Internasional

Alert! Industri Baja China 'Sesak Nafas', Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
22 August 2024 14:40
FILE PHOTO: An employee walks past columns of steel as she works at a steel production factory in Wuhan, Hubei province, August 2, 2012. REUTERS/Stringer/File Photo.   CHINA OUT. NO COMMERCIAL OR EDITORIAL SALES IN CHINA.
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri baja China dilaporkan mulai tersengal-sengal. Hal ini disebabkan lesunya sektor properti di Negeri Tirai Bambu yang akhirnya tak mampu menyerap output industri metal.

Kepala analisis komoditas di BMI, Sabrin Chowdhury, mengatakan permintaan China telah menjadi kekecewaan besar bagi logam secara keseluruhan. Ia menyoroti kemerosotan yang dalam di komoditas baja dan bijih besi.

"Hal ini terutama disebabkan oleh sektor properti yang lemah di Tiongkok. Penurunan sektor properti diperkirakan akan berlangsung selama beberapa tahun, dan itu jelas menjadi pertanda negatif bagi logam industri yang dibutuhkan dalam infrastruktur," tambahnya seperti dikutip CNBC International, Kamis (22/8/2024).

China adalah produsen baja terbesar di dunia, yang menghasilkan lebih dari separuh produksi dunia, yaitu lebih dari satu miliar ton per tahun. China juga merupakan konsumen baja dan bijih besi terbesar di dunia.

Saat ini, harga kedua bahan tersebut telah turun di China karena pasokan baja tetap membengkak di tengah permintaan domestik yang lemah. Harga tulangan baja China turun lebih dari 20% tahun ini menjadi 3.208 yuan (Rp 7 juta) per ton dan harga bijih besi China telah anjlok lebih dari 28% sepanjang tahun ini.

Kondisi ini juga diamini Kepala produsen baja terbesar di dunia Baowu Steel, Hu Wangming. Ia baru-baru ini mengatakan industri baja sedang mengalami 'musim dingin' dan menambahkan bahwa industri tersebut berada di tengah periode penyesuaian jangka panjang.

"Industri baja China terjebak di antara batu dan tempat yang keras karena margin pembuat baja semakin tertekan oleh permintaan yang lemah. Permintaan yang lesu diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2025 karena pasar properti China yang sangat lemah," ucap Kepala Riset Bahan Dasar, Minyak dan Gas Asia Pasifik, Bank of America, Matty Zhao.

Penjualan ekskavator di China diperkirakan turun 8% tahun ke tahun untuk tahun fiskal 2024, tulis Citi dalam catatan bulan Agustus. Penjualan ekskavator biasanya dilihat sebagai indikator utama aktivitas konstruksi, dan sebagai perpanjangan, permintaan logam.

"Margin pabrik baja di China berisiko jatuh ke level paling negatif tahun ini, yang berpotensi memberikan tekanan lebih besar pada harga bijih besi," kata Vivek Dhar dari Commonwealth Bank of Australia.

Perang Dagang

Beberapa negara telah mengenakan biaya dumping terhadap China karena produsennya berupaya meningkatkan ekspor di tengah perlambatan pasar domestik.

Thailand baru-baru ini mengumumkan penerapan bea anti dumping pada gulungan baja canai panas dari Tiongkok. September lalu, India juga mengenakan bea antidumping pada baja China tertentu selama lima tahun.

Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam juga telah meluncurkan penyelidikan terhadap beberapa jenis gulungan baja canai panas dari China dan India.

Pabrik baja terbesar di Chili, Compañía Siderúrgica Huachipato, baru-baru ini mengumumkan akan menutup operasi bajanya tanpa batas waktu sebagai akibat dari 'ketidakmungkinan bersaing dengan baja China.'

Produsen baja terbesar kedua di dunia, ArcelorMittal, mengatakan bahwa kelebihan produksi China telah membuat kondisi pasar baja 'tidak berkelanjutan'.

"Kelebihan produksi China relatif terhadap permintaan mengakibatkan spread baja domestik yang sangat rendah dan ekspor yang agresif," kata perusahaan yang berpusat di Luksemburg itu dalam hasil kuartal keduanya.

Analis Citi mengatakan ekspor China berdampak besar pada prospek produksi baja di seluruh dunia. Periode Juli mencatat 57,1 juta ton ekspor baja neto dari China, dan jika angka tersebut bertahan hingga akhir tahun, pada tahun 2024 akan terjadi peningkatan ekspor baja neto China sebesar 17% dari tahun ke tahun.

"Dumping baja China dapat menyebabkan kelebihan pasokan di tujuan ekspornya, yang merugikan harga saham pembuat baja domestik, timpal Zhao dari Bank of America.

"Lima negara Asia Tenggara termasuk Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, dan Malaysia menyerap 26% ekspor baja China pada tahun 2023, diikuti oleh Korea Selatan sebesar 9%," menurut statistik Bank of America.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! China Mau Perpanjang Bea Masuk Anti Dumping Atas Baja RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular