Ada Ancaman Intai Umat Manusia, Plt Kepala BMKG: Ini Bukan Hoax

Damiana, CNBC Indonesia
22 August 2024 19:50
Aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. (REUTERS/Eduardo Munoz)
Foto: Aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. (REUTERS/EDUARDO MUNOZ)

Jakarta, CNBC Indonesia - Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan. Fenomena ini semakin memicu dampak yang lebih luas.

Dia pun mengingatkan, anak muda menjadi kelompok yang akan paling rentan terdampak perubahan iklim. Karena itu, ujarnya, kelompok muda harus ikut berperan melakukan aksi-aksi nyata pencegahan dampak-dampak perubahan iklim.

"Generasi Z dan Alpha akan menjadi generasi yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Karenanya, saya yakin anak-anak muda yang jumlahnya mendominasi penduduk Indonesia, bisa memberikan dampak signifikan terhadap aksi perubahan iklim," katanya dalam keterangan di situs resmi BMKG, dikutip Kamis (22/8/2024).

"Perubahan iklim global bukanlah kabar bohong (hoax) dan prediksi untuk masa depan. Melainkan, realitas yang dihadapi miliaran jiwa penduduk bumi. Karenanya, fenomena tersebut tidak bisa dianggap sebagai sebuah persoalan sepele," tegas Dwikorita.

Lantas, apa alasan perubahan iklim disebut sebagai fenomena nyata dan mengancam penduduk bumi?

Dwikorita menjelaskan, hal itu terlihat dari berbagai peristiwa iklim dan maraknya bencana di berbagai belahan bumi.

"Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim. Dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia," paparnya.

"Maka dari itu, seluruh generasi harus saling berkolaborasi untuk menahan laju perubahan iklim," kata Dwikorita.

Peta Wilayah RI Tak Turun Hujan Berminggu-minggu bahkan Berbulan-bulan per 10 Agustus 2024. (BMKG)Foto: Peta Wilayah RI Tak Turun Hujan Berminggu-minggu bahkan Berbulan-bulan per 10 Agustus 2024. (BMKG)
Peta Wilayah RI Tak Turun Hujan Berminggu-minggu bahkan Berbulan-bulan per 10 Agustus 2024. (BMKG)

Rekor Suhu Global Terpanas

Dwikorita menerangkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) telah menyatakan, tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental.

Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman praindustri.

"Angka ini nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015. Bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius," sebutnya.

"Pada tahun 2023, terjadi rekor suhu global harian baru. Dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa," tambahnya.

BMKG, lanjut dia, memproyeksi suhu udara di Indonesia akan melompat naik hingga 3,5 derajat Celcius dibandingkan zaman praindustri di tahun 2100 mendatang.

Kondisi ini bisa terjadi apabila aksi mitigasi iklim gagal dilakukan.

"Sementara Badan Meteorologi Dunia menyebut bahwa tahun 2050 mendatang, dalam skenario terburuk, negara-negara di dunia akan menghadapi tidak hanya bencana hidrometeorologi, namun juga kelangkaan air yang berakibat pada krisis pangan," ungkapnya.

"Jika melihat tahun tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Generasi Z dan Alpha lah yang akan paling merasakan," imbuhnya.

Perubahan Iklim Tuntut Respons Global

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, jika tak ada aksi mitigasi, perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang.

"Dalam World Economic Forum 2023, disampaikan juga bahwa kegagalan mitigasi dan adaptasi iklim merupakan risiko global terbesar dunia," sebut Ardhasena.

"Dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh perubahan iklim menuntut perlunya respons global untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi," katanya.

Kunci keberhasilan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, ujarnya, ada pada upaya yang dilakukan oleh masyarakat. Yakni, berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang mereka miliki.

Di sisi lain, lanjutnya, yang menjadi tantangan saat ini adalah bagaimana meningkatkan pemahaman iklim dan perubahan iklim di kalangan publik.

"Terutama generasi muda, generasi milenial, gen-Z. Mereka adalah generasi yang akan paling terpapar dampak perubahan iklim dalam satu atau dua dekade mendatang. Sekaligus yang paling bertanggung jawab untuk melakukan segala tindakan dan upaya untuk menanggulanginya," cetus Ardhasena.

Dalam hal ini, tukasnya, yang dibutuhkan tak hanya meningkatkan pemahaman. Tapi juga mendorong aksi-aksi nyata dalam melakukan penanggulangan perubahan iklim melalui aksi mitigasi dan aksi adaptasi perubahan iklim.

"Diperlukan kesadaran dan tindakan yang masif dalam berbagai tingkatan yang disertai dengan aksi iklim yang nyata dan terukur dalam mewujudkan target Perjanjian Paris. Yaitu, membatasi peningkatan suhu rata-rata global di bawah 1,5°C dari tingkat praindustri," kata Ardhasena.

"Dan harus ada aksi nyata di lapangan, yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goal (SDG). Terutama pada SDG ke-13, climate action," pungkasnya.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam acara Festival Aksi Iklim. (Dok. BMKG)Foto: Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (ketiga dari kiri) dalam acara Festival Aksi Iklim. (Dok. BMKG)
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam acara Festival Aksi Iklim. (Dok. BMKG)

(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri Petaka Ancam Bumi di 2050, BMKG Pelototi Fenomena di Laut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular