para Ibu Bayar Sekolah Anak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular